Mianhe, Irene.

945 61 7
                                    

11.18 am KST

Lisa POV

Menekan bel rumah yang menempel di dinding dekat pintu masuk. Aku menunggu seseorang membukakan pintu.

Memutuskan kesini setelah dari kantor, ini adalah kegiatan rutin yang sudah masuk dalam list kegiatan wajib. Kondisi tubuhku yang masih sedikit tidak enak badan, tidak lagi menjadi hal penting yang harus aku sembuhkan.

Menemui orang yang tinggal disini adalah tujuan utama. Sudah terhitung 2 hari penuh aku tidak menemuinya. Dan itu pasti membuatnya kecewa. Terutama kemarin adalah waktuku yang seharusnya ku habiskan dengannya. Tapi terlewat begitu saja karena keadaanku yang masih demam.

Ting tong......

Ting tong......

Kedua kalinya ku tekan bel yang menempel di tembok samping pintu. Sebenarnya para penjaga di rumah ini sudah tahu aku datang, aku bertemu mereka saat memasuki pintu gerbang. Hanya saja sengaja untuk tidak memberitahu sang pemilik rumah.

Biasanya memang selalu begitu, mereka mengetahui siapa aku itu sebabnya membiarkanku Masuk.

Ceklek!

"Lisa....". Sosok wanita muncul membukakan pintu. Tersenyum sangat manis saat melihatku berdiri disini. Dia mengusap perutnya perlahan sembari menatapku.

Ku lirik perutnya yang sudah besar, seketika perasaan terenyuh menyeruak di dadaku.  disanalah hidup calon manusia yang ada karena ku.

Tiap kali Melihat kondisinya dengan perut buncit itu, entah kenapa rasa bersalah selalu saja hinggap. Itu tidak bisa ku pungkiri, terutama tiap kali dia tersenyum manis seperti sekarang. Seolah mengatakan baik-baik saja namun aku tahu kesulitan maupun kesedihannya selalu berusaha ia tutupi.

"Hai Irene...". Sapaku padanya, aku juga mencoba untuk tersenyum. Kondisi tubuh ku yang masih belum fit, membuatku sulit untuk mengumbar senyuman.

Dia mendekat, memeluku erat dan memberi jarak diantara kami agar perutnya tidak tertekan. Kami berpelukan untuk beberapa saat.

"Aku merindukan mu, kau membuatku khawatir". Suara itu terdengar lembut. Aku tahu, dia tidak bohong. Pelukannya yang erat membuatku bisa merasakan bagaimana perasaannya.

"Gwenchanna? Mianhe, 2 hari kemarin aku tidak bisa datang kesini. Apa tadi rose datang kemari?". Bertanya sembari melepaskan pelukan, aku ingin memastikan kondisinya. Terutama yang aku maksud adalah kandungannya.

Irene mengangguk dan berdehem.

"Ne, aku baik-baik saja. Rose tadi berkunjung kesini, membawakan baju mu untuk ku. Aku sangat cemas ketika rose bilang bahwa kau demam sejak kemarin. Bagaimana kondisimu sekarang? Apa masih sakit? Wajahmu terlihat pucat Lisa". Raut kecemasan memang tercetak jelas di wajah cantiknya, ekspresi Irene terlihat tidak tenang.

"Kita bicara didalam saja, aku tidak mau kau berdiri terlalu lama. Itu tidak baik untukmu". Menyentuh pinggangnya, aku membantunya berjalan dengan hati-hati setelah  Masuk kerumah dan menutup pintu.

Sungguh, aku sangat tahu bagaimana sulitnya Irene selama ini. Ah tidak, maksudku, sulitnya Jennie dan Irene selama hamil. Mengandung tidaklah mudah, banyak sekali hal yang menyusahkan mereka. Bukan hanya mual, tapi tubuh lemas dan cenderung lelah, hingga keinginan aneh yang tidak terkontrol sudah mereka lewati.

Itu membuatku kagum, ibu hamil patut mendapatkan sanjungan atas kuatnya mereka melewati itu semua.

Duduk di sofa ruang tamu, aku duduk di samping irene yang masih membenarkan posisinya. Dia terlihat kesulitan mencari posisi nyaman. Mungkin karena perutnya yang sudah besar.

Crazy Girls in My Life - Jenlisa G!PTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang