BAB III

28.7K 3.5K 101
                                    

Karena Sarah Bakker adalah murid sekolah kami, kepala sekolahku langsung menyetujui ketika aku dan teman-teman sesama penyuka novel Peter Rain, mengajukan permintaan untuk mendirikan Komunitas Hujan.

Komunitas ini berdiri sejak kira-kira satu tahun yang lalu. Pencetus awalnya tentu saja Megan. Dia memang selalu punya ide-ide yang (ehm, oke deh, kuakui) hebat. Awalnya aku meragukan idenya karena aku tidak yakin ada banyak murid yang menyukai novel Peter Rain seperti aku dan dia. Namun akhirnya, Megan meyakinkanku dengan membawa semua orang yang dia tahu menyukai novel Peter Rain, dan terbentuklah Komunitas Hujan.

Awalnya kami hanya terdiri dari dua puluh anggota. Lama-lama, anggota kami terus bertambah sampai akhirnya sekarang Komunitas Hujan terdiri atas seratus enam puluh satu anggota, dengan aku sebagai ketuanya dan Megan sebagai wakilku. (Awalnya aku bingung kenapa Megan tidak ingin menjadi ketua. Sekarang aku mengerti. Menjadi ketua itu sangat melelahkan, menguras tenaga, waktu, pikiran, dan semacamnya. Harusnya aku sudah tahu akan hal itu sebelumnya. Dasar Megan.)

Awalnya kegiatan tetap Komunitas Hujan adalah membaca bersama saat hujan turun. Tidak harus membaca novel Peter Rain, apa saja boleh kau baca pada saat hujan turun. Lalu pada saat hujan berhenti turun, saatnya kami mengobrol sambil mendiskusikan bacaan yang baru saja kami baca.

Menyenangkan sekali, memang. Namun sejak tiga bulan yang lalu, kegiatan tetap maupun acara besar Komunitas Hujan berhenti sampai sekarang. Namun, bersiaplah, karena Komunitas Hujan akan kembali dengan acara yang sangat hebat.

[']

"Jadi, kita akan menyelenggarakan suatu acara untuk menanggapi tantangan Sarah Bakker di situsnya itu?" tanya Leo. Pemuda berkacamata itu tampak sama bersemangatnya dengan semua orang dalam ruangan ini.

Kami sekarang sedang mengadakan rapat mengenai acara yang akan kami selenggarakan. Tidak semua anggota ikut rapat, tentu saja. Hanya beberapa anggota inti Komunitas Hujan.

Aku mengangguk. Menyebabkan kunciranku bergoyang. "Yap. Kurasa karena kita sempat tidak menyelenggarakan acara apapun selama berbulan-bulan, dana kita masih tersisa cukup banyak. Apakah aku benar, Ayu?"

Ayu, yang kepadanya kalimat terakhirku aku tujukan, mengangguk sambil tersenyum lebar. Bendahara Komunitas Hujan itu berkata, "Benar. Dananya masih tersisa banyak. Lebih dari cukup untuk mengadakan acara besar."

"Kuharap kita bisa mengundang Sarah Bakker," kata Isha sambil memamerkan cengiran andalannya. "Pasti akan hebat sekali."

"Tentu saja," jawab Megan. "Itu bisa diusahakan. Aku masih menyimpan nomor telepon Sarah Bakker."

"Kau yakin dia belum berganti nomor telepon?" tanya Kenzo, berusaha menganggu Megan.

Megan mendelik dengan sebal. "Aku yakin," jawabnya.

"Masa?" tanya Kenzo. "Jangan sampai kau salah menyimpan nomor. Jangan-jangan itu nomor pesan antar Burger King dan kau salah membaca jadi Bakker."

Megan memutar kedua bola matanya. "Aku bukan kau," katanya. "Aku tidak setolol itu."

Sebelum Kenzo bisa mengatakan apa-apa lagi, Ayu bertanya, "Di mana Karen? Aku baru sadar dia tidak ada bersama kita di sini."

Sontak semua kepala langsung menoleh ke sana-ke mari untuk mencari Karen. Seolah-olah gadis itu bisa muncul kapan dan di mana saja.

"Oh," seru Isha sambil menepuk jidatnya. "Aku baru ingat."

Sontak, kami semua langsung menoleh kepada Isha.

"Ingat apa?" tanya Leo.

"Tadi aku melihat Karen bersama pacarnya—yang aku lupa siapa namanya—di aula sekolah. Aku lupa bahwa aku seharusnya memanggilnya dan mengajaknya ke sini," jawab Ayu.

Kami semua mengangguk-angguk. Kecepatan (atau kelambatan? Soalnya kan sama sekali tidak cepat) berpikir Ayu memang selambat siput yang berjalan dengan malas. Jadi yah, begitulah.

Jadi Karen sudah memiliki seorang pacar. Kecuali Peter Rain nyata, aku sendiri tidak yakin apakah aku akan memiliki pacar atau tidak. Lagi pula siapa peduli? Bagiku Peter Rain akan dilahirkan lagi dan sekarang, aku hanya harus fokus pada acara ini, agar Peter Rain bisa terlahir dengan hebat.

"Ya sudahlah. Mungkin sebentar lagi dia akan menyusul," kataku. Kemudian aku bertanya, "Ada usul untuk nama acara?"

"Ah! Aku punya usul!" seru Leo sambil memainkan pensil di tangannya. Matanya menatap kami bergantian. "Aku menyarankan, Peter Rain is Back! Bagaimana?" usulnya dengan bersemangat.

Tawa Kenzo langsung berderai. "Serius Bung, kau bercanda, kan?" tanya Kenzo sambil menepuk-nepuk pundak Leo. "Aku tidak percaya kau sesempit itu."

Leo menatap Kenzo dengan sinis. "Memangnya kau punya usul nama acara yang lebih bagus?" tanyanya.

"Tentu," jawab Kenzo. "Usulku begini, Take Your Umbrella! Rain is Coming!"

Aku mengerutkan dahiku. "Terlalu panjang. Akan lebih bagus kalau saranmu itu dijadikan subjudul saja."

"Bagaimana dengan Raining Outside?" usul Megan. "Karena Sophie memang selalu menunggu hujan di luar bukan? Dia selalu duduk di balkon sambil menatap kamar Peter yang berada persis di seberang kamarnya, hanya selang beberapa meter."

"Itu bagus," kata Isha. "Aku menyukainya. Judul itu sangat cocok. Tidak mungkin ada judul yang lebih cocok."

"Terima kasih," kata Megan.

"Aku punya ide," kataku setelah berpikir sejenak. "Bagaimana dengan Next Door to the Rain? Aku mendapat ide ini dari ucapan Megan yang mengingatkanku bahwa Sophie dan Peter adalah tetangga. Jadi, kenapa tidak ini saja judulnya? Lagipula, Next Door to the Rain seperti benar-benar menggambarkan kedekatan Peter Rain—menandakan bahwa Peter memang dekat dengan kita," jelasku.

Teman-temanku berpandangan. Akhirnya Megan berkata, "Aku benci mengatakan ini. Tapi kali ini, idemu memang lebih hebat daripada ideku. Jadi, ayo kita pakai nama ini."

"Yap. Aku suka Next Door to the Rain," kata Isha. "Kurasa judulnya sangat cocok. Tidak ada judul yang lebih cocok."

Aku tertawa dalam hati. Dasar Isha. Bagaimanapun juga, aku berkata, "Terima kasih."

"Jadi nama acara kita kali ini Next Door to the Rain?" tanya Leo memastikan. Dia bersiap-siap mencatat mengingat dirinya adalah sekretaris. (Walaupun kalau kau mengintip catatan yang dikerjakan Leo, kau akan menemukan lebih banyak gambar-gambar tidak jelas ketimbang tulisan yang penting.)

Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling. "Bagaimana? Semuanya setuju?"

Semua orang di ruangan itu menangguk. Maka, aku menoleh kepada Leo dan mengangguk. "Yap. Nama acara kita kali ini adalah Next Door to the Rain."[]

a.n
tokoh utama cowoknya masih kusimpan dulu ya wkwk




Next Door to the RainWhere stories live. Discover now