Bagian 43

48.3K 2.9K 83
                                    

Tahu bagaimana rasanya hidup, tapi tidak seperti hidup?

Ya, itu yang Lova rasakan saat pertama kali ia membuka kedua matanya setelah waktu yang begitu lama. Badannya terasa begitu berat dan sulit untuk digerakan, bahkan untuk membuka mulut pun dia tak mampu hingga akhirnya menyerah dan memilih diam, dengan harapan seseorang akan segera menemukannya.

Orang pertama yang melihatnya sadar adalah seorang wanita berpakaian khas seorang perawat dan Lova tahu bahwa dirinya tengah berada di rumah sakit. Tidak tahu apa yang dokter bicarakan dengan seseorang yang mengakui diri sebagai walinya, sampai akhirnya Lova memahami bahwa kini kondisinya tidak sama seperti dulu lagi.

Hal yang masih ia syukuri adalah, dia masih dapat mengingat hal terakhir meski butuh waktu beberapa lama dari waktu sadar. Mengenali orang yang menjaganya dan juga adik-adiknya, meskipun tubuhnya tidak dapat bergerak dan juga kesulitan berbicara.

Entah Lova beruntung atau justru ini adalah hukuman baginya.

"Bagus kan, pemandangannya?" Lova menatap lurus ke depan, kedua kelopak matanya mengerjap beberapa kali.

Septian membawanya keluar dari ruangan untuk menghirup udara segar setelah begitu lama. Taman rumah sakit terlihat indah dengan bunga-bunga serta beberapa ekor kucing yang terlihat bermain di sana. Lova setuju, pemandangannya sangat bagus.

"Kamu gak usah khawatir. Mulai sekarang saya yang akan urus semuanya. Kamu, dan adik-adik kamu. Jadi, fokus pada penyembuhan, ya?" Pandangan Lova tertuju pada tangannya yang tengah digenggam oleh Septian, pria yang dia anggap tidak lebih dari seorang hidung belang yang membayarnya sama seperti pria-pria lainnya.

Saat kecelakaan, Lova sudah ikhlas kalau pun kehidupannya harus terhenti sampai disitu. Toh, dia merasa sudah menyiapkan cukup tabungan bagi adik-adiknya, setidaknya mereka tidak akan begitu kesulitan, kan?

Dilempar ke dalam neraka pun Lova tidak akan mengeluh karena telah menafkahi kedua adiknya dengan hasil haram, yang dengan polosnya hanya mereka ketahui jika kakak mereka bekerja keras secara halal. Lova sudah sepasrah itu.

Tapi ternyata usianya masih harus terus berlanjut dan tanpa bisa ditebak yang datang untuknya justru pria ini.

Lova menatapnya dengan lekat. Berbagai pertanyaan kini bermunculan dalam benaknya.

Mengapa Septian mau melakukan ini?

Apa alasan pria tua itu mau repot mengurus dan bertanggung jawab atasnya?

Apa dia tidak membenci Lova yang sudah sering menghinanya?

Yang sayangnya semua itu hanya dapat Lova lantunkan dalam hati tanpa mendapat jawaban apapun.

Di hari berikutnya, Lova kedapatan tamu yang tidak pernah dia sangka-sangka kehadirannya. Malahan Lova pikir dia tidak akan pernah bertemu lagi dengan orang tersebut, namun melihatnya berdiri tepat dihadapannya dalam kondisi baik-baik saja, muncul kelegaan dalam sudut hatinya paling dalam.

"Gue seneng karena lo memilih gak nyerah. Selamat datang kembali, Lova." Suara itu seperti alunan melodi menyedihkan yang menyayat hati bagi pendengarnya, hingga mau tak mau cairan bening mengalir begitu saja melalui sudut matanya.

Mima, wanita itu berjongkok dihadapan Lova yang duduk tak berdaya di atas kursi rodanya. Tangannya terulur menggapai tangan kurus Lova dan menyalurkan kehangatan pada gadis itu.

"Makasih," ucap Mima dengan nada lirih. "Makasih karena udah mencoba selamatin gue. Meskipun hubungan kita gak pernah baik, makasih karena udah jadi musuh yang gak nyerang disaat gue lemah. Gue ... udah maafin lo."

Kedua mata Lova terpejam, membiarkan aliran air mata merembes ke pipi hingga lehernya.

Andai bisa Lova ulang waktu, banyak hal yang ingin ia rubah. Salah satunya adalah, menjadi manusia yang tidak pernah menyakiti siapapun.

My Beloved Staff (TAMAT)Where stories live. Discover now