BAB V

21.4K 3.2K 99
                                    

Pagi-pagi sekali aku sudah berada di sekolah. Kalau bukan gara-gara Megan yang mencetuskan ide bahwa sebaiknya kami segera menempelkan poster di sepenjuru sekolah, mungkin aku masih tidur nyenyak di kasurku sekarang.

Iya, gara-gara Megan, aku harus berangkat pagi-pagi untuk menempelkan poster-poster menyebalkan itu di sepenjuru sekolah.

"Memangnya tidak bisa nanti siang saja, ya?" keluhku ketika Megan menyerahkan setumpuk poster kepadaku.

"Tidak. Tidak akan jadi kejutan kalau seisi sekolah melihatmu menempelkan poster itu di dinding-dinding sekolah," jawab Megan sambil menyerahkan setumpuk poster lainnya kepada Leo.

Leo menerima tumpukan poster itu sambil tersenyum lebar. "Aku setuju dengan Megan," kata cowok itu.

Megan menatapku sambil tersenyum lebar. Raut wajahnya seolah-olah berkata, "Kubilang juga apa."

Aku mendengus dengan sebal.

Segera setelah semua orang di ruangan itu menerima tumpukan poster mereka masing-masing, satu per satu dari kami pergi meninggalkan ruang berkumpul kami yang letaknya bersebelahan dengan ruang berkumpul tim basket.

Ah, tim basket lagi. Menyebalkan sekali, sih! Setiap kali terpikirkan olehku kata-kata 'tim basket', satu-satunya hal yang kupikirkan adalah Nathan dan betapa menyebalkan sikap cowok yang satu itu.

Aku berjalan dengan cepat melintasi ruang basket. Sekilas, mataku menatap cahaya dari dalam ruangan lewat celah pintu yang sedikit terbuka. Tapi aku tidak ambil pusing. Toh, mau mereka datang kelewat pagi, pulang kelewat malam, atau tidak datang dan tidak pulang sama sekali, bukan urusanku juga.

Sejak Nathan membuatku sebal, seluruh anggota tim basket dan olahraga basket itu sendiri, kutetapkan menjadi hal paling menyebalkan dalam hidupku.

[']

Aku sedang akan menempelkan poster di dinding depan toilet cowok ketika pintu toilet tiba-tiba terbuka dan muncullah sosok yang paling tidak ingin kulihat selama sisa hidupku.

Nathan Adinata.

Dia langsung menoleh kepadaku lalu mengerutkan dahinya. "Bisa tidak sih, kau tidak memelototiku terus seperti itu?"

Memangnya aku melotot, ya? Aku tidak merasa aku melotot. Tapi ah, siapa sih yang peduli?

"Memangnya kenapa kalau aku melotot?" balasku sambil kembali fokus ke poster yang akan kutempel.

"Wajahmu jadi tambah jelek," jawabnya sambil memasukkan kedua tangan ke dalam saku celananya. Dia selalu melakukan itu. Pasti itu dia lakukan untuk menambah kekerenan dirinya atau apalah.

Kuberitahu ya, dia sama sekali tidak keren. Dan gerakannya itu tidak memengaruhi apa pun dalam dirinya—kecuali bahwa gerakannya itu ingin membuatku meninju wajahnya—andai saja aku petinju yang andal atau semacamnya, masalahnya jika aku meninju wajahnya, aku yakin, jari-jariku yang akan patah, dan Nathan hanya akan mengelap wajahnya seolah-olah tanganku adalah sumber semua kekotoran yang ada di dunia atau apalah.

Jadi karena aku genius akan keselamatan hidupku dan sebagainya, alih-alih meninjunya aku menukas, "Memangnya kenapa? Memangnya kau peduli kalau wajahku bertambah jelek?"

"Mengotori pandanganku terhadap dunia," jawab Nathan sambil mendengus sebal. Seolah-olah, dia yang berhak sebal.

Halo? Seharusnya, kalau otak Nathan normal dan bekerja dengan baik, tentu dia akan tahu bahwa aku yang seharusnya sebal. Dan aku yang seharusnya mendengus akan kehadiran dirinya. Lagi pula, kurasa dia yang mengotori pandanganku terhadap dunia.

Aku sama sekali tidak habis pikir terhadap cewek-cewek yang menganggap Nathan Adinata tampan. Rambutnya yang  tidak jelas itu acak-acakan seperti tidak punya sisir rambut saja. Raut wajahnya selalu seperti dia hendak menyindir apapun yang ada di depan matanya. Dan dia jarang tersenyum—oke, maksudku, dia jarang tersenyum untuk kebaikan dan semacamnya. Kalau kau bertanya apakah dia sering tersenyum mencemooh, ah, bahkan Mnemosyne* juga akan lupa dihitungan keberapa ribu.

"Ya sudah, tidak usah melihatku kalau begitu," balasku. "Aku juga tidak mau melihatmu."

"Siapa bilang aku ingin melihatmu?" balas Nathan sambil menatapku seolah-olah aku ini kotoran cicak atau apa. "Aku hanya mengikuti panggilan alam ke toilet dan sewaktu aku keluar tiba-tiba, aku melihatmu berdiri di depan toilet entah untuk—tunggu sebentar." Nathan tiba-tiba menghentikan ucapannya begitu saja.

Aku mengangkat alis kananku. "Apa?" tanyaku.

"Kau menguntitku, ya?" seru Nathan sambil menatapku dengan ngeri. "Jangan bilang, kau tiba-tiba jatuh cinta padaku lalu kau menguntitku untuk—"

Sebelum aku mendengar ucapan absurd Nathan berikutnya, aku melemparkan selembar poster dari tumpukan di sebelah kakiku ke wajahnya. Nathan menangkap poster itu sambil menatapku dengan tatapan bertanya-tanya.

"Sampai Aphrodite jadi perempuan terjelek di dunia pun, aku tidak akan pernah jatuh cinta padamu. Jadi jangan mimpi," gerutuku. "Lagi pula, aku di sini untuk menempelkan poster-poster untuk acara Komunitas Hujan. Jadi, jangan sok tahu."

"Mimpi? Aku bermimpi kau jatuh cinta padaku?" tanya Nathan sambil menunjukku dengan jari telunjuknya. Wajahnya menunjukkan bahwa dia sedang geli sekali. "Tentu saja aku bermimpi. Kau tahu mimpi apa? Mimpi buruk!"

Aku mencibir.

Kemudian, Nathan mengangkat poster yang tadi kulempar ke wajahnya. Dia membaca poster itu sekilas kemudian berkata dengan nada merendahkan, "Norak sekali acaramu ini," komentarnya.

Aku tidak menghiraukannya. Aku menempelkan poster yang sejak tadi belum kutempel-tempel, lalu mengambil tumpukan poster lainnya dan berniat untuk beranjak pergi ketika Nathan berkata, "Apa sih bagusnya Peter Rain? Aku sama sekali tidak mengerti. Cowok itu terlalu melankolis. Seperti perempuan saja."

Aku tidak menanggapi apa-apa. Tapi aku pergi meninggalkan Nathan dengan perasaan mendongkol. Dia boleh saja mengejekku apapun yang dia mau. Terserah. Aku tidak peduli.

Tapi, aku sama sekali tidak terima kalau dia mengejek Peter Rain.[]



*Mnemosyne (menurut Percy Jackson dibaca NEMO-sign):  Titan dengan ingatan yang sangat bagus. Dia ingat segalanya dan tidak akan pernah membiarkanmu melupakan apapun.
(sumber: Percy Jackson's Greek Gods.)

a.n

Hai, cuma mau ngasih tau, kan harusnya aku update hari Selasa besok, tapi ntar update-nya kuundur jadi Rabu ya, karena aku mau ganti jadwal update jadi Senin, Rabu, Sabtu HEHE. Soalnya aku nggak suka hari Selasa, Kamis, Minggu dan Thank You juga selesai nanti hari Senin/Selasa jadi begitulah HEHE.


Next Door to the RainWhere stories live. Discover now