Bagian 39

35.7K 2.8K 42
                                    

Dalam ruangan gelap gulita, seorang perempuan terlihat duduk diatas kursi sembari memeluk kedua lututnya dan menggigit ujung jemarinya hingga terkelupas. Dia masih tak bergeming seolah hal itu tidak dapat menyakitinya ---atau entah karena terlalu fokus dengan isi kepala, sehingga untuk sekadar menyalakan lampu pun dia enggan.

Entah sudah hari keberapa dan dia masih tetap berada dalam posisi yang sama tanpa mengizinkan siapapun mengusik ketenangannya.

Samar-samar mulutnya mengatakan sesuatu. "Harusnya dia ... harusnya dia ... harusnya dia." Kata-kata tersebut terus terdengar, pelan namun gemetar hingga ketukan di pintu berhasil membuatnya tersentak dan menatap ke arah sumber suara dengan raut penuh ketakutan.

"Bella, Nak. Diluar ada yang mau ketemu. Bisa keluar dulu, Sayang?" Suara milik mamanya membuat Bella mendadak diserang panik.

Siapa yang ingin bertemu dengannya? Hanya pertanyaan tersebut yang terus memenuhi benaknya sekarang.

"Siapa?"

"Mama gak kenal, Nak. Katanya ada keperluan sama kamu." Keningnya seketika berkerut dalam.

Setelah beberapa saat pintu pun akhirnya dibuka oleh si pemilik kamar, mama Bella menatap anaknya dengan lekat. "Yuk! Orangnya udah nunggu dari tadi." Bella memandang sang Mama dengan skeptis.

"Mama beneran gak kenal?"

"Iya, Bel. Mama gak tau mereka siapa, soalnya baru pertama kali liat juga. Mereka bukan orang-orang yang sering dateng buat ketemu kamu soalnya." Bella menganggukan kepalanya lalu berjalan keluar untuk melihat siapa yang dimaksud mamanya.

Saat di anak tangga terakhir, Bella bisa melihat tiga orang pria bergaya santai sedang duduk menunggu di ruang tamu rumahnya. Napasnya sedikit terasa lega karena yang datang bukanlah seperti yang Bella duga.

"Maaf, cari siapa, ya?" Ketiga pria tersebut sontak mengarahkan pandangan pada Bella dan serentak bangkit membuat wanita itu menautkan sebelah alisnya.

"Dengan Bu Bella?"

"Betul, saya sendiri."

Si pria yang berdiri ditengah terlihat merogoh sesuatu dari balik jaket yang dia kenakan. "Mari ikut kami ke kantor kepolisian." Pernyataan tersebut sukses membuat tubuh Bella meremang. Kelegaan yang semula dia rasa direnggut begitu saja.

Bella menatap ketiganya dengan bingung lalu beralih pada mamanya. "Maksudnya? Kenapa saya harus ikut ke kantor polisi? Memangnya saya salah apa?"

"Anda dicurigai sebagai salah satu oknum atas kecelakaan lift yang terjadi di perusahaan Mega---"

"---wait! Anda jangan sembarangan nuduh, ya! Saya bisa balik lapor atas pencemaran nama baik. Untuk apa saya lakuin hal semacam itu?!" bantahnya dengan keras, berusaha untuk membela diri sedangkan sang Mama hanya diam seraya menundukan kepala. "Mama tau sesuatu? Kenapa Mama diam aja? Aku dituduh jadi pembunuh, Ma!"

Paruh baya tersebut hanya memalingkan wajahnya tanpa mengeluarkan sepatah kata membuat Bella menatapnya dengan tak percaya. Apa ini rencananya?

"Anda bisa menjelaskan di kantor nanti, jadi kami mohon kerja samanya."

"Enggak! Saya gak salah apa-apa, jadi saya gak akan kemana-mana!"

Petugas tersebut pun memerintahkan dua rekannya untuk menangkap Bella secara paksa karena sudah tak dapat berbicara dengan baik-baik. Melihat sebuah borgol yang mereka bawa, Bella sontak histeris.

"Jangan sentuh saya! Mama kenapa diem aja? Aku bisa aduin ini ke Kakek!" teriaknya namun sama sekali tak digubris, dia meringis saat tanpa sengaja permukaan dingin borgol menggores pergelangan tangannya.

My Beloved Staff (TAMAT)Where stories live. Discover now