0.3

8.3K 1.1K 81
                                    

-

BAB TIGA

"Each new day is a blank page in the diary of your life. The secret of success is in turning that diary into the best story you possibly can."

― Douglas Pagels

-

Jakarta,

delapan tahun sebelumnya


Kerja kelompok Gita dan teman-temannya berakhir dua jam kemudian. Kayla langsung berbaring di atas karpet karena kelelahan dan mengantuk. Raffa dan Elang sedang sibuk bermain monopoli berdua, sementara Stefi keluar untuk menemui mamanya. Gita hanya duduk sambil melirik jejeran buku-buku komik koleksi Stefi yang berjejer rapi di lemari.

Gita senang menggambar. Meja belajarnya dipenuhi cat air dan pensil warna. Ilustrasi hewan-hewan khas Indonesia yang tergambar di lembar jawaban kerja kelompok mereka yang berada di sebelah Kayla itu adalah buatan Gita. Tidak ada yang bisa menggambar di dalam kelompok, sehingga Gita menawarkan dirinya untuk mengisi kekosongan isi kertas mereka. Dan meskipun ke-empat temannya memuji hasil karyanya itu, Gita tahu gambarannya jelek dan dia harus berlatih lebih sering lagi.

Ketika Gita baru hendak merangkak menuju lemari buku, suara Raffa terdengar. "Git, main sini. Elang mainnya jago, butuh bantuan, nih!"

Suara tawa Elang yang renyah menyusul setelahnya. Anak laki-laki itu tidak mengatakan apa-apa pada Gita, namun senyumnya seperti menggesturkan Gita agar duduk mendekat. Jadi, Gita melakukannya. Gadis itu duduk di antara Raffa dan Elang yang berhadap-hadapan.

Mereka baru akan melanjutkan permainan ketika tiba-tiba pintu terbuka. Sosok Stefi muncul di baliknya. Matanya bergerak ke sepenjuru ruangan sebelum akhirnya berhenti pada Gita. Mata mereka berdua bertemu selama dua detik sebelum akhirnya Stefi melangkah maju dan berbalik untuk menutup pintu.

"Gita, kamu udah dijemput," katanya.

Gita tersenyum lega. Dia langsung berdiri untuk menghampiri Stefi. Kayla, Raffa, dan Elang mengucapkan salam perpisahan padanya. Setelah membalas salam ketiganya, Gita mengikuti Stefi keluar dari kamar. Diambilnya tas selempangnya dari gantungan tas, kemudian Stefi mengantarnya menuju pintu depan.

"Mamaku lagi mandi, jadi nggak bisa nganter kamu ke depan. Maaf, ya," kata Stefi lagi.

Gita mengangguk. "Nggak apa-apa. Makasih, Stefi."

"Iya," Stefi menyengir. Lalu gadis itu mengeluarkan tiga buah spidol berwarna merah, kuning, dan hijau dari saku celananya. "Ini buat kamu. Aku nggak bakalan pakai, jadi buat kamu aja. Gambaran kamu bagus."

Gita menatap Stefi dengan kaget. Matanya bergerak dari wajah mungil Stefi, kemudian pada tiga spidol yang berada dalam genggaman gadis itu. "Makasih, Stefi!"

"Iyaaa." Kali ini Stefi tertawa. Gita menerima spidol-spidol tersebut, kemudian mengucapkan salam sebelum akhirnya Stefi membukakan pintu untuknya.

Senyum Gita memudar begitu pandangannya teralih ke luar. Papanya-lah yang berdiri di depan pintu.

Jakarta,

saat ini


Kalau salah satu teman kalian pergi ke Perth dan teman yang satunya sedang berada di kelas yang berbeda denganmu, maka jawaban paling jitu yang bisa aku berikan adalah, duduk sebangkulah dengan seorang cewek bernama Rani, dan semuanya akan menjadi beres.

Indra ke-6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang