28. Senjata Makan Tuan

31.6K 2.7K 35
                                    

Sepasang sepatu flat shoes Rahel pandangi. Bukan tempat siapa-siapa. Tapi miliknya sendiri. Sambil menyandar tembok wanita itu tengah menunggu seseorang.

Dua hari yang lalu, Rahel merencanakan hal gila yang anehnya justri disetujui oleh si kolot Arnold. Saat itu Rahel pikir Arnold akan menolak mentah-mentah. Nyatanya?

Dia bahkan meringankan beban Rahel yang harus membeli ramuan perangsang di pasar gelap. Wah, ternyata punya partner enak juga ya? Pekerjaan jadi ringan dan bisa bertukar pendapat. Yah, walaupun si kolot itu sering melayangkan tatapan jijik sih. Untuk saat ini Rahel tidak akan menuntut balas.

Kata orang, musuh kemarin adalah teman sekarang. Sesederhana itu Rahel melupakan kebencian. Namun tak menutup kemungkinan puncak amarahnya pun terpancing hanya karena masalah sepele.

"Nanti malam kita bertemu di koridor ini lagi."

Sepertinya kalimat itu sudah jelas Rahel ucapkan tempi hari. Tapi kenapa dia belum datang?!

"Tck! Kemana si kolot itu?!"

"Jangan-jangan dia melupakan janjinya dan bersenang-senang."

"Cih! Tidak bisa dipercaya!"

Sesuai janji. Mereka harusnya betemu di koridor ini sebelum melancarkan aksi yang akan dieksekusi malam ini. Di tangan Rahel sudah ada ramuan perangsang yang siap dituang ke teh milik Tuan dan Nyonyanya.

Tugas Arnold terbilang mudah. Ia hanya perlu meyakinkan Duke Lukas untuk ke kamar Duchess. Hah! Tapi sampai sekarang dia belum datang.

"Sialan! Awas saja sampai ketahuan bermalas-malasan!" dengus Rahel. Ia memilih beranjak. Diam saja tidak akan membuahkan hasil. Langit juga sudah menunjukkan hitam pekat. Tanda bahwa hari sudah semakin larut.

Belum selesai merampungkan niat. Rahel dibuat berhenti mendadak ulah panggilan dari seseorang.

Rahel menoleh ke sumber suara. Di sana berdiri seorang pelayan. Kalau tidak salah namanya Rasta? Oh! Benar juga! Dia yang membuat Rahel kena tampar tunangan Viscount Rozy tempo lalu.

"Ada apa?!" sahut ketus Rahel.

"Emh... anu. Itu... apa kau sedang sibuk?"

"Tck! Kalau tahu kenapa pakai tanya?!" dengus Rahel. Yah, bukan berarti Rahel ingin sok berkuasa. Mentang-mentang ia menajdi kepercayaan Nyonya rumah. Tapi memang pelayan ini menyebalkan.

"Anu.... emh. Aku hanya ingin minta maaf atas kejadian waktu itu. A-aku menyesal dan mengakui kalau itu salah ku."

"Oh," jawab Rahel singkat padat dan tidak jelas. Mau bagaimana lagi? Rahel itu bukan wanita lembut yang gampang tergoyah hatinya. Sekali dendam tetap dendam. Walau bumi berubah jadi gepeng sekali pun.

"Itu... ku pikir tidak mudah untuk mu memaafkan. Tapi aku benar-benar tulus." Rasta tampak mengeluarkan sesuatu di kantungnya. "Ini... aku membuat kue kering dari bahan sisa. Ku harap kau mau menerimanya."

Hah! Kalau boleh jujur. Wanita ini datang di waktu tidak tepat. Hati Rahel sedang panas ulah Arnold yang tidak datang-datang. Ditambah Rahel sedang mengejar waktu untuk menemukan Arnold. Kalau dia tidak ada bagaimana menyatukan Tuan dan Nyonya?

Rahel pandangi bungkusan kue kering itu. Yah, biar cepat. Untuk sekarang Rahel terima saja.

"Sudah ya? Aku buru-buru," ucap Rahel lalu melenggang. Mengabaikan Rasta yang tersenyum mencurigakan di bawah temaramnya malam.

"Menyingkirkan satu pelayan rendahan tidaklah sulit. Setelah ini aku akan menggantikannya jadi pelayan pribadi Nyonya."

***

DUKE! Let's Have Babies! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang