47. Persimpangan Takdir

24.5K 2.4K 141
                                    

Purnama membumbung tinggi. Sinarnya mengalahkan langit malam. Titik kecil bak berlian menakjubkan. Tersebar di cakrawala hitam.

Ziya memandang teduh ventilasi kecil yang hanya berjarak satu kaki di atas sana. Semilir angin dapat Ziya rasakan samar. Hawa dingin tak seberapa dingin. Entahlah, mungkin karena berada di ujung musim dingin. Sehingga suhu tak terasa mencubit sekali.

Dengan sabar Ziya menanti kedatangan orang yang akan membawanya keluar. Ia duduk. Memikirkan banyak hal sambil mengusap lembut perutnya.

"Apa aku bisa keluar hidup-hidup?" gumam Ziya. Dari pada mengharap, hatinya lebih cenderung pasrah. Selamat Alhamdulilah. Tidak juga ya tidak masalah. Ziya sudah trauma menggantungkan harapan di depan. Nyatanya? Jalan hidup ini selalu melenceng dari orbit yang direncanakan.

Hembusan nafas terdengar berat. Ziya menunduk. Memandangi perut datarnya. "Ethan, kalau pun Ibu mu ini selamat dan bisa melahirkan mu. Apa Ibu mampu membesarkan mu sendirian?"

Deretan gambaran masa depan terlintas. Pada dasarnya Ziya dipaksa mampu oleh keadaan. Hatinya belum seberapa yakin. Namun sepenggal memori tentanv mimpinya bersama Lukas kembali teringat.

"Ah, jadi ini yang dimaksud harus berjuang sedikit lagi?"

"Baiklah, ayo lihat. Kebahagiaan apa yang bakal ku dapati setelah 'berjuang sedikit lagi' ini."

Bunyi derit menginterupsi. Ziya langsung melongok ke dekat besi tahanan. Mungkinkah utusan itu sudah datang? Cahaya remang membuat matanya menyipit. Memastikan.

Perlahan siluet di sana mendekat. Setiap bunyi langkah, jantung Ziya berdegub lebih kencang. Kerongkongannya ikut kering sehingga Ziya harus menelan salivanya.

Entah dapat wangsit dari mana. Ziya merasakan pertanda buruk. Sejak suara lain yang muncul mengiringi suara langkah itu.

Ya! Ada suara familiar. Suara yang kerap kali Ziya dengar saat mengunjungi camp pelatihan. Pedang dan sabuknya itu saling bergesekan ketika berjalan. Menimbulkan suara samar yang unik. Dan Ziya mendengarnya sekarang. Itu berarti....

"Yang datang ksatria!" gumam Ziya.

Perlahan Ziya mundur. Kembali ke sisi gelap sel. Pikirannya berkecamuk. Wendy bukanlah orang militer. Persentase dia mengirim ksatria hanyalah 10%. Ziya yakin Wendy akan mengutus pelayan. Sebab, itu lebih mudah menghindari kecurigaan sampai keluar istana. Tapi....

DEG!

Jantung Ziya seakan berhenti berdetak saat tak terasa ksatria itu telah sampai di depan selnya. Ziya harus tenang! Apapun yang terjadi. Jangan sampai membocorkan rencana awal.

"Selamat malam Nyonya. Saya dititahkan untuk membawa Nyonya."

"Membawa kemana?" sahut Ziya.

"Ke hadapan Kaisar Antonio."

DEG!

***

Di sisi lain, rembasan darah keluar dari baju putih hitam milik seorang pelayan. Tubuhnya mulai dingin oleh sebab jiwa yang telah hilang. Kembali pada sang pencipta.

Di sampingnya, Wendy menatap datar. Tak berekspresi. Mati-matian ia tahan sisi terkejut dalam dirinya. Semua demi keselamatan cucunya.

"Biar ku tanya sekali lagi. Kau tidak mengenalnya?" selidik Antonio.

Ya, saat ini Wendy sedang berlutut di hadapan sang kaisar. Rencananya gagal! Pelayan yang dia utus ketahuan saat menyelinap. Dan langsung ditebas saat hendak melarikan diri. Mayatnya diletakan kemari supaya Wendy mengaku.

"Aku tidak kenal. Wajahnya terlihat asing. Yang Mulia."

"Tck! Kau pikir aku tidak tahu? Kau berniat memusuk ku dari belakang! Haha padahal aku sudah memberi mu kesempatan. Tidak tahu diuntung!" Antonio marah besar.

DUKE! Let's Have Babies! (END)Where stories live. Discover now