1.4

4.7K 805 86
                                    

-

BAB EMPAT BELAS

"A man should smell of sweat, not flowers."

― George R.R. Martin, A Dance with Dragons

-

Jakarta,

delapan tahun sebelumnya


"Kamu ngomong sama siapa?"

Untuk sejenak, Gita nyaris tidak mempercayai ucapan anak laki-laki yang berdiri di depannya itu. Elang menatapnya dengan wajah serius sekaligus penasaran, menunggu-nunggu jawaban yang akan diutarakan oleh Gita. Gita sendiri tidak dapat menemukan suaranya sampai beberapa detik kemudian.

"Maksud kamu apa?" sahut Gita galak. Meskipun dia belum terlalu lama mengenal Indra, tetap saja dia merasa tersinggung kalau temannya tidak dianggap seperti itu.

Elang menaikkan sebelah alisnya. Tas pianika yang dibawanya di tangan kanan, dia pindahkan ke pelukan karena berat. "Aku cuma nanya."

"Ini teman aku. Namanya Indra!"

Elang tergelak, lalu dia pun melangkah memasuki kelas tanpa berkata apa-apa lagi. Gita mendengus kesal, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Indra. Seperti beberapa menit sebelumnya, Indra masih memasang seulas senyuman di bibirnya.

"Santai aja," ucap Indra.

"Nggak bisa."

Indra tertawa kecil. "Yaudah, masuk sana. Nanti keburu bel masuk."

Gita pun mengiyakan. Setelah berpamitan, Indra melangkah mundur dan menunggu sampai Gita berjalan menuju kelas. Meskipun agak kurang rela, akhirnya Gita berhasil menyeret kakinya memasuki kelas.

Refleks, mata Gita mencari sosok Elang di antara kerumunan anak-anak laki-laki yang sedang berkumpul di bagian belakang kelas. Mungkin ada yang membeli mainan baru sehingga semuanya penasaran, atau mereka hanya sekadar ingin mengobrol. Sementara itu, anak-anak perempuan duduk di mejanya masing-masing, sambil bertukar kertas binder lucu.

Tidak hanya berhasil menemukan Elang, ternyata Gita juga harus bersitatap dengan anak laki-laki itu ketika tanpa sengaja Elang ikut mengarahkan pandangannya ke arah Gita. Gita langsung mengalihkan tatapannya ke arah lain, sementara dia bisa merasakan kalau Elang tengah menahan tawanya.

Lewat ekor matanya, Gita bisa melihat kalau Elang tengah berbisik-bisik dengan beberapa teman sekelas. Gita mencoba untuk terlihat tenang dengan segera menempatkan bokongnya di atas tempat duduknya, sementara teman sebangkunya, Rere, sedang asyik mengeluarkan kartu-kartu Love and Berry koleksinya.

"Hai, Gita," sapa Rere ceria. "Lihat deh, kemarin aku dikasih kartu langka sama kakakku!"

Gita menoleh ke arah Rere. "Wah, keren! Tukeran dong, sama aku!"

Rere menjulurkan lidahnya. "Enak aja."

Gita menyengir sebagai balasan, lalu mengeluarkan tas pianika-nya dari kolong meja. Dengan semangat, dia mengeluarkan kertas berisi not lagu Ibu Kita Kartini dan meletakkannya di sebelah pianika-nya. Gita jadi ingin bisa bermain piano juga, seperti Indra.

"Gita, pelajaran Musik kan masih nanti siang," celetuk Kayla yang duduk di belakang Rere dan Gita.

Sebagai jawaban, Gita mengedikkan bahunya. "Nggak apa-apa, ah. Biar ramai."

Indra ke-6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang