BAB XXX

14.3K 2.5K 381
                                    

Pihak sekolah menyetujui acara kami. Aku senang sekali. Seharian ini, aku tidak bisa tidak tersenyum, tertawa, atau bersikap menyenangkan. Semua ini benar-benar melegakan.

"Kau tampak senang sekali," komentar Nathan ketika kami sedang menghabiskan jam hukuman kami di perpustakaan.

"Bagaimana bisa aku tidak senang?" tanyaku. "Aku tidak percaya sekolah benar-benar mengizinkan acara Komunitas Hujan diadakan lagi. Maksudku, setelah kejadian waktu itu, yah, aku tidak yakin pihak sekolah akan memberikan izin. Tapi oh, ya ampun. Aku benar-benar senang."

Nathan tersenyum. Dan dia benar-benar tersenyum. Seperti waktu dia tersenyum di perpustakaan waktu itu—ketika kami sedang membicarakan Nada. Dengan senyumnya itu, aku bisa membayangkan bagaimana jika Nathan memutuskan menjadi cowok yang baik. Cowok yang mendapatkan nilai bagus di kelas. Tidak pernah terkena hukuman dari Bu Neli.

Aku bahkan merasa bisa melihat Nathan menjadi sosok kakak yang baik. Kakak menemani adiknya ke acara adiknya walaupun dengan wajah mengantuk—tapi dengan senyum di wajahnya. Dia bisa menjadi cowok baik yang tidak sinis atau menyebalkan. Kalau dia mau.

"Apakah kau tidak ingin mengucapkan terima kasih padaku?" tanya Nathan sambil mengangkat alis kanannya. Senyum Anak Baik hilang dari wajahnya.

"Terima kasih," kataku.

"Dan apakah kau tidak merasa ini perlu dirayakan?" tanya Nathan.

"Dirayakan?" ulangku.

"Yep," kata Nathan. "Aku merasa seharusnya kau dan teman-temanmu memesan piza dan mengadakan pesta kecil-kecilan untuk merayakan berdirinya kembali komunitas kalian, dan sekaligus merayakan acara kalian yang akan dilaksanakan lagi."

Aku mengangkat bahu. "Kami biasanya mengadakan perayaan kecil-kecilan kalau acaranya sudah selesai."

"Kenapa tidak sebelum dan sesudahnya?" tanya Nathan.

"Bagaimana kalau kami sudah mengadakan perayaan dan acaranya gagal? Bagaimana kalau kami sudah merayakan acara Next Door to the Rain waktu itu padahal acaranya akan gagal?"

"Ya justru itulah intinya," kata Nathan. Tampaknya dia tidak menyadari aku barusan menyindirnya. "Kalau kau menunggu acaramu berhasil untuk mengadakan perayaan dan acaramu gagal, kau tidak akan mengadakan perayaan sama sekali."

Aku mengangkat bahu. "Bagiku perayaan tidak terlalu penting."

"Bagiku penting sekali," kata Nathan. "Aku selalu mengadakan perayaan sebelum bertanding basket. Dan sesudahnya, kalah ataupun menang—walaupun lebih sering menang—kami tetap akan mengadakan perayaan."

"Itu kan kau."

"Sekarang aku bagian dari kalian. Ayo adakan perayaan sepulang dari sini," kata Nathan.

"Hari ini?"

"Setelah hukuman hari ini selesai," kata Nathan.

"Aku tidak yakin anggota-anggota yang lainnya bisa ikut," kataku. "Kebanyakan dari mereka ada urusan atau terlalu malas keluar dari rumah."

"Ya sudah kita berdua saja," kata Nathan. "Perayaan tidak harus secara besar-besaran. Aku akan mentraktir es krim untuk kita berdua."

[']

Nathan membawaku ke salah satu kedai es krim di dekat sekolah. Dia berkata, dulu Nada sering mengajaknya ke kedai ini untuk membeli es krim. Dan hari ini adalah pertama kalinya Nathan kembali ke kedai ini setelah Nada pergi.

"Kau mau es krim rasa apa?" tanya Nathan. Kami berdua sedang berdiri di depan tong-tong es krim.

"Ada yang bisa kubantu?" tanya seorang pemuda yang tidak mungkin lebih tua dari kami. Dia berdiri di belakang tong-tong es krim dengan seragam pelayannya.

"Aku mau es krim tiga scoop rasa cokelat, moka, dan cokelat," kata Nathan.

"Tiga scoop?" tanyaku.

"Ya," kata Nathan. "Kau juga akan kutraktir es krim tiga scoop. Cepat pilih rasa es krimmu."

"Baiklah," kataku. "Green tea, mint, dan cokelat."

Nathan tampak terkejut lalu tersenyum kecil.

"Ada apa?" tanyaku. Pemuda di hadapan kami sedang membuat pesanan kami.

"Nada juga selalu memlih rasa green tea, mint, dan cokelat."

Aku membelalak. "Wow."

"Ini." Pemuda tadi menyerahkan es krim kami.

"Terima kasih," kataku. Nathan sudah berjalan mendahuluiku dan memilih salah satu tempat duduk.

"Kuharap Nada ada di sini sekarang," kata Nathan ketika aku duduk di hadapannya. "Dia benar-benar cocok denganmu."

Aku memasukkan sesuap es krim ke dalam mulutku. "Dia terdengar menyenangkan."

"Dia memang menyenangkan," sahut Nathan.

"Kalau begitu, kenapa kau membenci Peter Rain?" tanyaku. "Aku cukup yakin Nada tidak ingin kau membenci Peter Rain."

"Aku tahu," kata Nathan. "Aku hanya tidak bisa menahannya. Peter Rain selalu mengingatkanku akan kematian Nada."

Aku memasukkan sesuap es krim ke dalam mulutku. "Aku cukup yakin, dari cerita-ceritamu, Nada pasti akan senang sekali kalau tahu kau masuk dalam komunitas penggemar Peter Rain."

"Tapi aku bukan benar-benar penggemar Peter Rain."

"Sebenarnya, kalau kau ingin benar-benar menjadi anggota Komunitas Hujan, kau harus menjadi penggemar Peter Rain," kataku.

Nathan mengangkat bahu. "Aku tidak suka Peter Rain. Dia aneh."

"Kau harus," kataku. "Atau setidaknya, kau harus membaca novelnya."

Nathan memutar kedua bola matanya. "Aku tidak suka membaca novel."

"Kalau begitu kau yang aneh. Bukan Peter Rain."

Nathan memasukkan sesuap es krim ke dalam mulutnya. Ia tampak sedang berpikrir. Beberapa saat kemudian, dia menatapku sambil memasang cengiran di wajahnya.

"Apa?" tanyaku sambil menatapnya dengan curiga.

"Bagaimana kalau kau membacakan novel itu untukku?"[]





Next Door to the RainWhere stories live. Discover now