BAB XIV

15.5K 2.6K 51
                                    

"Ada apa?" tanya Megan begitu aku kembali ke kantin.

Aku kembali duduk di sebelah Karen sambil mengangkat bahuku. "Nathan tadi menyerahkan novel Mr. Peter untuk—"

"Novel apa?" sela Kenzo.

"Mr. Peter," ulangku.

"Hah? Bukannya dia membenci novel itu?" tanya Ayu dengan heran.

"Dia terpaksa menggantinya," kataku. "Dia merusak novel Mr. Peter-ku dua hari yang lalu."

"Bukannya selama ini dia juga merusak novelmu?" tanya Megan. "Kenapa tiba-tiba dia mau menggantikan novelmu? Sama sekali bukan Adinata yang kutahu."

"Dia merobek-robeknya di acara kantor ayahku dan ayahnya," jawabku. "Dan ayahnya membuat Nathan berjanji untuk menggantikan novelku yang dia rusak."

"Merobek?" ulang Isha.

Aku mengangguk.

"Tidak bisa dibiarkan," kata Kenzo sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Keterlaluan sekali."

"Tapi dia sudah menggantinya," kata Megan. "Iya, kan?"

Aku mengangguk. "Tapi dia mengambilnya lagi."

"Ayo kita hampiri dia," kata Leo tidak terima. "Dia tidak bisa seenaknya begitu saja memeperlakukan novel Peter Rain!"

"Benar," sahut Isha. "Dia egois sekali! Tapi itu masuk akal. Karena kurasa dia memang anak tunggal yang manja."

Sebenarnya aku bisa saja membiarkan teman-temanku mengomeli Nathan—pasti asyik sekali melihatnya—tapi, aku tidak bisa melakukan itu. Bagaimana pun juga, aku harus mengatakan bahwa, "Nathan sepertinya mengambil novel itu lagi karena aku tidak terima novel yang diberikan olehnya novel edisi baru."

"Tetap saja!" Leo masih tampak tidak terima. "Memangnya apa yang akan dia lakukan? Mencarikan novel edisi lama?"

"Tidak mungkin," kataku. "Sampai Mnemosyne pikun pun, Nathan tidak mungin mencarikanku novel Mr. Peter edisi lama."

[']

Keesokan paginya, saat aku membuka loker, sesuatu terjatuh. Dengan heran, aku berjongkok dan memungut sesuatu yang terjatuh itu.

Ternyata, itu adalah sebuah buku. Dan bukan buku biasa.

Yang terjatuh dari lokerku adalah novel Mr. Peter edisi lama!

Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling, seolah-olah bisa menemukan siapa pun yang menaruh novel ini di lokerku.

Tidak. Tidak mungkin Nathan. Nathan tidak akan mau repot-repot mencari novel Mr. Peter edisi lama—apalagi hanya untukku. Tapi kalau begitu, siapa?

Apa salah satu temanku dari komunitas? Ya, itu lebih mungkin. Tapi, rasanya nyaris tidak mungkin juga, karena bagaimanapun novel ini kan sudah jarang sekali. Bahkan Leo dan Isha tidak memiliki edisi lamanya.

Aku menunduk dan membolak-balik novel itu di tanganku, sekadar untuk memastikan bahwa semua ini nyata. Bukan khayalanku semata. Aku juga membolak-balik halaman dalamnya—untuk membaca beberapa paragraf—ketika aku sampai di satu halaman yang terdapat secarik kertas.

Aku menarik kertas tersebut lalu membaca isinya.

Ini novel edisi lama—kalau-kalau kau tidak tahu

Dan hanya itu isinya. Ditulis dengan tulisan yang tidak asing, tapi aku tidak bisa mengingat, di mana aku pernah melihat tulisan tangan seperti ini. Aku membolak-balik kertas di genggamanku, untuk mencari siapa penulisnya, namun aku tidak menemukannya.

Apakah mungkin, Rean?

Katanya, cowok itu menyukaiku. Dan kata Nathan, dia tukang gosip. Mungkin seseorang mendengar ucapanku di koridor kepada Nathan, atau di kantin kepada teman-temanku dan memberitahukan hal tersebut kepada Rean. Siapa tahu, kan?

Tapi tetap saja, aku tidak bisa percaya ada satu orang pun di dunia yang berhasil mendapatkan novel Mr. Peter edisi lama ini.

[']

"Apakah salah satu dari kalian menaruh novel Mr. Peter edisi lama di lokerku pagi ini?" tanyaku kepada anggota inti Komunitas Hujan sebelum memulai rapat sore ini.

"Ada yang menaruh novel Mr. Peter edisi lama di lokermu?" tanya Megan. "Kenapa kau tidak mengatakan apa-apa soal itu seharian ini?"

Aku meringis. "Aku lupa."

Itu bohong, tentu saja. Aku memikirkannya terus menerus hari ini. Tapi yah, entahlah, kurasa aku ingin memikirkannya sendiri dulu sebelum menceritakan hal ini kepada orang lain.

"Yang jelas bukan aku," sahut Leo. "Kalaupun semua novel Mr. Peter di dunia ini robek-robek, dan aku mendapatkan novel Mr. Peter edisi lama, aku tidak akan memeberikannya kepada siapa pun."

"Kau kan memang pelit," balas Karen. "Lagi pula, tidak ada yang mengira kalau itu kau."

"Bagus. Berarti semua orang pintar."

Tidak ada yang menanggapi ucapan Leo barusan. Alih-alih, Ayu bertanya, "Kau sudah bertanya kepada Nathan?"

Aku menggeleng. "Belum. Lagi pula, memangnya itu dia? Aku tidak percaya Nathan mendapatkan novel Mr. Peter edisi lama untukku."

"Bisa saja," kata Megan. "Kan cuma dia yang berjanji padamu untuk menggantikan novelmu yang rusak."

"Ya, nanti akan kutanyakan," kataku, walaupun aku masih belum sepenuhnya yakin.

[']

Setelah selesai rapat, aku bergegas menuju ruang tim basket. Aku berdoa dalam hati mereka sudah bubar dan hanya menyisakan Nathan. Aku benar-benar tidak ingin bertemu Rean dan mendengarkan segala ocehan anehnya tentang—tunggu, bahkan aku tidak tahu dia mengoceh tentang apa.

Aku mengintip ke dalam ruang tim basket lewat celah dari pintu yang sedikit terbuka. Tapi, sebelum aku bisa melihat apa-apa, pintu ruangan itu terbuka. Aku bisa merasakan wajahku memerah—ketahuan mengintip! Memalukan sekali!

Aku mendongak dan mendapati Nathan berdiri di depanku sambil mengangkat alis kanannya. "Apa yang kau lakukan? Menguntitku?"

Aku memelotot. "Tentu saja tidak!"

"Kalau begitu, apa yang kau lakukan?"

Aku mengusap tengkukku. "Eh ya sebenarnya, aku mencarimu."

"Untuk apa?" tanya Nathan, tidak tampak terkejut.

"Menanyakan sesuatu."

"Bisa tidak kau langsung mengatakan apa yang kau inginkan?" tanya Nathan dengan sinis sambil memutarkan kedua bola matanya.

"Apakah kau yang menaruh novel Mr. Peter edisi lama di lokerku?" tanyaku.

"Tentu saja," jawab Nathan. "Memangnya kau pikir siapa lagi? Peter Rain?"

Aku melongo mendengar pengakuan Nathan—sama sekali mengabaikan sindiran Nathan.

"Kau?"

"Apa perlu kuulang?" Nathan menatapku dengan sinis.

"Tapi, bagaimana kau mendapatkannya?" tanyaku tidak mengerti. "Novel itu sangat langka."

Nathan mengangkat bahunya. "Memangnya kau peduli? Yang kau pedulikan hanya sampul yang berbeda atau apalah."

Sebelum aku bisa mengatakan apa-apa, Nathan memutar tubuh dan berjalan memasuki ruang tim basket. Dan sebelum aku bisa mencegahnya dengan beberapa pertanyaanku, dia sudah menutup pintu.[]


a.n

maaf update malem-malem. AKU LUPA UPDATE AHAHAHAH.



Next Door to the RainWhere stories live. Discover now