Bagian 19

42.8K 3.5K 15
                                    

Mima tidak tahu bagaimana cara isi kepala Arlan berjalan. Tidak mengerti juga bagaimana Arlan bisa bersikap seenaknya, keras kepala, dan tidak pernah mau mendiskusikan apapun. Kalau itu menyangkut kehidupan dia sendiri sih, Mima tidak peduli alias bodo amat. Tapi masalahnya sekarang ini sedang membawa-bawa namanya dan dengan seenak jidatnya yang lebar itu, Arlan malah berakting seolah-olah mereka memiliki hubungan dekat lebih dari atasan dan bawahan. Sampai-sampai begitu niat membeli buket dan boneka yang besarnya melebihi tubuh Mima sendiri, apa sebenarnya Arlan sedang mengejek dirinya?

"Senyum, Jemima. Jangan pasang muka jelek begitu," bisikan maut dari samping membuat Mima mendelik. Jangankan untuk tersenyum, maunya Mima adalah mengamuk dan mencakar-cakar muka Arlan sampai tak berbentuk kalau bisa.

Didepan mereka, ada paman Arlan yang diketahui sebagai salah satu pemegang saham di kantor mereka. Salah satu alasan mengapa beliau sampai pulang ke Indonesia, adalah karena ada urusan di sini. Tapi masalahnya, kenapa Arlan sampai menarik dirinya untuk berhadapan dengan beliau?

"Ini Om orangnya, kalo Om bener-bener gak percaya sama Arlan." Mima mengerutkan dahinya dan menatap bingung ke arah Arlan yang baru saja bicara.

Orang apa maksudnya?

Orang utan?

Orang-orangan sawah?

Antoni menatap Mima dengan sangat seksama, bahkan Mima yakin kalau sepasang mata itu ada sebilah pisau, pastilah tubuhnya sudah habis tercacah habis.

"Jadi, kamu perempuan yang dekat dengan keponakan saya?" tanyanya pada Mima, membuat perempuan itu mengangguk tanpa berniat mengeluarkan suara.

Kan tidak salah juga, sekarang dia sedang duduk bersisian dengan Arlan. Jadi mereka dekat.

"Nama ayah kamu siapa kalau boleh tau? Pekerjaan beliau apa?" Mima semakin memasang ekspresi tak mengerti, sontak saja dia melemparkan pandangan seolah meminta jawaban maksud dari semua ini.

Karena Mima sekarang rasanya seperti orang bodoh diantara dua orang pintar.

"Om gak perlu tanya hal sepribadi itu pada dia."

"Kenapa? Kan Om cuman nanya. Jangan sampai keturunan kita yang saat ini terancam habis, benar-benar terhenti di kamu, lho!" Sorot mata Arlan berubah tajam. Antoni sudah sangat mengusik hidupnya sekarang.

Mima yang hendak berbicara menahan mulutnya ketika tiba-tiba Arlan mengeratkan genggaman tangan mereka. Perempuan itu menunduk dan meringis merasa jemari Arlan yang meremas jemarinya terlalu kuat.

"Ini hidup Arlan, Om. Om gak berhak mengatur apapun yang ada pada hidup Arlan!"

Antoni menumpukan kaki kirinya ke kaki yang sebelah, wajahnya terlihat begitu santai seolah dia tidak melakukan apa-apa. "Sebagai orang tua dan om kamu, tentu saja Om punya wewenang untuk mengajari kamu apa yang benar dan salah---"

"---dan menurut Om ini tindakan yang benar? Arlan udah turutin permintaan Om untuk kenalin Mima, dan kalau bukan orang lain yang kasih tau Om tentang kami Arlan juga gak mau kenalin kalian. Arlan gak terima Om mengusik ranah pribadi perempuan yang Arlan sukai!" Tubuh Mima menegang mendengar apa yang baru saja Arlan ucapkan.

Raut wajah pria itu yang kelihatan benar-benar marah serta nada bicaranya yang penuh wibawa serta ketegasan, membuat Mima merasa terenyuh.

"Sepertinya kamu salahpaham dengan niat Om, Arlan. Orang di kantor bilang kamu lagi dekat dengan seseorang, dan Om tentu senang mendengar itu. Apa salahnya?"

"Om udah selesai kan dengan urusan di sini? Lebih baik Om segera pulang. Kami harus bekerja. Ayo, Jemima!"

"Ah ... Ya?" Arlan menarik Mima untuk berdiri dan membawa perempuan itu pergi dari tempat tersebut tanpa memberikan Mima kesempatan untuk sekadar berpamitan pada pamannya. Padahal saat datang tadi pun Mima juga tidak menyapa.

My Beloved Staff (TAMAT)Where stories live. Discover now