39. Anugrah Yang Salah

28.5K 2.5K 28
                                    

Pagi ini alam mereda. Badai menyeramkan yang menerjang daerah ini beberapa hari terakhir kembali tenang. Di ufuk timur sana, kilau kekuningan mulai nampak. Bukti bahwa sang surya akan menjalankan tugas setelah hengkang beberapa hari.

Oleh karena itu. Layaknya mentari yang sedang semangat-semangatnya keluar dari kediaman. Ziya pun termakan api semangat. Dua bulan sudah berlalu. Mau tak mau Ziya harus beradaptasi tanpa Lukas. Semua ini demi janjinya. Ia akan menjadi wanita tangguh. Kuat. Dan mandiri.

Bunyi gesekan kertas terdengar memenuhi ruang. Pagi sekali Ziya sudah duduk di kursi kerja Lukas. Memeriksa tumpukan anggaran pemasukan dan pengeluaran.

Yah, Ziya akui dirinya tak suka dengan hitungan. Namun, Ziya bersyukur pernah hidup di zaman modern. Di mana perkalian dan pembagian bisa dihitung tanpa menggunakan alat bantu.

Setelah melihat perhitungan di dunia ini. Ziya paham satu hal. Di sini masih menggunakan alat bantu abacus. Itu pun digunakan untuk tambah dan kurang saja. Sedangkan rumus perkalian dan pembagian belum ditemukan. Itu sebabnya satu kertas anggaran membutuhkan banyak waktu untuk menyelsaikan.

Ziya masih ingat betapa terkejutnya kepala pelayan saat memberi tugas pertama. Ziya menyelesaikannya dengan cepat. Oh tentu saja Ziya tak memberitahu rumus perkalian adalah bumbu dari kecepatannya. Setelah itu kepala pelayan menganggap Ziya orang jenius dan mempercayakan penuh urusan perdataan kediaman ini pada Ziya.

Walaupun demikian bukan berarti Ziya tak menemui kendala. Urusan hitung menghitung mungkin bisa ditangani dengan mudah. Lain halnya dengan urusan lapangan. Ada biaya keluar yang tidak jelas. Bandit mulai membobol gudang petani dan kerjasama antar keluarga yang terus meminta hak tidak masuk akal. Ah, mungkin karena mereka tahu Ziya yang memegang kendali. Mereka jadi sewenang-wenang.

Lalu hal yang membuat Ziya geram sampai ubun-ubun adalah Ibu tiri Lukas. "Tck! Bisa-bisanya dia minta uang dalam jumlah besar di musim dingin ini," gerutu Ziya. Ia remat surat dengan segel keluarga Trancy itu hingga kusut.

"Kalau dia punya otak harusnya mikir!"

"Dari pada ngirim ke dia mending alokasikan untuk menumpas bandit. Makin hari makin meresahkan aja. Nggak Mertua, nggak bandit sama aja! Bikin rusuh!"

Di sudut sana, Rahel memandang datar. Yah, seperti biasa Nyonyanya akan ngoceh panjang kali lebar. Tak sebanding saat di depan umum. Kepribadiannya seolah berubah. Menjadi wanita elegan dan bermartabat.

Begini juga tidak masalah sih. Tidak seperti awal setelah Nyonyanya bangun dari koma. Rahel sampai tidak peduli lagi Nyonyanya mau kayang di depan umum. Bisa dibilang sekarang Nyonyanya sudah mengalami kemajuan. Mungkin ini berkat membaiknya hubungan pernikahan ini.

Seulas senyum tercipta. "Syukurlah," gumam Rahel.

Bukan hanya Ziya. Di sini pun Rahel banyak belajar. Terutama belajar arti kata tulus. Kali ini Rahel tidak akan salah. Lilyana Trancy adalah orang yang ingin Rahel layani seumur hidup.

Kernyit di kening Rahel samar tampak. Sesuatu kembali mengganggunya. Ia memejamkan mata. Mencoba menahan. Sebagai pelayan, sudah menjadi etiket dasar untuk selalu bersama majikan. Rahel harus bertahan. Setidaknya beberapa jam lagi sampai waktunya makan siang.

"Rahel?" panggil Ziya.

"Ya, Nyonya?"

"Aku ingin pie apel. Bisakah kau menyiapkannya?"

"Tentu Nyonya. Saya permisi."

"Hum."

Ziya melirik singkat. "Ah, Rahel!"

"Ya Nyonya?"

"Maaf ya, akhir-akhir ini aku terlalu terpaku dengan pekerjaan. Kau pasti kesepian kan?"

DUKE! Let's Have Babies! (END)Where stories live. Discover now