50. Selamat Tinggal

36.4K 2.6K 113
                                    

Warning!
Tarik nafas dulu. Siapkan hati. Kuatkan mental.

.
.
.

Happy Reading!

Musim semi, penghibur bagi para mata yang melihatnya. Sejuk bagi para hati yang menikmatinya. Tunas muda mulai bermunculan. Kuncup bunga mulai bermekaran. Rasanya seperti melihat peri-peri kecil lahir. Begitu muda. Tanpa dosa.

Segelas susu Ziya taruh. Dentingnya mengalihkan atensi Rahel yang sejak tadi berada di depannya. Ikut menikmati hidangan di gazebo.

Dibanding pelayan, Ziya lebih memperlakukan Rahel layaknya teman yang sedang berkunjung. Itu adalah bentuk perhatian Ziya pada wanita hamil. Walau kadang, Rahel tetap kekeuh ingin menjalankan tugasnya sebagai pelayan.

“Aku akan pergi ke kediaman Trancy,” ucap Ziya. Kurang lebih sudah satu bulan berlalu Ziya tinggal di istana. Selama itu pula hati Ziya mulai beradaptasi dengab lingkungan baru. Orang-orang baru dan... kehidupan baru tanpa Lukas.

Benar, saat ini Ziya membawa harapan terakhir negeri ini. Gejolak yang terjadi di luar hampir seluruhnya ditangani Licht. Perombakan skala besar dilakukan. Aturan-aturan tak berakal dihapuskan. Dengan dalih pemimpin sementara sebelum janin dalam kandungan Ziya lahir. Licht melibas semua akar korupsi dan hal-hal yang merugikan negara.

"Akan ku temani," jawab Rahel.

"Tidak perlu. Besok pelayan pribadi ku datang. Kau harus banyak istirahat Rahel. Jangan lupa kalau kau sedang mengandung."

"Uh, yah. Tapi aku masih kuat jika menemani Nyonya ke--"

"Rahel, percayalah aku melakukan ini demi kebaikan mu."

"Hah, baiklah."

Rahel menatap lesu bunga anyelir di samping gazebo. Nyonyanya banyak mengalami perubahan. Lebih dewasa dan mempertimbangkan banyak hal. Yah, hanya orang tidak normal yang masih mempertahankan sifat kekanakan setelah apa yang terjadi. Rahel senang. Namun tak dapat dipungkiri ia juga merasa kesepian. Dia rindu sosok Nyonyanya yang sering berulah.

Sebuah siluet menyadarkan dua insan yang tengah dilanda beban pikiran. Ziya menaruh gelas susunya dan berucap lirih, "Rahel, pergilah."

"Baik. Nyonya."

Rahel memberi salam hormat kepada Licht saat bersimpangan. Kemudian melanjutkan jalan.

"Sayang sekali dia harus pergi ya?" ucap Licht seraya menempati kursi Rahel tadi. "Kau sedikit terhibur dengan adanya dia." Licht memainkan satu biskuit sebelum meremukannya. "Jika kau mau, aku bisa membuatnya tinggal di sini lebih lam--"

"Ini keputusan ku! Aku tidak akan merubahnya. Rahel harus pergi dari sini."

Ya! Karena Ziya tidak ingin Rahel terlibat lebih dalam dengan laki-laki misterius ini.

"Wah, kau punya sorot mata yang bagus." Licht menyeringai. "Baguslah, Aku bosan melihat tatapan seperti ikan mati itu." Sebuah benda dikeluarkan. Mata Ziya dibuat membulat sempurna.

"I-itu...."

"Benda ini yang kau cari bukan?"

Dua manik biru itu saling bertemu. Ya, Ziya pernah meminta Licht mencarikan syal milik Lukas yang saat itu dibawa oleh ksatria. Satu-satunya janji yang kembali.

Licht menyerahkan syal pink lusuh itu. Keningnya mengerut dalam saat bulir bening menggenang di mata Kakaknya. Secuil sayat kembali ditorehkan. Namun diam adalah sebaik-baiknya menyembunyikan. Atas kepeduliannya. Atas usahanya. Ah! Seharusnya Licht meminta pelayan handal untuk mencuci syal itu hingga tak meninggalkan noda yang mampu membuat Kakaknya bersedih.

DUKE! Let's Have Babies! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang