35. Dandelion Liar

36.7K 3K 27
                                    

Bunyi denting mengisi tanah lapang. Kilau pedang terpantul cahaya. Bergerak aktif sesuai titah sang pemilik.

Dada sang ksatria bergemuruh. Tak bisa menyesuaikan kecepatan lawannya. Hingga pedang itu terhempas lalu menancap di tanah beratapkan rumput.

Ujung pedang menghadap tepat di wajah ksatria itu. Ia tersentak. Jakunnya naik turun. Menelan kasar saliva. Bukti bahwa ia tersudutkan.

"Sa-saya mengaku kalah," ucap ksatria itu pada akhirnya. Sedang si lawan tersenyum puas sembari mengulurkan tangan.

"Gerakan mu sudah bagus. Kau hanya perlu melatih kecepatan tangan mu."

"Siap Tuan!" teriak lantang ksatria itu.

Dari ujung sana. Lukas mendengar suara tepuk tangan. Ia menoleh dan mendapati istrinya mendekat. "Lily? Sejak kapan kau di sana?"

"Sejak tadi. Hehe." Tak sengaja pandangan Ziya beralih ke para ksatria. Mereka tampak tersenyum ramah. Sudah menjadi kebiasaan, di pagi hari Lukas akan memberi sarapan dengan melatih ksatrianya tanpa menggunakan atasan. Perus six pack terumbar di mana-mana.

Yah, bagi mereka mungkin sudah biasa. Tapi untuk Ziya? Oh ayolah! Hanya di dunia ini Ziya mendapat pemandangan segar gratis seperti ini.

Rasanya....

"Agh!" pekik Ziya. Kaget. Bagaimana tidak? Lukas spontan menariknya hingga hidung Ziya harus bertabrakan dengan dada bidang suaminya.

"Lihat kemana kau?" bisik Lukas.

"Lukas, lepas. Kau tidak malu dilihat mereka?"

"Tidak!"

"Ugh! Kau ini. Aku hanya ingin membalas senyum saja. Sebagai Duchess aku harus membentuk citra baik. Ku pikir kau yang lebih tahu tentang itu. Iya kan?"

Tubuh Ziya di balik. Membelakangi gerombolan ksatria yang tengah telanjang dada. Lukas menurunkan tangan ke pundak istrinya. "Kau tidak perlu mengkhawatirkan citra diri. Bagi ku kau tetap jadi pemenang. Jadi anggap saja mereka kayu."

"Hah.... tetap saja kan," sanggah Ziya. Berusaha melepaskan diri. Akhir-akhir ini Lukas memang agak posesif. Oh salah! Sangat posesif! Dia akan melirik horor siapa pun yang menatap Ziya lebih dari satu menit.

Benar-benar bayi besar ini!

"Apa milik ku masih kurang?" ucap Lukas.

Ziya menengadah. Tinggi mereka terpaut cukup jauh sampai membuat Ziya mendongak. "Kurang apa?" tanya Ziya.

"Aku juga punya. Perut seperti itu." Lukas mendekat. Mengikis jarak pada daun telinga Ziya. "Kata mu aku yang paling perkasa."

DEG!

Ugh! Sumpah deh. Semenjak gempuran malam itu. Semakin kesini Lukas semakin berani. Tak sadar, ingatan itu membuat pipi Ziya merona.

"Kau memikirkan apa, hm?" goda Lukas. Oh dan jangan lupakan senyum tengilnya.

"Bu-bukan apa-apa."

"Oh begitu ya? Tidak adil sekali. Padahal setiap jam aku salalu memikirkannya...." Lukas kembali berbisik, "Malam itu sungguh hebat. Aku tidak bisa melupakannya satu detik pun."

DEG!

"Aaaaah! Lukas! Jangan menggoda ku!" teriak Ziya. Ia mendorong dada Lukas. Namun sayang kekuatannya tak mampu membuat Lukas menjauh.

"Baiklah. Karena ini masih siang. Tidak nyaman 'berkeringat' di siang hari. Hehe," cengir Lukas tanpa dosa.

Uh! Sumpah. Pergi kemana sisi malu-malu Lukas yang lucu ituuu!

DUKE! Let's Have Babies! (END)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن