4.6

3.3K 522 42
                                    

BAB EMPAT PULUH ENAM

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BAB EMPAT PULUH ENAM

"Without even having to think about it, I said, "I hope you all have someone who always makes you want to say, Let's remember this day forever." The students oohed and aahed, and then laughed at each other's reactions. I laughed with them. "Also..." They'd thought I was done but they quieted down again. "I hope you will never hesitate to say, I'll be right there."

― Kyung-Sook Shin, I'll Be Right There

-

Jakarta,

tujuh tahun sebelumnya


Keesokan harinya, sebelum berangkat ke kantor, Papa bertanya apabila Gita ingin kotak pensil dan pensil-pensil warna baru untuk menggantikan miliknya yang sudah rusak. Mengejutkan bagi pria tersebut, Gita menggeleng cepat dengan wajah datar, seolah-olah pensil warna bukanlah hal istimewa yang dulu selalu ia bawa ke mana-mana. Namun, daripada terus mendesak dan membuat Gita tidak nyaman, Papa pun akhirnya pamit dan meninggalkan Gita di rumah.

Tentu saja, Gita tidak sendiri. Di dapur, Tante Aria tengah membuat telur orak-arik untuk sarapan Gita, sementara Aiden berputar-putar di kursi makan bagaikan gasing. Di hadapan anak laki-laki itu, terdapat semangkuk sereal yang isinya sudah hampir kosong.

"Gita, mau ke mana?" tanya Tante Aria begitu ia menyadari suara langkah kaki Gita yang samar terdengar tengah menaiki tangga.

Papa Gita sudah berpesan dengan sangat agar Gita jangan pernah ditinggal sendirian, sehingga dengan panik karena telur yang belum begitu matang, Tante Aria harus melangkah keluar dari dapur untuk melongokkan kepalanya dari pintu. Diperhatikannya Gita yang balas menatapnya tanpa ekspresi, salah satu tangan berpegangan pada penyangga sementara salah satu kakinya agak melayang akibat berhenti tiba-tiba.

"Ke kamar," jawab Gita pelan.

Tante Aria mengelap tangannya yang sedikit basah ke permukaan celemek. "Di bawah aja yuk, Sayang? Ada Aiden, nih. Aiden, cepat habisin makanan kamu, abis itu temani Gita."

Sementara Gita masih berdiri di tangga dengan posisi yang sama, Aiden pun melahap cepat sereal dan susunya sampai tandas, sebelum akhirnya ia pun melompat turun dari kursi dan berlari-lari kecil menghampiri Gita. Tante Aria kembali masuk ke dalam dapur untuk membalik telur yang warnanya mulai kecokelatan.

Begitu Aiden mulai menaiki tangga, Gita pun melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda.

"Git."

Gita menoleh sejenak. "Ya, Kak?"

"Kenapa nggak main di bawah aja? Aku kan udah bawa monopoli."

"Males. Nanti aku kalah."

Aiden mengekori Gita masuk ke dalam kamar gadis itu. "Aku biarin kamu menang, deh! Abis itu, kita main di luar. Gimana?"

Indra ke-6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang