Epilog

23.8K 3K 293
                                    

Masih ingat acaraku? Acara Next Door to The Rain yang gagal diadakan dua kali itu? Acara yang diadakan karena Sarah Bakker akan meluncurkan novel Mr. Peter Rain sebagai penutup dari serial Peter Rain, dan dia menginginkan para penggemarnya menunjukan minat mereka?

Novel Mr. Peter Rain itu akhirnya dirilis. Hari ini. Dan bulan lalu, Sarah Bakker menghubungi Komunitas Hujan untuk mengadakan acara kami di sebuah toko buku. Dia berkata, dia akan meluncurkan bukunya di acara kami.

Komunitas Hujan benar-benar senang. Kami bersemangat sekali mengatur acara ini. Maksudku, bagaimana tidak? Nathan juga sudah menjadi anggota tetap Komunitas Hujan dan dia membuat pai moka lagi kemarin.

Omong-omong soal Nathan, kami akhirnya berkencan. Sejak kejadian yang benar-benar memalukan diriku di aula waktu itu, kami berkencan. Orangtuaku benar-benar senang. Kurasa bukan karena Nathan adalah cowok yang nyata saja. Kurasa mereka memang menyukai Nathan.

Megan salah soal tiga bagian diriku yang waktu itu dia katakan. Aku sekarang sadar, bahwa sejak awal, aku memang tidak pernah membagi-bagi diriku seperti itu. Dari awal, dua pertiga diriku sudah menyukai Nathan. Sepertiga diriku yang lain, hanya terlalu bodoh untuk mengikuti dua pertiga diriku yang menyukai Nathan. Terlalu bodoh untuk mengetahui kemana dia harus pergi. Tapi sekarang, dia sudah tahu dan sudah berada di tempat yang seharusnya. Akhirnya.

[']

"Di mana Nathan?" tanya Megan sambil melihat melalui bahuku. "Seharusnya dia sudah datang. Acaranya akan dimulai sebentar lagi."

"Kalau kau mengkhawatirkan pai mokanya, tenang saja. Pai itu sudah ada di meja." Aku menunjuk deretan pai-pai moka buatan Nathan di salah satu meja yang terletak tidak jauh dari kami.

Megan menghembuskan napas lega. "Baguslah," katanya. "Tapi omong-omong, di mana Nathan?"

"Kurasa dia sedang menemui teman-temannya," jawabku.

Megan mengangguk. Ia senang sekali ketika tahu aku dan Nathan akhirnya berkencan. (Dia orang yang pertama kali tahu, omong-omong.) Dia sendiri akhirnya sudah berkencan dengan Kenzo. Baru-baru ini. Kira-kira dua minggu yang lalu. Aku senang sekali mendengarnya. Megan layak mendapatkan itu.

"Ana! Megan!" Ayu memanggil kami dari arah kerumunan orang-orang.

"Ada apa?" tanyaku.

"Kemari. Ada yang perlu dibicarakan dengan seluruh anggota inti sebelum acaranya dimulai," kata Ayu.

"Baiklah," sahut Megan.

Kami belum berjalan beberapa langkah ketika seseorang menahan lenganku. Aku menoleh. Nathan.

Megan juga menoleh dan tersenyum ketika melihat Nathan. "Aku duluan, ya." Kemudian dia menghilang di tengah kerumunan orang-orang.

"Ada apa?" tanyaku.

"Kau mau ke mana?" tanya Nathan.

"Ada yang harus dibahas dengan anggota inti sebelum acara dimulai," jawabku. "Kau tunggu saja di sini."

Aku hendak melepaskan lenganku, tapi Nathan malah mencengkramnya lebih erat.

"Apa?" tanyaku.

Nathan tidak menjawab. Matanya menatap kerumunan orang-orang di depan kami. Aku tiba-tiba mengerti. Toko buku. Kerumunan orang. Dia pasti teringat akan Nada.

Aku tersenyum untuk menenangkannya. "Tenang saja. Kerumunan ini tidak terlalu ramai. Aku akan baik-baik saja."

Nathan menatapku lekat-lekat. Aku tidak bisa mengartikan tatapannya itu. Akhirnya ia berkata, "Tidak. Kau mau berjalan melewati kerumunan orang sialan ini? Baik. Tapi aku tidak akan melepaskanmu."

Nathan mengenggam tanganku kemudian menuntunku melewati kerumunan orang-orang. Tadi aku benar-benar yakin aku akan baik-baik saja tanpa Nathan perlu menuntunku. Tapi sekarang, aku yakin bahwa aku benar-benar butuh Nathan untuk menuntunku, karena untuk sesaat, aku merasa benar-benar aman dengan tangannya yang menggenggam tanganku.

Kami akhirnya berhasil melalui kerumunan orang-orang itu. Dan aku membiarkan Nathan memelukku sesaat. Sesaat yang membuatku sadar, bahwa Nathan akan selalu memberikan rasa aman kepadaku. Selama yang dia bisa.

Dia mungkin hanya menggam tanganku sesaat. Hanya memelukku sesaat. Hanya menciumku sesaat. Tapi aku bisa mendengarnya berjanji. Janji yang tidak pernah ia ucapkan keras-keras. Janji yang tersirat melalui ucapan-ucapannya. Melalui tatapannya.

Janji bahwa ia akan selalu berusaha membuatku merasa aman. Tidak hanya untuk sesaat.[]

Next Door to the RainWhere stories live. Discover now