Still Midnight Eve (midnight series)

2.8K 368 4
                                    

"Jimin, bangun!"

Tangan Seulgi mengguncang tubuh lelaki yang masih tertutup selimut. Jimin sedikit terusik, namun kembali melanjutkan tidurnya.

"Jimin!" seru Seulgi seraya mengguncang lebih kuat tubuh Jimin. Lelaki itu mengerang, membalikkan tubuhnya menghadap Seulgi. Dengan mata yang terbuka sedikit, ia bergumam dengan serak,

"Kenapa memangnya?" ucap Jimin tak jelas.

"Kau harus bangun. Matahari sudah terbit dua jam yang lalu dan kau masih saja menempel dikasurmu!" omel Seulgi. Jimin menghembuskan nafas berat sambil menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya.

"Untuk apa aku bangun jika pernyataan cintaku saja ditolak."

Seulgi menggeleng heran. "Ya ampun, Jimin, kau masih marah karena aku menolak lamaranmu dimalam natal?"

Jimin tak menjawab, namun mengisyaratkan bahwa ia memang marah. Lebih tepatnya merajuk. Sepertinya Seulgi harus mengalah. Permasalahan ini tidak akan selesai jika mereka sama-sama keras kepala. Maka dari itu, Seulgi mulai mengelus rambut hitam Jimin dengan lembut.

"Jim..." panggil Seulgi. Ia meletakkan dagunya dibahu Jimin kemudian memeluk lelaki itu. "Ayolah, kau tahu aku tidak ingin memiliki hubungan apapun saat ini. Bahkan saat seorang konglomerat menyatakan cintanya padaku beberapa bulan yang lalu, aku menolaknya..."

"Ya. Dan itu benar-benar membuatku cemburu!" ketus Jimin. Namun membuat sebuah senyum terulas diwajah Seulgi.

"Kau cemburu?"

"Sangat."

Lalu sebuah kecupan singkat mendarat dipipi Jimin. Dan kecupan kedua. Kecupan ketiga. Hingga kecupan keempat sebelum akhirnya Jimin menginterupsi,

"Kau tidak akan mencium bibirku juga?" Jimin tersenyum jahil.

"Tidak. Kau belum sikat gigi," jawab Seulgi.

"Jika aku menyikat gigiku, apa kau akan mencium bibirku?"

"Tidak."

Jimin mengeryit. "Kenapa?" kecewanya.

"Karena Ibuku bilang bahwa aku ini memiliki sebuah sihir. Apabila seseorang mencium bibirku, maka dia akan terobsesi denganku..."

Jimin terkekeh mendengar penuturan Seulgi. "She's right. Itu benar-benar mengobsesikan," celetuknya.

"Cih, kau berkata seperti kita pernah berciuman saja," cibir Seulgi cuek, tapi membuat Jimin langsung terdiam. Raut wajahnya berubah serius. Matanya menatap manik Seulgi dalam.

Oh, Seulgi mendadak merasakan sesuatu yang janggal. "Jimin-" Suara Jimin terdengar pelan, namun terasa sangat jelas ditelinga Seulgi. Membuatnya jantungnya berdebar semakin kencang.

"We did, Kang Seulgi. I did."

Seulgi terhenyak. Pikiran langsung terbang pada memori-memori dimana mereka menghabiskan waktu bersama. Ia berusaha mencari momen yang dibicarakan Jimin, tapi ia tak bisa menemukannya. Hal yang ada di memorinya adalah saat Jimin menggenggam tangannya yang menggigil dan meniupnya agar menghangat. Tapi Jimin tidak menciumnya saat itu. Ia hanya mengecup pipinya sekilas dan mengatakan bahwa ia ada disana untuk menghangatkannya. Itu saja.

"When?" desis Seulgi. Apakah ia yang lupa atau memang tidak pernah ingat?

"It was a year ago, when I asked you to came to Japan because I was sick. And I can't held myself when I saw you sleeping at my hotel room..."

Gadis berambut oranye itu menatap tak percaya. "You're the bravest, strongest, kindest and beautiful girl I've ever met. I should have tell you this, but I'm afraid that you're gonna mad to me. Trust me, I fell in love with you at that time, Baby Honey..." Jimin menatap Seulgi seakan gadis itu adalah berlian berharga yang harus ia jaga.

Airmata Seulgi terbendung sudah. Ia tak kuasa untuk menahannya lebih lama. Kata-kata yang Jimin ucapkan terlalu membuai. Seulgi melepaskan pelukannya dan bangkit. Diusapnya kasar airmata yang menetes dikedua pipinya.

"Jangan mengatakan hal-hal seperti itu di pagi hari, dasar bodoh!" cetus Seulgi yang berusaha menutupi wajahnya yang memerah. Ia memukul lengan Jimin keras. "Bangunlah! Aku sudah menyiapkan sarapan!" ucapnya sebelum meninggalkan kamar Jimin.

Jimin menatap Seulgi dengan tersenyum dan berharap pagi ini tidak berlalu dengan cepat.

##

Suara sendok dan piring yang beradu memenuhi seluruh ruangan. Jimin makan dengan lahap sarapan yang disiapkan oleh Seulgi. Seperti penilaiannya selama ini, masakan Seulgi lebih nikmat daripada masakan yang dimasak oleh koki profesional. Jimin tersenyum mengingat bagaimana hampir setiap hari Seulgi mendatangi rumahnya hanya untuk memasakkannya makanan. Walaupun akhirnya ia akan selalu pulang tengah malam dan terlalu lelah untuk makan.

"Jimin, setelah ini bantu aku membereskan pohon natal," kata Seulgi yang baru saja menyelesaikan makannya.

"Kenapa dibereskan?" tanya Jimin dengan mulut penuh nasi.

"Karena natal sudah berlalu."

"Biarkan saja disana. Biarkan sampai natal selanjutnya datang," ucap Jimin sambil meletakkan piring kotor di wastafel. "Apa kau gila? Ini masih setahun lagi untuk natal selanjutnya. Kau tidak bisa membiarkan pohon itu terus berada disana," cerocos Seulgi yang sedang mencuci piring.

"Tapi kau yang menghias pohon itu untukku. Aku tidak ingin menghilangkannya." Jimin memandang Seulgi dengan puppy eyes. Berusaha membujuk gadis itu untuk tidak membereskan pohon natalnya. Tapi Seulgi menggeleng.

"Tidak, Jim, pohon itu harus dibereskan. Lagipula kau tidak peduli dengan pohon itu pada natal kemarin," tegas Seulgi.

"Aku peduli!" Jimin langsung menegakkan badannya. "Aku bahkan memotret setiap sisi dari pohon tersebut diponselku. Jika kau tidak percaya, aku masih memilikinya!" sahut lelaki itu dengan sifat kekanak-kanakan.

"Jimin..." tegur Seulgi lembut. Ia mengeringkan kedua tangannya sebelum berbalik menghadap sahabatnya itu. Kemudian ia memeluk Jimin, menyandarkan pipi chubby-nya pada dada bidang lelaki itu. "Aku akan menghiaskan lagi pohon natal untukmu pada natal selanjutnya..." ucap Seulgi manis seraya mengeratkan pelukannya. Menghirup harum tubuh Jimin yang sering ia rasakan.

Tangan Jimin melepaskan pelukan Seulgi, namun beralih pada kedua pipi gembil gadis pujaannya. "Kau tidak boleh melupakan janjimu."

Seulgi mengangguk.

Dan mencium lelaki itu sekilas.

Jimin sedikit terkejut, tapi tidak lama karena setelah itu ia balas mencium Seulgi. Lebih nyata, lebih intens dan lebih manis. Merasakan kembali obsesinya yang terus ia tekan selama satu tahun. Membawanya pada saat dimana ia mendaratkan bibirnya pertama kali pada bibir Seulgi. Lenguhan yang terdengar disela-sela ciuman mereka membuat Jimin semakin bergairah. Ia tidak bisa berhenti karena bibir ini benar-benar mengeksploitasi akal sehatnya.

Tanpa mereka sadari, diatas mereka tergantung mistletoe yang sengaja Seulgi letakkan dimalam natal. Gadis itu masih mempercayai legenda cinta abadi dibawah mistletoe.

"God, I hung a mistletoe on this walls, so please let me have him as my christmas gift."

truly SUNSHINE »seulmin«Where stories live. Discover now