3.5

3.1K 568 84
                                    

BAB TIGA PULUH LIMA

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

BAB TIGA PULUH LIMA

"I had embraced you...

long before i hugged you."

― Sanober Khan, A Thousand Flamingos

-

Jakarta,

delapan tahun sebelumnya


Gita menyedekapkan kedua tangannya di depan dada, berdiri di depan gerbang, ketika Elang baru saja sampai di sekolah. Seperti biasa, Elang berangkat ke sekolah bersama Raffa. Kedua anak laki-laki itu menatap Gita dengan bingung, namun Raffa tidak ambil pusing dan kembali memfokuskan pandangannya pada ponselnya.

Elang dan Raffa sudah hampir berjalan melewatinya ketika Gita akhirnya berhasil mengumpulkan segenap keberaniannya. Gadis itu berkata, "Elang. Aku mau ngomong sebentar."

Tak hanya Elang, namun langkah kaki Raffa juga ikut terhenti. Melihat hal itu, Gita menggerakkan dagunya ke arah Elang.

"Cuma sama Elang," ucapnya.

"Raf, di sini aja," bantah Elang sambil menahan pundak temannya agar tidak ke mana-mana.

Gita memicingkan matanya. "Aku serius. Cuma sebentar."

Elang memandang Gita. Ekspresi wajah gadis itu tegas, dan matanya menyorot tajam ke arah Elang yang tengah menautkan alisnya. Menyerah, sekaligus merasa agak seram, Elang pun mengangguk patah-patah. "Yaudah. Apa?"

Gita menunggu sampai Raffa telah berada dalam radius yang cukup jauh dari jangkauan suara mereka. Gita memang bukannya sedang ingin membocorkan rahasia negara atau sejenisnya, namun dia tidak ingin percakapan ini berakhir sia-sia karena Elang bersembunyi di balik teman-temannya. Gita tidak ingin waktu dan pikiran yang Indra berikan digagalkan oleh sesuatu yang sepele.

Begitu Raffa sudah tak terlihat lagi, Gita pun mengajak Elang untuk duduk di salah satu undakan tribun lapangan sekolah. Elang mengikuti, masih bungkam. Meskipun begitu, Gita dapat merasakan ketidaksabaran teman sekelasnya itu.

"Aku nggak suka kamu ... nyuruh-nyuruh aku," ucap Gita pelan.

Elang terlihat kehilangan kata-kata selama beberapa saat. "Nyuruh-nyuruh apa?"

"Kayak yang kemarin."

"Oh." Elang tertawa masam. "Itu 'kan, cuma minta tolong."

"Dan sehari sebelumnya, kamu juga ngancem aku," ingat Gita dengan sabar.

Elang tersenyum kecil. "Aku cuma bilang kalau punggungku sakit gara-gara kamu. Emang aku ngancem apa? Oh, atau kamu cuma mau lari dari kenyataan? Melupakan masalah, yang penyebabnya adalah kamu?"

Indra ke-6Where stories live. Discover now