Bagian 3

55.7K 3.6K 53
                                    

Gila. Ini benar-benar gila.

Mima terus mengucek kedua matanya mencoba untuk menghilangkan apa yang baru saja ia lihat, membuat matanya terasa kotor dan juga pedih. Langkahnya terasa begitu berat sampai akhirnya ia memutuskan berhenti di balkon, menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya secara perlahan.

"Gimana bisa? Gimana bisa mereka lakuin itu, Ya Tuhan?!" Pekiknya lalu berpegangan pada besi pembatas yang terasa dingin.

Kedua alisnya menukik dengan tajam, bayangan adegan panas ciuman leadernya dengan seorang perempuan terus berputar dalam memori Mima seperti kaset rusak. Mima bahkan melihat dengan jelas wajah mereka sebelum akhirnya ia ketahuan mengintip. Astaga, benar-benar memalukan!

"Wait! Kenapa harus gue yang malu? Kan mereka yang berbuat dan harusnya mereka yang malu. Oh God, ternyata emang bener di dunia ini gak ada yang sempurna. Bahkan Pak Arlan yang keliatan alim ... Ternyata doyan daun muda. Okay, take a breath, Mima. It's oke, thats not your fault." Mima mengusap dadanya dengan gerakan pelan, memejamkan matanya dan mencoba untuk membuat pikiran serta hatinya tenang.

Jujur saja, Mima memang bukan wanita polos. Dia juga sering melihat adegan ciuman dalam drama Korea atau film-film bergenre romansa yang ia tonton, tapi melihatnya secara langsung tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

Mima mendengus sebal. Apakah Pak Arlan tidak bisa menyewa kamar di hotel dan melakukan apapun disana sebebas yang dia mau, bukannya berciuman di tempat yang bisa saja ketahuan ---sudah ketahuan oleh orang lain.

"Lupain semuanya, Mima. Apa yang kamu liat itu cuman dosa sesaat dan bukan dosa kamu. Anggap aja gak ada yang terjadi di malam ini!"

"Dosa mana yang kamu maksud?"

Mima menjerit kaget ketika suara berat seseorang tiba-tiba terdengar. Sontak ia menoleh dan melebarkan matanya seperti nyaris melompat keluar dari tempatnya, ketika menemukan Arlan ---yang entah sudah sejak kapan berdiri di belakangnya. Tubuh Mima seketika membatu.

Raut wajah datar Arlan dan tatapan dinginnya seperti sebilah pisau tajam yang siap kapan saja menyincang Mima. Wanita itu menelan salivanya dengan susah payah.

"Pak Arlan? Selamat malam, Pak!" Ia merutuki diri sendiri dalam hati, sapaan yang harapan terdengar ramah justru malah gemetaran.

"Setelah kamu berbuat gak sopan, kamu pergi gitu aja? Tanpa permintaan maaf?" Pertanyaan Arlan sukses membuat Mima tertegun.

Wanita itu menggerakkan bola matanya seolah sedang berpikir. "Saya gak buat salah, Pak. Kenapa saya minta maaf?" tanyanya balik membuat tatapan Arlan kian menajam.

Detik berikutnya Mima ber-oh ria lalu cengengesan. "Maksudnya, yang Bapak ciuman di lorong kamar mandi? Ah ... Sebenarnya hal semacam itu bukan sesuatu yang aneh, cuman saya bingung kenapa Bapak lakuin itu di tempat yang terkesan umum. Jadi bukan salah saya, dong, kalo saya mergokin Bapak?" Baik, sepertinya Mima berbicara terlalu lancang barusan. Meski apa yang dikatakannya adalah sebuah fakta dan ia sama sekali tidak merasa bersalah, harusnya Mima bersikap lebih sopan bukan?

Wanita itu mendesis pelan. Dia sejak awal sudah terpeleset di kandang buaya, sekarang malah malah jatuh tersungkur didepan buayanya sekaligus. Tinggal menunggu buayanya mangap saja.

Mima melihat sebelah alis Arlan yang tebal itu terangkat, ekspresinya tidak menunjukan dia sama sekali ketakutan atau merasa terintimidasi karena sudah kepergok berciuman, oleh stafnya sendiri. Pria berkulit Tan itu justru kelihatan lebih tenang dari yang Mima bayangkan.

Mima tersentak ketika perlahan Arlan mendekatinya membuat refleks untuk mundur tak dapat terelakan. "Mau saya berciuman dimanapun sebenarnya itu bukan urusan orang lain, karena itu hak saya."

My Beloved Staff (TAMAT)Where stories live. Discover now