0.9

5.6K 898 45
                                    

-

BAB SEMBILAN

"I live in a shell, so I can't blame people when they don't want to crack me. But people like you are the reason I left the nest."

― Maria Elena, Eternal Youth

-

Jakarta,

delapan tahun sebelumnya


Mama Gita dirawat selama sepuluh hari. Meskipun dokter berkata kalau wanita itu sudah cukup sehat dan boleh pulang, namun Gita merasa kalau mamanya masih agak pucat dan lemah. Tapi tentu saja Gita tidak menyuarakan pemikirannya tersebut, karena papanya kelihatan luar biasa lega dan Gita tidak mau membuat papanya sedih lagu. Lagipula, Gita yakin semua orang dewasa di ruangan tahu kalau mamanya belum sehat betul.

Di hari kedua, sehari setelah Indra mengajak Gita melihat lampu-lampu berkilauan di taman, Indra kembali menemui Gita dan mengajak gadis itu memberi makan ikan di kolam yang terdapat di depan rumah sakit. Gita tidak tahu Indra mendapat makanan ikan dari mana, namun dia senang-senang saja diajak menebarkan makanan berbentuk bulat-bulat itu ke permukaan kolam.

Kolam itu tidak terlalu besar, namun cukup dalam. Batu-batu berlumut diletakkan mengelilingi kolam, dan sebuah jembatan kecil dibangun untuk menyeberang sekaligus melihat isi kolam dari dekat. Indra mengajak Gita untuk duduk di pinggir jembatan, dengan kedua kaki menjuntai ke bawah. Sepatu Indra nyaris menyentuh air, membuat Gita memutuskan untuk duduk bersila karena takut sepatunya basah.

Sambil memperhatikan ikan-ikan yang sibuk melahap makan siang mereka dengan lahap, Indra berkata, "Ikan itu penghilang stres, lho."

"Maksudnya?" tanya Gita tanpa mengalihkan pandangannya dari seekor ikan yang makanannya selalu direbut teman-temannya. "Ya ampun, ikan yang itu kasihan banget. Temen-temennya jahat, deh."

Indra tertawa. "Nanti kalau temen-temennya kenyang juga dia kebagian."

"Sabar ya, Ikan Kecil," ucap Gita sambil menghela napas. Dia menuangkan sedikit makanan ikan lagi ke dalam kolam. Si Ikan Kecil bergerak lincah menuju makanannya dengan mata berbinar. Setidaknya, seperti itulah yang nampak di mata Gita.

"Aku bawa kamu ke sini bukan biar kamu frustasi gara-gara si Ikan Kecil, lho," kelakar Indra.

Gita menyengir. "Iya. Benar kata kamu, Ndra. Ngeliat ikan bikin rileks."

Indra hanya tersenyum sambil menggoyang-goyangkan kakinya. Beberapa ikan berenang menjauh karena nyaris terkena sepak, membuat Gita menghela napas sedih. Indra dan Gita duduk dalam keheningan selama beberapa menit, sebelum akhirnya Indra bangkit berdiri.

"Mau ke mana?" tanya Gita.

"Balik ke kamar rawat mamamu. Katanya kamu nggak bisa pergi lama-lama?" sahut Indra, menaikkan sebelah alisnya.

Gita menepuk keningnya, lalu buru-buru bangkit berdiri. Sayangnya, Gita lupa kalau plastik berisi makanan ikan pemberian Indra tadi dia letakkan di pangkuan. Sehingga ketika Gita berdiri, plastik tersebut terjatuh dan masuk ke kolam. Klipnya terbuka, dan butiran-butiran makanan ikan yang berwarna merah tersebut berenang bebas keluar dari plastik.

Gita melongo. Dia mengalihkan pandangannya dari kolam untuk menatap Indra. "Indra? Gimana, nih? Aku minta maaf."

Indra memperhatikan plastik yang kini hanya berisi air itu sambil mendengus. "Tanggung jawab."

Indra ke-6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang