Don't Wanna Know

2.9K 287 19
                                    

Seperti inilah Park Jimin. Masih menyesali hubungannya yang berantakan dengan gadis manis Kang Seulgi. Salahkan dirinya yang mabuk saat itu. Salahkan perempuan nakal yang menggodanya malam itu. Salahkan Taehyung yang mengajaknya pergi ke klub malam itu. Salahkan semua karena memang ia tidak ingin kesalahannya hanya untuk dirinya sendiri.

Bahkan setelah empat bulan hubungannya dengan Seulgi berakhir, ia masih menyesalinya. Dan saat ia mendengar bahwa gadisnya itu kini telah memiliki penggantinya, ia frustasi. Ia tidak ingin mendengar apapun tentang Seulgi. Ia tidak ingin tahu siapa lelaki yang telah mengisi hati Seulgi. Ia tidak mau tahu.

Itulah permasalahannya ketika kau berteman dengan tukang kompor seperti Kim Taehyung. Lelaki sialan itu membawa Jimin ke restoran dimana Seulgi dan pacar barunya itu telah mereservasi tempat. Begitu panasnya ia ketika melihat tangan Seulgi digenggam erat oleh lelaki lain.

"Fuck you, Kim Taehyung!" umpat Jimin. Taehyung yang duduk disebrangnya hanya menyeringai kecil. "Kau tahu aku selalu suka melihatmu yang membara. Mau kau apakan pecundang itu?" Taehyung ikut-ikutan melirik kearah Seulgi yang tidak menyadari keberadaan mereka.

Jimin menghembuskan nafasnya panjang kemudian menegak air mineralnya. "Sudah kubilang hentikan semua tentang Seulgi. Aku berusaha melupakannya dan kau menghancurkan usahaku itu!" geramnya.

"Jimin... Jimin... Park Jimin..." Taehyung menggeleng-geleng berlagak sok bijak. Dengan wajah yang bersahaja, ia berkata, "Kau tidak pernah berusaha untuk melupakannya. Kau selalu terbayang-bayang oleh gadis itu. Biar kutebak, kau masih menyesali hubunganmu yang berakhir karena ia memergokimu make out dengan wanita lain?"

Jimin melirik Taehyung kesal. Jika saja lelaki ini bukan teman baiknya, Jimin bisa memastikan bahwa tinjunya sudah melayang diwajah tampannya. "Kau yang mengajakku malam itu. Itu semua salahmu, Fucker!"

"Jimin, no no no!" Taehyung menggoyang-goyangkan telunjuknya sambil menunjukkan wajah menolak. "Kau tidak bisa menyalahkanku begitu saja, kau juga langsung menyetujui untuk pergi kesana. Jadi ini semua adalah win-win."

Kedua mata sipit Jimin mendelik sebelum ia bangkit dan meninggalkan Taehyung.

"Hei! Kau mau kemana?!"

Seruan Taehyung dibalas dengan acungan jari tengah oleh Jimin, namun Taehyung hanya tertawa kecil. Ya ya ya, mungkin ia telah membuat mood Jimin berantakan lagi untuk hari ini.

##

Jimin menunggu sambil menyandarkan tubuhnya pada dinding. Sesekali ia melihat jam tangannya yang hampir menunjukkan tengah malam. Ia terus memandang ujung lorong dimana lift berada, berharap orang yang ia tunggu muncul dari lift tersebut.

Ting!

Pintu lift terbuka. Gadis berambut cokelat keluar dari lift tersebut sambil memandang ponselnya. Gadis itu terus berjalan hingga ia menyimpan ponselnya dan pandangannya tertuju pada Jimin.

"Bagaimana makan malamnya, Kang Seulgi? Apakah menyenangkan?"

Seulgi menghentikan langkahnya mendengar suara sarkastik Jimin. Lelaki yang kepalanya tertutup oleh topi hitam itu berdiri tepat disamping pintu apartemennya. Namun gadis itu mulai melanjutkan kembali langkahnya melewati Jimin. Atau bahkan tidak menghiraukan lelaki itu.

"Kau mengganti password apartemenmu, huh?"

Jimin menahan lengan Seulgi yang sedang sibuk memencet tombol password. Dengan tatapan tajam, Seulgi menoleh pada lelaki itu. "Fuck off, Park Jimin!" Seulgi berusaha untuk melepaskan cengkraman Jimin, namun kekuatannya terlalu lemah. "Lepaskan, Jimin!"

Tapi Jimin masih menatap gadis itu lama tanpa berniat untuk melepaskan lengan kurus Seulgi. "Siapa lelaki itu? Apa dia penggantiku?" tanya Jimin sinis.

"Kau tidak perlu tahu! Kita sudah berakhir, Park Jimin!" seru Seulgi geram.

"Tapi aku tidak ingin kita berakhir. Aku menginginkanmu, Kang Seulgi..."

Seulgi menggeleng. "Tidak akan pernah. Aku sangat bersyukur bisa mengakhiri hubungan dengan player seperti dirimu!" tolaknya mentah-mentah.

"Babe, aku tidak bisa hidup tanpamu..."

"Jimin, stop!" Seulgi menjauhkan tubuhnya dari Jimin yang hendak memeluknya. "Kumohon. Aku lelah. Aku ingin beristirahat." Seulgi memencet tombol hijau dan membuka pintu apartemennya tanpa menoleh lagi pada Jimin. Namun saat ia hendak menutup pintu, kaki Jimin menahannya. Lelaki itu berhasil masuk sebelum pintu apartemen Seulgi tertutup.

Seulgi menatap pasrah. "Jimin, berhenti mengganggu aku―"

"Aku tidak bisa, Kang. Aku tidak bisa berhenti untukmu." Lelaki itu mempersempit jarak diantara mereka. Kedua tangannya mengurung Seulgi yang terhimpit dinding dan tubuh atletisnya. Tatapan Jimin benar-benar menusuk Seulgi. Membuat Seulgi takut karena saat ini Jimin terlihat out of control.

"Hentika―"

Bibir Jimin memotong perkataannya. Satu ciuman lembut dari Jimin mampu memabukkan Seulgi. Dan ya, Seulgi tahu bahwa ia tidak bisa menolak pesona Jimin. Tidak akan pernah.

"Aku merindukanmu..." bisik Jimin. Seulgi terdiam karena ia juga merasakan perasaan yang sama dengan Jimin. She missed him so badly. Bagaimana pun juga ia masih tidak bisa move on dari Jimin walaupun kini ia sedang dekat dengan seseorang.

"Apa kau tidak merindukanku, hm?" lanjut Jimin dan masih memberikan ciuman-ciuman lembut pada Seulgi. Oh, ingin sekali Seulgi berteriak pada lelaki ini untuk berhenti mengacaukan hatinya kembali.

"Aku tahu aku salah..."

Setiap ucapan yang terlontar selalu diiringi oleh sebuah ciuman khas Park Jimin.

"...aku mengecewakanmu..."

"...aku menyesalinya, Baby..."

"Melihatmu bersama dengan lelaki lain benar-benar membuatku marah..."

Seulgi meletakkan jari-jarinya pada bibir Jimin untuk menghentikan lelaki tersebut. Ia akan terlalu terbuai jika Jimin terus menghadiahinya dengan sebuah ciuman. Walaupun sebenarnya ia telah jatuh terbuai.

"Kang Seulgi..." Seulgi melirik Jimin pelan. "Kembali lagi padaku. Aku berjanji tidak akan pernah mengecewakanmu lagi..."

Tanpa sadar, gadis itu mengangguk. Mengisyaratkan bahwa ia juga menginginkan lelaki ini. Dan Seulgi berinisiatif untuk mencium Jimin dulu sambil berbisik,

"I'd love if we ended up in my bed right now..."

truly SUNSHINE »seulmin«Where stories live. Discover now