48. Dicintai Semesta

26.2K 2.5K 81
                                    

Aroma familiar menguar. Ah, kalau tidak salah ini aroma katsuri. Minyak yang sering Rahel usapkan ke kaki Ziya.

Ngomong-ngomong, bagaimana kabar Rahel? Dia berhasil keluar dari istana kan? Sayang sekali, Ziya tidak bisa menemuinya untuk yang terakhir.

"Ziya!"

Ah, rasanya tenang sekali di sini. Tidak ada apapun. Hanya ada kursi besi panjang seperti yang ada di ruang tunggu. Ziya duduk tenang di sana. Ruang ini, Semuanya tampak putih. Bersih. Tanpa noda.

"Ziya!"

Kalau dipikir-pikir ada di mana ini? Surga? Ah, tidak! Tidak! Ziya bukan manusia sebersih itu sampai Tuhan mengizinkan masuk. Neraka? Emh.... tidak juga. Katanya neraka itu penuh siksaan. Tapi tidak ada satu pun bentuk siksaan di sini. Hanya ruang hampa dengan warna putih dominan. Kalau begitu... ruang tunggu?

Hais! Pikiran konyol dari mana itu!

"Ziya!"

Tapi memang sih, tempat ini mengingatkan Ziya di ruang tunggu rumah sakit.

"Ziya!"

Tck! Siapa sih yang....

DEG!

Sebuah cermin besar tepat bediri di hadapan Ziya ketika dia berbalik. Hal yang paling mebgejutkan adalah wajahnya terpampang di sana. Bukan wajah Lilyana. Tapi wajah Ziya! Dan dia terus memanggil sejak tadi.

"Bangun!"

"Cepet bangun!"

"Kalau nggak, kamu bakal kehil--"

TAP!

"Hah... hah... hah...."

Mata biru itu menyisir ke segala arah. Salivanya ditelan paksa akibat tenggorokkan kering. Ziya pegangi dadanya. Ia usap-usap. Sengaja agar detak jantungnya kembali normal.

Tempat ini asing. Ranjang halus dengan kelambu putih. Cat dominan warna biru pastel. Lantai marmer coklat bercorak.

Sebenarnya ini di mana?

Ziya menoleh ke samping. Tempat di mana lilin aroma terapi menguar. Ah, ternyata dari situ wanginya.

Penasaran menguasai. Setidaknya sampai Ziya dapat jawaban ada di mana dirinya. Kakinya melangkah, menyisiri kamar ini. Sampai akhirnya dia berakhir di depan jendela besar. Ia sibak hordennya. Menampakkan pemandangan asing. Namun Ziya meyakini. Tempat ini bukanlah rumah bangsawan biasa. Sebab, setiap perabotnya memiliki kualitas mumpuni.

"Ini di mana?" gumam Ziya. Mata biru itu terus memandang jauh pemandangan yang terkubur putihnya salju.

"Ku pikir kau akan berteriak histeris setelah bangun di tempat asing."

DEG!

Suara ini....

Ziya berbalik. Di sana, ia menangkap sosok familiar. Sosok yang membuat Ziya panas dingin ketika bertemu untuk pertama kali. Seseorang yang misterius. Mata yang sialnya persis dengan Ziya itu adalah simbol keangkuhannya. Menjadi perbandingan yang tak memiliki arti kesetaraan. Dia adalah orang yang memiliki hak penuh atas keluarga Easther sekalugus adik laki-laki Lilyana. Licht Easther.

"Ba-bagaimana....."

Ucapannya tercekat. Mata Ziya membola ketika ingatan yang baru saja menerobos masuk berhasil memporak-porandakan ketenangan Ziya.

"Ah, aku lupa. Kau kan sudah sedikit berubah. Tidak sebodoh dulu." Seringai itu mengembang penuh ejekan. "Duduklah, aku akan membersihkan kaki mu" pinta Licht seraya mengisyaratkan duduk ke kursi. Ziya menunduk. Melihat kakinya yang tampak dekil.

DUKE! Let's Have Babies! (END)Where stories live. Discover now