Remember Eve? That Midnight... (midnight series)

2.3K 305 11
                                    

Aku terus mengeluarkan keringat. Baju yang kukenakan sudah basah, namun aku tidak bisa untuk menggantinya. Hanya untuk sekedar berdiri saja aku tidak mampu. Kupandang langit-langit kamar yang berputar-putar. Membuat kepalaku semakin berat dan pusing. Dering ponsel disampingku membuat pandanganku semakin berputar-putar, tapi aku tidak bisa mengabaikan panggilan tersebut.

"Hal..."

"Jimin! Oh, Ya Tuhan! Mengapa kau bisa jatuh sakit?!"

Aku sedikit lega saat mendengar suara Seulgi. Gadis itu terdengar sangat cemas. "Aku sedang dibandara saat ini. Aku akan menyusulmu ke Jepang sekarang."

Lihatlah bagaimana gadis itu mencemaskanku. Membuatku ingin tertawa geli, tapi aku sangat lemah kali ini. Sekuat mungkin kucoba untuk mengeluarkan suaraku. "Baiklah." Hanya itu yang bisa kuucapkan sebelum Seulgi menutupnya dengan sepihak. Kulempar ponselku dengan sembarang. Aku meringkuk didalam selimut, berusaha untuk tertidur namun pikiranku melayang pada Seulgi.

Kang Seulgi, gadis yang langsung menerbangkan dirinya ke Jepang hanya karena aku sakit. Dia bukan pacarku, tunanganku atau istriku. Dia sahabat baikku. Kami tidak bisa terpisahkan sejak berada di bangku sekolah. Kami dulu bertetangga hingga kedua orang tua-ku meninggal dan akhirnya aku dirawat oleh nenekku di kota yang berbeda.

Lalu saat aku kembali lagi dan menjadi seorang mahasiswa perguruan tinggi, kami bertemu kembali. Kami kembali menjadi tak terpisahkan lagi. Tentunya aku sadar bahwa kami tidak bisa hanya menjadi sekedar sahabat. Aku tidak bisa menganggapnya seperti itu. Hanya saja Seulgi terlalu polos. Ia terlalu sibuk meniti karirnya dan aku harus menghormati keputusannya tersebut.

Membicarakan Seulgi membuat pusingku sedikit hilang. Perlahan kedua mataku tertutup. Dan aku tertidur.

"Jimin..."

Sebuah lirihan terdengar ditelingaku. Bisa kurasakan kain hangat tertempel di dahiku. Kubuka mataku dan kudapati Seulgi berada disampingku. Bagaimana bisa ia datang secepat itu? Kupandang gadis itu aneh. Dan Seulgi menyadari pandanganku.

"Ya Tuhan, Jimin, akhirnya kau bangun juga! Aku khawatir jika terjadi apa-apa. Panasmu sangat tinggi!" Seulgi mengehembuskan nafasnya lega. Kekhawatiran diwajahnya langsung menghilang.

"Bagaimana kau bisa ada disini?" tanyaku pelan.

"Bagaimana? Bukankah aku memberitahumu bahwa aku akan menyusulmu kemarin malam?" Seulgi balas bertanya. Ah, benar sekali, aku tertidur selama dua puluh empat jam tanpa menyadari kedatangannya.

Aku bungkam ketika melihat Seulgi yang masih mengenakan baju kantornya beranjak untuk menganti air kompresan. Gadis itu bahkan tidak sempat mengganti bajunya dan itu membuatku merasa bersalah.

"...aku meminta petugas hotel untuk membukakan pintu kamarmu," ucap Seulgi setelah keluar dari kamar mandi. Ia meletakkan air kompresan tersebut disampingku dan meraih gagang telepon. "Permisi, bisakah aku memesan bubur untuk kamar nomor 421? Ya... oke... terima kasih..."

Aku beralih padanya. "Kau sudah makan?"

"Aku bisa mencarinya nanti," jawab Seulgi cuek. Sudah kuduga. Gadis ini selalu saja menyampingkan dirinya demi orang lain. "Kalau begitu istirahatlah. Kau terlihat lelah..." Aku menunjuk sampingku yang kosong. Seulgi menggeleng.

"Setelah kau pulih, baru aku akan beristirahat."

"Aku tidak mau merawatmu saat kau sakit karena merawatku. Sekarang istirahatlah. Aku akan mandi." Kutuntun paksa Seulgi untuk berbaring disampingku. Gadis itu juga tidak bisa menolak karena ia benar-benar lelah.

Tidak butuh waktu lama, Seulgi telah tertidur. Membuatku tersenyum. Aku tidak ingin beranjak. Aku ingin merasakan bibirnya. Aku ingin mencium gadis pujaanku namun aku tidak berani untuk melakukan hal itu. Aku tidak ingin hubungan kami berubah.

Kuputuskan untuk membersihkan diri dan juga menghabiskan makanan yang Seulgi pesankan untukku. Jam hampir menunjukkan angka satu. Aku berniat untuk membangunkan Seulgi dan menyuruhnya untuk mengganti pakaian dengan milikku, tapi sekali lagi aku terenyuh.

Seulgi sangat mempesona dimataku. Walaupun kini tidak ada lagi make up yang ia kenakan dan rambutnya yang sedikit kusut, ia tetap cantik. Jemariku menyentuh pipi gembilnya.

Maafkan aku, Kang Seulgi, aku tidak bisa menahan hasratku.

Aku menciumnya. Merasakan bibirnya menyatu dengan bibirku. Mengabulkan angan-anganku selama ini. Kau boleh menyebutku pengecut. Pecundang yang hanya berani melakukannya ketika kau tertidur. Karena memang itulah aku.

Kang Seulgi, aku tidak tahu harus menunggu berapa lama untuk merasakan bibirmu kembali. Aku jatuh cinta padamu.

truly SUNSHINE »seulmin«Where stories live. Discover now