BAB XXVI

13.9K 2.5K 76
                                    

Terjadi hening cukup lama setelah Nathan menyelesaikan kisahnya. Aku terdiam karena terkejut dan tidak benar-benar yakin apa yang harus kukatakan.

"Begitulah," kata Nathan akhirnya. Ia menyandarkan tubuhnya kemudian berkata, "Jadi sekarang kau tahu kenapa aku membenci Peter Rain."

"Dan kenapa kau selalu mengatakan bahwa orang-orang di barisan paling depan adalah orang-orang yang sombong," kataku.

"Ya."

"Apakah karena itu juga kau membenciku? Karena aku mengingatkanmu kepada Nada?" tanyaku.

Nathan mengangkat bahunya. "Aku tidak terlalu yakin. Sebetulnya, aku bahkan tidak yakin apakah aku membencimu atau hanya membenci novel kesukaanmu itu. Kadang aku memang sebal karena kau adalah salah satu dari orang-orang di kerumunan sialan itu tapi kau selamat, sedangkan adikku tidak. Tapi aku tahu itu pemikiran yang egois sekali. Jadi aku sudah jarang memikirkan hal itu sekarang."

Aku terdiam sejenak. "Maaf. Aku ikut menyesal."

"Tidak apa-apa," kata Nathan.

"Jadi, novel yang kau berikan kepadaku itu novel milik Nada?" Itu bukan benar-benar pertanyaan karena aku sudah tahu jawabannya. Tapi entahlah, kurasa kadang kita tetap perlu menanyakan sesuatu walaupun jawabannya sudah sangat jelas, hanya untuk memastikan.

"Ya," jawab Nathan. "Sebenarnya, aku agak tidak rela harus memberikan novel Nada kepadamu. Tapi setelah kupikir-pikir yah, tidak ada gunanya juga novel itu terus berada di rumah."

"Jadi karena itu kau bersikap dingin dan sinis sewaktu menyerahkan novel Nada," gumamku pelan.

"Apa yang barusan kau katakan?" tanya Nathan. "Aku tidak dengar."

"Tidak." Aku menggeleng cepat-cepat. "Bukan apa-apa."

Nathan menatapku dengan sangsi. Jadi aku memutuskan untuk bertanya, "Omong-omong, kenapa Bu Neli mengenal Nada?"

"Oh," kata Nathan. "Neli juga mengajar di SMP tempat Nada bersekolah," jawabnya. "Dan dia tahu bahwa Nada menyukai Peter Rain, dan bahwa Nada mengalami kecelakaan di peluncuran novel Mr. Rain."

"Kenapa tidak ada yang pernah tahu kalau kau punya adik?" tanyaku.

"Sebelum Nada meninggal, aku memang tidak pernah memberi tahu siapa pun bahwa aku punya adik. Bukan berarti aku menyembunyikan informasi itu. Hanya saja, topik itu tidak pernah hadir di antara aku dan teman-temanku. Ketika Nada meninggal, dan mereka mulai mengenalku—bermain ke rumahku dan sebagainya, mereka tidak menemukan siapa pun selain aku dan orangtuaku, jadi semua orang mengira aku anak tunggal," jelas Nathan.

"Kenapa kau tidak pernah meluruskan informasi itu?" tanyaku dengan heran.

"Untuk apa?" tanya Nathan. "Tidak penting. Biarkan saja mereka memercayai apa yang mereka mau percayai. Aku tidak peduli. Lagi pula, membicarakan Nada dengan orang lain akan membuatku mengingat Nada. Dan aku tidak mau terus-terusan mengingat Nada."

"Maaf. Aku membuatmu bercerita soal Nada," kataku.

Nathan menatapku dengan terkejut—seolah-olah ia baru menyadari apa yang ia katakan sebelumnya. "Oh, aku lupa aku baru saja membicarakan Nada kepadamu," katanya. "Aneh sekali. Tapi, aku tidak merasa keberatan menceritakan Nada kepadamu."

"Kenapa?"

"Aku juga tidak tahu," balas Nathan. "Mungkin karena aku tahu Nada akan suka padamu."

Aku tidak bisa tidak tersenyum.

"Aku kadang suka memikirkan itu, kau tahu. Bagaimana Nada pasti akan menyukaimu. Kau benar-benar tergila-gila dengan Peter Rain, sama seperti dia. Kau mengikuti segala macam perkembangan Peter Rain, begitu juga Nada. Kau juga membawa novel Peter Rain ke mana pun kau pergi," kata Nathan. Ujung-ujung bibirnya sedikit bergerak naik—membentuk senyuman kecil. Bukan senyum sinis seperti yang biasanya ia tunjukkan. Benar-benar senyuman tulus. Rasanya aku ingin berlari dan mengambil kamera untuk mengabadikan momen ini.

"Apa?" tanya Nathan sambil memandangiku. Hilang sudah senyumnya. "Kenapa kau menatapku seperti itu?"

Aku menggelengkan kepalaku. "Tidak ada apa-apa," sahutku. Kemudian—untuk mengalihkan pembicaraan, sebelum Nathan bertanya macam-macam—aku berkata, "Sekarang aku mengerti kenapa orangtuamu mengerti ketika kau merobek-robek novelku dengan alasan kau membenci Peter Rain."

Nathan mengangkat bahunya. "Kedua orangtuaku sama sekali tidak menyalahkanku. Walaupun aku tetap merasa bersalah. Mereka berdua mengatakan bahwa mereka sangat bangga kepadaku karena telah menemani Nada di saat-saat terakhirnya dan berjuang membawa Nada ke rumah sakit, menghubungi semua orang, mengurus urusan dengan beberapa polisi—yang datang setelah kira-kira satu jam sejak kejadian, omong-omong—dan sebagainya. Saat itu, aku merasa kata-kata orangtuaku tidak ada gunanya. Kata-kata mereka tidak akan bisa membuat Nada kembali. Tapi sekarang, aku benar-benar menghargai usaha mereka untuk membuatku merasa lebih baik—ketika mereka sendiri tidak sedang dalam kondisi baik-baik saja waktu itu."

"Kalau Nada melihat perbuatanmu saat itu, dia pasti akan mengucapkan terima kasih," kataku. "Kau kakak yang baik."

"Ya," kata Nathan. Ia mendesah pelan sebelum berkata, "Tapi dia tidak akan menghargai kelakuanku sekarang. Menginjak, merobek, mencoret, melipat dan merusak buku Peter Rain. Aku juga menghancurkan acara Peter Rain dan menyebabkan komunitas Peter Rain bubar," kata Nathan. "Dia pasti akan membenciku."

"Dia tidak akan membencimu. Kau kakaknya."

"Tapi kau membenciku," kata Nathan. "Aku selalu menganggap kau Nada sekaligus bukan Nada. Semacam, kalau kau memaafkanku, dia pasti juga akan memaafkanku. Karena kalian berdua mirip. Dan Nada pasti menyukaimu. Karena itulah aku meminta maaf kepadamu. Agar kau sekaligus Nada memaafkanku."

"Aku memaafkanmu," balasku tanpa berpikir terlebih dahulu. Tapi bahkan, setelah aku memikirkannya, aku tidak menyesal telah mengatakan hal itu.[]




Next Door to the RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang