Bagian 30

49K 3.5K 33
                                    

Gini loh ya, guys. Arlan tuh kaget ya wajar, itungannya ketemu ortu Mima baru sekali, terus ketemu lagi ke-gep lagi ngokop anak anak gadisnya. Ya apa kagak bakal sawan?

Beloved Staff•

Untuk pertama kali Arlan merasakan kegugupan luar biasa itu adalah pada saat dirinya hendak menjalani wisuda, padahal Arlan pikir saat menegangkan sudah berakhir setelah dirinya resmi dinyatakan lulus, tapi itu belum berakhir. Dan kali ini, perasaan itu datang lagi lebih parah ketika dirinya berhadapan dengan salah satu orangtua Mima, yakni ibunya. Padahal ini bukanlah kali pertama mereka bertemu.

Terang saja Arlan merasa gugup luar biasa karena pertemuan mereka yang sangat tidak beretika. Bagaimana Arlan bisa tenang saat ia dipergoki hendak mencium Mima oleh ibu kekasihnya sendiri. Bisa saja beliau akan berpikir bahwa dirinya tipe pria yang tidak bisa mengendalikan nafsu?

Itu benar-benar memalukan. Arlan seperti deja vu saat dipergok ciuman dulu oleh Mima, bedanya sekarang wanita itu yang menjadi rekannya beradu bibir ---meski baru nempel saja, sih.

Suasana di meja makan terasa lebih menegangkan dari sebelumnya setelah kedatangan Mama Mima, wanita tersebut masih kelihatan muda diusianya yang sudah menginjak 50-an, namun secara fisik Arlan tidak menemukan kemiripan diantara beliau dengan kekasihnya. Kecuali postur tubuh yang sama-sama mini.

"Kenapa gak ngasih tau Mama kalo kamu punya pacar?" Setelah lama terdiam akhirnya Mega mengeluarkan suaranya, sempat membuat Arlan tersentak sejenak sebelum akhirnya kembali tenang ketika melihat Mima yang justru menunjukan reaksi santai.

Mima yang sedang mengunyah makanannya menatap ke arah sang Mama. "Kan kita baru pacarannya, Ma. Mama juga udah ketemu sama Mas Arlan waktu di rumah sakit, kan? Emang gak ngobrol gitu? Ngapain buru-buru dikenalin ke orang tua? Lagian Mama suka bawel kalo aku deket sama cowok," celetuknya terkesan kurang ajar. Tapi agaknya Mega nampak terbiasa dan tidak tersinggung sama sekali.

"Ya harus, dong! Masa gak mau dikenalin sama Mama? Emangnya gak butuh restu Mama? Waktu di rumah sakit kondisinya rusuh, gak sempat Mama ngobrol banyak sama Arlan." Tatapan Mama Mima menghunus ke arah Arlan, membuat pria itu langsung menyentuh dadanya.

"Maaf, Tante. Sebelumnya karena hubungan kami masih baru, jadi belum sempat memberitahu pihak keluarga. Salah saya juga waktu itu gak ngasih tau Tante." Arlan seperti sedang berhadapan dengan rektor saking gugupnya.

Mama Mima menautkan alisnya. "Emangnya niatnya mau kapan dikasih taunya? Kalo udah serius kan mau masih baru atau enggak, harusnya kabar-kabari. Apalagi Mima anak perempuan saya satu-satunya loh, jangan main-main!" Mima merotasikan bola matanya, inilah alasannya Mima belum mau memberitahu punya pacar. Lagian waktu di rumah sakit kan mereka belum resmi pacaran.

"Saya gak main-main, Tante."

"Ma, kita emang gak seburu-buru itu. Emang mau kemana, sih? Ya, kita masih menikmati waktu pacaran gitu loh, makanya gak ngasih tau keluarga. Takutnya rempong nih, kayak Mama!" Arlan menyikut pelan lengan Mima membuat wanita itu melotot ke arahnya.

"Ngomongnya gak boleh gitu sama Mama kamu!" tegurnya dengan pelan namun masih dapat didengar oleh Mama Mima.

Wanita paruh baya tersebut lantas mengibaskan tangannya. "Kamu jangan heran, Nak Arlan! Mima emang begitu sama Mamanya, masih mau pacaran sama anak saya?"

"Mama, ih!"

Arlan mengumbar senyumannya. "Jemima perempuan baik, Tante." Meski terkadang menyebalkan dan keras kepala, lanjutnya dalam hati sambil mempertahankan senyumannya.

Mama Mima menggeleng-gelengkan kepalanya lalu tersenyum tipis. "Kalian satu kantor, ya?" Nada bicaranya kali ini terdengar lebih keibu-ibuan setelah sebelumnya seperti teman sebaya.

My Beloved Staff (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang