Bagian 9

47.8K 4K 54
                                    

Setelah mengetuk pintu sebanyak dua kali dan dipersilahkan untuk masuk, Mima mendorongnya agar terbuka dan sedikit terkejut saat melihat bahwa Arlan tidak sendiri didalam ruangan tersebut. Sebelah alis Mima terangkat saat melihat Lova yang nampak mempertanyakan alasan kehadirannya disana, tatapan menginterogasi gadis itu membuat Mima mengangkat dagunya dengan congkak. Apakah Lova pikir dirinya akan bisa dikalahkan oleh bocah ingusan seperti dia?

Sambil tersenyum, Mima berjalan masuk dan berdiri tepat didepan meja Arlan ---lebih tepatnya di samping Lova.

"Kamu bisa keluar sekarang, Lova. Saya ada urusan penting dengan Jemima." Suruhan bernada usiran tersebut membuat Mima mengulum senyumannya, melirik Lova yang tampaknya tidak senang namun tetap mengangkat kaki dan meninggalkan mereka hanya berdua saja.

Mima pun merubah raut wajahnya saat hanya tersisa dirinya dan Arlan saja disini. "Ada apa, Pak?" tanyanya tanpa berniat basa-basi.

Arlan terlihat menarik laci mejanya dan mengeluarkan sesuatu dari dalam. Kening Mima mengernyit saat melihat secarik undangan berwarna keemasan yang terlihat mencolok. "Hari Minggu nanti saya harus menghadiri pernikahan kerabat. Saya mau kamu nemenin saya," ungkapnya dan berhasil membuat Mima semakin terkejut.

"Saya?" Tunjuknya pada diri sendiri dan tanpa ada keraguan, Arlan mengangguk mantap. "Kenapa saya?"

"Karena saya mau. Kenapa? Kamu keberatan?"

Tentu saja Mima keberatan. Kenapa dia harus setuju untuk menemani Arlan ke acara pernikahan orang lain sedangkan mereka tidak punya hubungan apa-apa? Terlebih jika itu kenalan Arlan dan apesnya ada yang Mima kenal, bisa-bisa rumor tentang mereka akan semakin memanas. Mima tidak mau itu terjadi.

"Bapak naksir saya, ya?" Wanita itu tiba-tiba bertanya demikian disertai kedua mata yang menyipit.

Sebelah alis tebal Arlan terangkat. "Apa?"

"Bapak naksir saya 'kan? Ayo, ngaku aja. Kenapa Bapak terus cari cara buat ketemu saya bahkan minta saya nemenin ke acara yang terbilang pribadi kalau menyangkut kerabat?" Arlan menatap wanita didepannya dengan tak habis pikir. Iya, karena bisa-bisanya tanpa malu Mima menanyakan hal semacam itu kepada dirinya.

Melihat Arlan yang masih diam disertai raut bingung, Mima berdeham dan mengusap ujung rambutnya centil. "Ya, gak masalah sih kalo misalnya Bapak naksir saya. Secara saya kan cantik, terus saya gak malu-maluin amat juga kalo diajak ke acara formal. Saya tau manner dan juga pandai berkomunikasi. Gak heran kalo banyak cowok yang naksir saya," ucapnya panjang lebar dengan self-confidence yang sangat tinggi.

Arlan refleks mengusap wajahnya sambil menghela napas berat. Energinya serasa dikuras setiap kali berhadapan dengan Mima.

"Jadi, kamu mau apa tidak, Jemima?"

"Maunya Bapak gimana?" Astaga, sepertinya cepat atau lambat Arlan bisa terkena hipertensi kalau begini caranya.

"Kalo kamu gak mau gakpapa, saya gak akan maksa juga. Cuman, sayang sekali sepertinya handbag Dior akan tetap jadi pajangan---"

"Saya mau!" Arlan memiringkan kepalanya sambil menatap Mima yang sedang melotot ke arahnya. "Saya gak bilang gak mau, lho. Saya mau nemenin Bapak, kok." Sudut bibirnya seketika terangkat.

"Fine!"

Mima menipiskan bibirnya mundur beberapa langkah sebelum akhirnya berbalik badan, senyumannya merekah seketika. 'Handbag Dior! Tunggu Mommy!' pekiknya dalam hati dan berjalan riang saat keluar dari ruangan Arlan, meninggalkan pria yang saat ini sedang cekikikan melihat tingkahnya.

•Beloved Staff•

Sesuai dengan rencana mereka, pagi-pagi Mima sudah bangun dan langsung mandi. Dia malah sengaja berendam dalam sabun yang sangat jarang Mima pakai ---karena lumayan mahal dan hanya Mima pakai untuk hari-hari tertentu saja--- namun khusus untuk menemani Arlan, Mima harus membukanya supaya badannya lebih segar dan harum. Kurang totalitas apa lagi Mima?

My Beloved Staff (TAMAT)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon