BAB XXIV

14.3K 2.4K 180
                                    

"Aku pulang," seruku sambil membuka pintu rumah dan melangkah masuk. Aku berjalan menuju dapur untuk mengambil beberapa camilan dan menemukan Mama sedang memasak sesuatu di sana.

"Hai," sapa Mama. "Bagaimana hukumanmu dengan Nathan?"

"Tersisa dua puluh sembilan hari lagi," jawabku sambil berjalan ke meja makan dan mengambil sepotong kue cokelat buatan Mama. Aku memasukkan kue itu ke dalam mulutku."Kue ini enak sekali."

"Terima kasih," sahut Mama. "Dan kembali lagi ke Nathan, apakah kau sudah memaafkannya?"

"Tidak akan."

Mama menoleh dan menatapku lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kau tidak boleh membenci seseorang terus-terusan, Ana."

Aku mengangkat bahuku. "Mungkin suatu saat nanti aku akan memaafkannya. Entahlah." Aku mengambil satu potong kue lagi dan memasukkannya ke dalam mulutku sambil berjalan meninggalkan dapur.

"Ana!" panggil Mama.

Aku menoleh. "Ada apa?"

"Rapikan meja belajarmu," kata Mama sambil mengerutkan keningnya. "Tadi Mama masuk ke kamarmu dan melihat meja belajarmu. Berantakan sekali."

Aku memasang cengiran di wajahku. "Baiklah."

[']

Mama benar. Meja belajarku memang sangat berantakan. Aku harus memindahkan semua barangku ke lantai sebelum menata ulang mejaku.

Aku sudah selesai meletakkan kembali semua alat tulisku, buku-buku pelajaranku, beberapa buku saku berisi catatan-catatan penting, beberapa camilan yang kusediakan khusus untuk kebutuhan malam (kalau aku tiba-tiba terbangun dan merasa lapar), ketika aku menemukan novel Mr. Peter tergeletak di lantai dengan posisi terbalik dan halaman yang terbuka.

Aku memekik tertahan sambil mengambil novelku itu. Dalam hati aku berdoa agar buku itu tetap selamat. Aku mendesah lega ketika tidak melihat lipatan apa pun dalam buku itu.

Aku membolak-balik novel Mr. Peter di genggamanku. Novel pemberian Nathan. Aku bisa saja bertanya kepada Nathan di mana dia mendapatkan novel ini, tapi kurasa itu tidak terlalu penting. Kemungkinan besar, dia memang membelinya di toko barang bekas.

Aku membolak-balik halaman novel itu sampai ke halaman paling depan, tempat nama pemilik novel itu sebelumnya ditulis. Aku membaca namanya dan seketika itu juga aku tertegun. Aku sudah pernah melihat tulisan itu sekilas, tapi aku belum pernah benar-benar memerhatikannya.

Aku membaca nama itu berulang-ulang. Berusaha memastikan apakah pengelihatanku benar.

Nada Adinata.

Siapa Nada Adinata? Aku ingat Bu Neli pernah menyebutkan nama Nada kepada Nathan. Tapi kalau benar Nada adalah ibu Nathan dan beliau memang membaca novel Mr. Peter, aneh sekali ibu Nathan tidak memarahinya ketika Nathan merobek-robek novelku.

Atau mungkin saja, tulisan 'Nada Adinata' itu tulisan Nathan. Dia menulisnya di sana agar aku penasaran dan menanyakan tentang hal ini kepadanya. Kurasa Nathan pasti akan senang jika mengetahui sesuatu yang tidak aku ketahui.

Aku membolak-balik halaman novel itu sampai akhirnya aku menemukan secarik kertas yang ditinggalkan Nathan. Secarik kertas yang berbunyi, 'ini novel edisi lama—kalau-kalau kau tidak tahu.'

Aku membandingkan tulisan itu dengan tulisan 'Nada Adinata' di halaman depan dan... berbeda. Tulisannya berbeda. Tulisan di halaman depan tidak sama dengan tulisan Nathan di secarik kertas yang dia tinggalkan untukku.

Aku duduk di atas kasur sambil memikirkan kemungkinan-kemungkinan lain yang masuk akal. Apakah Nada adik Nathan? Tapi tidak. Nathan adalah anak tunggal. Satu-satunya anak dari keluarga Adinata. Itu yang selalu dikatakan orang-orang—bahwa Nathan adalah anak tunggal dari keluarga kaya yang memiliki segalanya.

Setelah berpikir-pikir, akhirnya kuputuskan bahwa tidak ada salahnya mengecek nama ibu Nathan, hanya untuk memastikan.

Aku bangkit dari dudukku dan bergegas turun menuju meja telepon di ruang keluarga. Begitu sampai, aku langsung meraih buku telepon dan mencari nama Adinata. Berharap menemukan jawaban.

Tapi, tidak. Bukannya mendapatkan jawaban, aku malah semakin bingung. Di buku telepon itu tertulis 'Kevin & Sarah Adinata.'

"Apa yang kau cari, Sayang?" tanya Mama yang tiba-tiba saja sudah berada di ruang keluarga.

Aku menutup buku telepon itu dan meletakkannya kembali di atas meja. "Bolehkah aku bertanya?"

"Kau barusan sudah bertanya," kata Mama sambil tertawa. "Tapi tentu saja."

"Dan tolong jangan anggap aku aneh atau menyeramkan," pintaku.

Mama tertawa lagi. "Tentu saja tidak."

"Siapa nama ibu Nathan?" tanyaku.

Mama tidak menatapku dengan aneh. "Sarah," jawabnya. "Memangnya ada apa?"

"Tidak. Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin memastikan sesuatu," jawabku.

Aku berjalan kembali ke kamarku dengan satu pertanyaan besar mengganjal di kepalaku.

Kalau Sarah Adinata adalah ibu Nathan, siapa Nada Adinata?[]


a.n
 YAY ENGGAK LUPA UPDATE HEHEHEHE. Oke ada beberapa hal yang mau aku kasih tau dan ada yang mau aku tanyain. HEHE.

1) Aku BUKA COVER REQUEST yay

2) Aku nge-post cerita pendek bersambung judulnya Malam Itu di Jembatan. Baca ya kawan-kawan WKWK

3) Pendapat kalian soal Next Door to the Rain sejauh ini?

Dijawab yaa (yang nomor 3, karena nomor 1 sama 2 bukan pertanyaan < yds) WKWK.





Next Door to the RainWhere stories live. Discover now