1.2

5.3K 800 55
                                    

-

BAB DUA BELAS

"Memories warm you up from the inside. But they also tear you apart."

― Haruki Murakami, Kafka on the Shore

-

Jakarta,

delapan tahun sebelumnya


Di hari keenam, papa Gita tidak bisa menemani Gita dan mamanya di rumah sakit karena harus menghadiri sebuah rapat penting yang merupakan peluang besar untuk naik pangkat. Sehingga, Gita pun diberikan alat-alat tulis baru — sekaligus spidol dari Stefi — dan juga sebuah buku gambar dengan sampul depan bergambar Winnie the Pooh yang juga sama barunya dengan alat-alat tulisnya itu.

Gita duduk di sofa panjang yang terletak di sebelah kasur mamanya, merasa bosan setengah mati karena Mama harus beristirahat banyak. Ingin menggambar lagi, namun sudah kehabisan ide. Segala hal yang ada di dalam ruangan sudah dia gambar. Pemandangan di luar jendela juga, lengkap dengan burung-burung yang sedang membuang kotoran sesuka hati di jendela-jendela mobil.

Tayangan kartun Jepang yang meramaikan suasana sepi kamar rawat itu hanya sedikit memperbaiki suasana hati Gita, karena gadis itu justru merasa sebal karena dia tidak mengerti bahasanya. Dengan mata yang sudah setengah menutup, Gita mengganti-ganti tayangan televisi sambil membaringkan tubuhnya di atas sofa. Tangannya yang tidak memegang remote, memeluk bantal berbentuk Hello Kitty kesukaannya.

Ketika Gita menyerah karena tidak menemukan tontonan yang menarik, tiba-tiba pandangannya terhenti begitu dia melihat sebuah post-it tertempel di jendela kecil di pintu kamar rawat. Meskipun agak malas, Gita pun bangkit untuk mengambil kertas tersebut. Kepalanya celingukan ke kanan dan ke kiri, namun koridor kosong dan sepi.

Mengedikkan bahu, Gita pun mencabut post-it berwarna kuning itu dan membaca isinya.


Orang sabar

Pantatnya lebar

Hei, daripada cemberut

Bukannya mending isi perut?


Gita cekikikan sendiri. Gadis itu kembali memperhatikan setiap jengkal koridor rumah sakit, berusaha keras mencari sosok Indra yang mungkin saja bersembunyi. Namun, sebagai gantinya, terdapat sebuah tas plastik yang tadi tidak ada di atas kursi tunggu.

Gita menautkan alis, lalu menghampiri tas plastik itu dan membuka isinya. Ternyata sebuah es krim. Gita pun mengambil sebuah pensil dari dalam kotak pensilnya, lalu menuliskan sederet tulisan baru di bawah pantun Indra dan kembali menempelkan post-it itu di pintu.


Langit di luar terlihat cerah

Nggak juga, sih

Makasih ya, Ndra

Udah kasih aku es krim


Di hari ketujuh, papa Gita mendapat telepon dari wali kelas Gita. Katanya, Gita harus segera masuk sekolah karena sudah lima hari izin berturut-turut tanpa penjelasan yang jelas. Jadi, Gita terpaksa harus pulang hari ini untuk merapikan buku-bukunya dan juga menyelesaikan tugas-tugas yang terbengkalai.

Indra ke-6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang