BAB XXXVII

14.6K 2.7K 515
                                    

Hei. Aku benar-benar meminta maaf soal segalanya. Walaupun sebenarnya aku juga tidak terlalu yakin untuk apa aku meminta maaf. Tapi kau marah padaku. Jadi kurasa aku harus meminta maaf—entah untuk apa. Aku hanya berharap kau tidak marah padaku.

Aku bukan penulis yang baik (maksudku secara harfiah. Karena tulisanku agak berantakan, kuakui itu) jadi aku tidak akan menulis banyak-banyak—mungkin.

Oke, jadi, aku akan meluruskan beberapa hal untukmu.

Aku pernah bilang kalau kau mengingatkanku pada Nada. Aku meminta maaf padamu karena aku tahu, kalau kau memaafkanku, Nada akan memaafkanku juga. Beberapa hari yang lalu aku tahu itu salah. Kau adalah kau. Nada adalah Nada. Mungkin kalian memang mirip, tapi tidak sama. Aku tidak mungkin mencium adikku sendiri. Jadi aku benar-benar meminta maaf padamu—bukan pada Nada.

Soal ciuman itu, aku benar-benar minta maaf kalau aku membuatmu marah (aku sering berpikir sebenarnya yang membuatmu marah adalah ciuman itu. Apakah itu benar?) Aku ingat kau berkata bahwa apa pun yang kuinginkan akan terjadi. Kurasa itu tidak benar. Aku ingin kau memaafkanku, kau tidak memaafkanku. Lihat kan? Kau mengacaukan segalanya! Seharusnya mungkin aku bisa mendapatkan semua yang kuinginkan dan mendapat penghargaan dunia sebagai Orang yang Selalu Mendapatkan Apa yang Diingkannya, tapi kau merusak kesempatan itu.

Dan alasanku menciummu, yah, apa yang kukatakan waktu itu memang benar. Aku ingin berhenti mendengarkan omong kosong tidak jelasmu itu. Aku juga ingin membuatmu berhenti menangis. Tapi kurasa aku salah. Sedetik setelah mengucapkan kalimat itu, aku bertanya pada diriku sendiri: memangnya kenapa kalau Ana terus menangis? Tinggalkan saja! Dia hanya akan merusak gendang telingamu dengan suara tangisannya yang menyedihkan itu!

Tapi aku sama sekali tidak menyesali perbuatanku. Bahkan kalau memang ciuman itu yang membuatmu marah, aku sama sekali tidak menyesalinya. Bagiku ini semacam perayaan. Aku harus merayakan sebelum sesuatu yang penting terjadi, kalau tidak begitu, bisa-bisa aku tidak merayakan sama sekali. Kalau sesuatu yang penting itu berjalan dengan baik, aku akan merayakannya lagi. Kurasa menciummu juga seperti itu. Aku menciummu saat itu daripada tidak pernah sama sekali. Kalau kau tidak marah lagi (dan mengizinkanku), aku akan menciummu lagi.

Kau mungkin menganggapku sinting atau apa. Kurasa aku memang sinting. Dan setelah kupikir-pikir lagi, kaulah yang membuatku sinting. Jadi, kalau suatu hari aku berada di rumah sakit jiwa, aku akan berkata pada pegawai di bagian administrasi rumah sakit (yang memakai perahu kertas di kepalanya), kalau kau yang akan membayar biaya pengobatanku.

Kurasa mungkin aku menyukaimu. Rasanya beda dengan Nada. Sama sekali dan jauh berbeda. Apalagi dengan Nayla (huh). Awalnya itu cuma pikiran menyeramkan sehingga aku melupakannya saja. Tapi tahu-tahu, setelah berhari-hari tidak memikirkannya, salah satu teman basketku mengatakan bahwa aku mungkin menyukaimu sehingga aku memikirkannya lagi. Aku memang tidak terlalu pintar dalam memikirkan apa pun (lihat kan, aku mengakuinya?), tapi kupikir kali ini pikiranku benar—aku memang menyukaimu.

Aneh sekali! Bahkan menulisnya pun terasa aneh! Aku tidak akan mengatakannya lagi! Tapi kalau kau mau mendengarnya sebagai syarat agar aku bisa menciummu lagi, aku akan mengatakannya. (Tapi kuharap kau tidak memintanya sering-sering).

Jadi, sebenarnya, ini yang daritadi ingin kukatakan—aku menginginkan tiga hal darimu:

1. Aku ingin kau mengembalikan jaketku (kau ingat? Jaket yang kutinggalkan di rumahmu. Kau belum mengembalikannya!)

2. Aku ingin kau memaafkanku.

3. Dan aku ingin kau.

Tolong buat aku memenangkan penghargaan dunia.



n.b kata salah satu teman basketku yang sudah berpengalaman soal cewek, mungkin kau butuh waktu bla bla bla. Ya, aku tidak terlalu mengerti. Tapi kalau memang itu yang kau butuhkan, baiklah. Katakan saja 'ya' padaku kalau kau sudah siap memaafkanku, sudah siap menuruti keinginanku (dan sekalian kembalikan jaketku, ya. Itu jaket kesayanganku). Dan sampai saat itu, aku tidak akan menganggumu lagi.

-N.A

Next Door to the RainWhere stories live. Discover now