31. Permintaan

33K 3.2K 62
                                    

Semilir angin membelai. Bunyi gemerisik dedaunan saling bersorak ceria. Ikut merayakan penyatuan dua insan yang terlepas dari belenggu dusta.

Lembut. Manis. Dua kata itu yang mewakili rasa dari bibir Lilyana. Sungguh! Jika ini mimpi. Lukas memilih tidak pernah bangun selamanya.

Lukas masih di ambang sadar. Hati dan logikanya menolak terbuai. Sebab, ini terlalu indah untuk jadi nyata. Lilyana tidak mungkin kemari. Menyusulnya. Mengatakan cinta kemudian... menciumnya di depan banyak orang. Ini pasti hanya ilusi.

"Jangan pergi, ku mohon." Suara itu menyadarkan. Lukas memandangi istrinya yang sudah menggenang bendungan air mata. 

Perlahan tangan Lukas bergerak. Ke atas. Ke tempat di mana titik keyakinannya dipatenkan.

Lembut terasa. Pipi halus Lilyana. Ah! Ini nyata! Semua ini nyata! Ungkapan cinta itu juga!

Titik kewarasan Lukas menguap. Ah persetan! Lukas akan mencurahkan semua kerinduannya. Semua perasaannya. Semua keputusasaannya.

Sentuhan itu turun ke leher. Bunyi gemeretak gigi samar terdengar sebelum Lukas melumat habis bibir ranum istrinya. Bibir ranum itu kembali bertemu pemiliknya.

"Umh...."

"Luk....mph."

Percuma! Lukas tak memberi akses sedikit pun untuk Ziya bicara. Bibirnya dikuasai. Saliva mereka menyatu. Melebur bersama cinta yang menggebu-gebu. Tak sadar, ada banyak mata yang tengah melongo. Menyaksikan tuan dan Nyonyanya memamerkan adegan panas yang bisa membuat iri siapa pun.

"Ehem...." Suara deheman terdengar. Ulah siapa lagi kalau bukan Arnold. Inilah peran Arnold. Jika Tuannya dikuasai ketidakrasionalan. Maka dirinya yang akan memperbaiki. Tapi... sepertinya dia butuh banyak usaha untuk yang satu ini.

Kenapa?

Lihatlah mereka! Seakan dunia hanya milik berdua. Cih!

"Ehem!" dehem Arnold lagi. Kali ini sudah ia pastikan suaranya terdengar keras. Namun nihil!

Arnold menggeleng. "Wah, Tuan benar-benar lepas kendali."

Dari pada menghentikan aktivitas panas mereka. Arnold lebih memilih mengambil alih pasukan. Menitahkan untuk mencari tempat istirahat sejenak sampai dua orang penting ini menyelesaikan urusannya.

Hendak pergi mengikuti pasukan yang terdiri dari 300 orang-orang pilihan. Arnold berhenti sejenak. Ia menoleh. Sekali lagi memastikan.

"Dia tidak ikut ya?" gumam Arnold. Pemilik Mata coklat terang yang baru beberapa jam ia tinggalkan. "Yah, kalau dia ikut aku mungkin...."

"Tck!" Arnold mengusap kasar rambut depan. Ia sudah memantapkan hati berangkat perang. Ia juga sudah minta maaf. Lalu apalagi? Kenapa rasanya sesak meninggalkannya.

"Ah sudahlah!"

Di sisi lain. Di bawah pohon rindang. Dedaunan berguguran di bawa angin. Satu insan tengah kebingungan. Bagaimana cara menghentikan laki-laki ini? Ziya harus melakukan apa? Ia sudah sangat malu tadi. Tindakan spontan untuk mencegah Lukas pergi. Siapa yang menyangka berimbas seperti ini.

Satu kesempatan datang. Saat Lukas merenggangkan aksi melumatnya untuk mengambil nafas. Ziya mendorong Lukas pelan.

"Lukas, ku mohon berhenti."

"Kau belum memberi ku jawaban."

Ketidakrasionalan memakan apapun ingatan Lukas. Sampai hanya tersisa hasrat saja. Lukas tampak kebingungan. Menyadari itu, Ziya kembali meminta. "Jangan pergi ke medan perang. Ya?"

"Tinggalah," pinta Ziya memelas.

"...."

Jujur Lukas tak bisa memberi jawaban. Di sisi lain ini sudah menjadi tugasnya. Jika Lukas tidak pergi. Tidak menutup kemungkinan kerajaan Artem akan menyerang kekaisaran. Yang lebih parahnya lagi Lilyana akan terkena imbas dari kekejaman mereka. Sampai mati Lukas tak akan membiarkan itu terjadi.

DUKE! Let's Have Babies! (END)Onde histórias criam vida. Descubra agora