4.9

3.3K 339 100
                                    

BAB EMPAT PULUH SEMBILAN

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

BAB EMPAT PULUH SEMBILAN

"I'm not sure this is a world I belong in anymore. I'm not sure that I want to wake up." 

― Gayle Forman, If I Stay

-

Jakarta,

tujuh tahun sebelumnya


Satu-satunya kabar bahagia yang datang hari ini, setidaknya bagi Gita, adalah bel pulang sekolah. Dia merasa luar biasa lega karena dia bisa segera kabur dari kelas dan teman-temannya yang entah mengapa hari ini bertingkah aneh. Memikirkan soal suasana kelas hari ini, mata Gita tanpa sadar bergerak sedikit untuk melirik ke kursi di sebelahnya, tempat Elang tengah sibuk memasukkan buku dan pensilnya ke dalam tas.

Terdengar suara dengusan keras dari arah Elang, dan hal itu cukup untuk membuat Gita tersadar bahwa teman sebangku sementaranya tersebut menyadari lirikannya. Dengan cepat, Gita pun kembali mengalihkan pandangannya ke depan sambil menyampirkan kedua tali tas ranselnya ke pundak.

"Kamu langsung pulang?" tanya Gita, berusaha memberanikan diri. Kedua tangannya menggenggam erat tali tasnya.

Elang menatapnya sejenak, lalu menggeleng. "Main dulu sama yang lain."

"Ah, oke," angguk Gita. Ia baru akan mengucapkan salam perpisahan ketika tiba-tiba matanya memandang ke arah gerombolan teman-teman sekelas perempuan yang tengah berdiri di dekat pintu keluar, dan nyali Gita pun menciut. Kakinya terpaku di tempat, sebelum akhirnya ia kembali duduk di bangkunya.

Elang ternyata belum mengalihkan pandangannya dari Gita, karena setelahnya anak laki-laki itu bangkit berdiri sambil menyampirkan sebelah tali tas ranselnya ke salah satu bahu. Kemudian, pandangannya dialihkan dari gadis itu sambil berkata, "Ayo, aku juga mau keluar sebentar."

Mata Gita membelo lebar. Lalu, ia ikut berdiri dan segera mengekori langkah Elang menuju pintu kelas. Kepalanya tanpa sadar tertunduk, sementara jemarinya menggenggam kemeja seragam bagian belakang Elang, begitu mereka berdua melewati gerombolan di sebelah pintu tadi. Gita merasakan pundaknya disenggol, entah oleh siapa, namun hal itu tidak berlangsung lama karena kemudian Elang menariknya meninggalkan ruangan kelas.

Gita mendongakkan kepalanya kembali, baru akan berterima kasih pada teman sekelasnya tersebut, ketika tiba-tiba netranya menangkap sosok Aiden yang tengah berdiri di seberang koridor. Lewat ekor matanya, gadis itu juga merasakan gerakan kepala Elang yang ikut menoleh ke arah pandangnya. "Kak Aiden?"

Selain karena tinggi, sosok Aiden memang sangat menonjol karena seragam sekolahnya yang berbeda. Meskipun begitu, kakak sepupu Gita itu tidak terlihat canggung sama sekali, kecuali kalau kerutan di antara kedua alisnya merupakan pertanda kalau ia tengah merasa tidak nyaman. Ekspresi itu hanya bertahan selama beberapa milisekon, sebelum akhirnya Aiden kembali menunjukkan senyum lebarnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 28, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Indra ke-6Where stories live. Discover now