Show & Tell

1K 133 15
                                    

Gue gak tau topik ini sudah pernah gue bahas apa belum, tapi mengingat hal ini paling dipermasalahkan, mungkin ga ada salahnya gue bahas soal S&T.

Waktu belajar nulis, hal ini pasti yang jadi sorotan utama. Terutama waktu kita masih nubi, pasti kalau nggak soal grammar, maka dosanya adalah lebih memilih tell daripada show. Sekalipun udah nanya, apa sih S&T? Tapi tetep aja kita masih belum terlalu paham.

Katanya "Tell" itu : aku lapar

Sedangkan "show" itu : perut bergemerucuk, disertai rasa mual, pening di kepala dan keringat dingin, pandangan pusing ... 

Entah ya ... tapi show yang ditunjukkan di atas lebih kedengaran seperti deskripsi pada obat maag. Gak salah sih, kalau udah kena maag memang begitu gejalanya kalau gak makan. Anyway, intinya adalah ... apakah itu benar-benar show? Apakah show selalu lebih bagus daripada tell?

Dislcaimer, apa yang akan anda baca di bawah ini adalah opini pribadi saya sebagai penulis yang punya sedikit pengalaman, bukan sebagai guru bahasa Indonesia yang sudah punya sertifikat, jadi saya sendiri gak merasa omongan saya benar, namun kalau anda merasa omongan saya relatable, ya monggo :)

Ini tell : 
Bumi tahun 9000, manusia sudah meninggalkan planet untuk hidup di dalam pesawat luar angkasa. Beberapa membangun koloni di Mars. Yang tersisa di Bumi adalah orang-orang Indonesia yang masih meributkan agama mana paling benar.

Ini show :

"Ahmad, besok ada acara ga? Ayo kita jalan-jalan. Ada film baru tuh soal pemilihan Gubernur DKI tahun 2017," kata Mustofa kepadaku.

"Masih laku aja tuh topik ya? Padahal sudah 7000 tahun berlalu."

Sampai di sini, sedikitnya ada dua hal yang di show : 
1. percakapan itu terjadi 7000 tahun setelah pemilihan gubernur DKI tahun 2017.
2. Indonesia masih eksis tahun 9000

"O, iya dong! Itu kan pilkada paling ancur sepanjang sejarah. Minoritas dibully, bahkan yang milih ditakut-takutin," Mustofa memang paling semangat kalau ngomongin soal minoritas mayoritas, terutama dalam lingkup politik. Lihat saja, saat berkata demikian, matanya sampai melotot. Tentu saja dia berbisik-bisik sambil memastikan dulu bahwa tidak ada yang mendengar ucapannya. 

Aku agak terganggu olehnya, "memang kenapa? Salah sendiri kristen, udah begitu cina lagi."

"Memangnya kenapa kalau orang lahir sebagai cina dan kristen?" seperti biasa, dia tidak mau kalah. Perdebatan kami pun dimulai lagi. 

"Mereka kan mau menjual negara ini ke cukong-cukong luar!"

Di sini ada satu hal yang di show : bahkan di tahun 9000, orang Indonesia masih memperdebatkan mana yang benar dan salah mengenai agama dan ras.

Perdebatan antara aku dan Mustofa serentak berakhir ketika ponselku berbunyi. Kusuruh Mustofa untuk diam sebentar sementara aku mengangkat telepon dengan antusias. 

"Oi, Abang! Apa kabar di Mars?" tanyaku dengan gembira, tidak lupa ku tekankan kata "Mars" di hadapan Mustofa karena dia gagal lulus tes untuk bekerja di sana. Biar dia ketonjok sedikit.

"Baik, Mars agak panas tapi kita punya kabar baik. Abang dapet promosi dari bule Swedia. Mereka mau abang ikut kapal luar angkasa dan menjelajah nyari planet berpenghuni di galaksi tetangga!" kata abangku dengan suara riang.

"Wuahh beneran tuh bang? Keren bang!!"

"Kamu bagaimana di Tibet?" tanya abangku kembali.

"Tibet agak beda sama kampung Suka Mundur, bang. Di sini dingin banget. Serius nih Indonesia mau ekspansi lagi ke Rusia? Kan lebih dingin lagi."

Abangku tertawa, "yah ... maklum saja lah, Bumi sudah kosong, semua orang sudah nyebar ke galaksi lain. Nih ada perang rebutan Galaksi EEK-007, kamu belum denger ya?"

"Belum, apaan tuh bang?"

"Biasa, orang-orang Viking pingin nyaplok wilayah Britain," jelas abangku.

Sampai di sini, dapatkah kalian menyebutkan hal mana yang sedang di show?


Tidak ada aturan sebaiknya harus tell atau show, karena naskah cerita zaman dulu menggunakan tell tapi tetap diminati. Karena pada zaman dahulu cerita gak sebanyak sekarang. Gak semua orang nulis cerita dan bisa bercerita. Tapi zaman sekarang banyak yang sudah jago bikin cerita, jadi persaingannya bukan cerita mana yang lebih orisinal, melainkan bagaimana kamu menyampaikan cerita agar jadi lebih menarik.

Kebanyakan tell akan terasa lebih menjemukan karena deskripsi yang diberikan terlalu "big picture", karena itulah show lebih dianjurkan karena memberikan detail pada apa yang ingin anda tell. 

Alasan kedua kenapa show lebih dianjurkan daripada tell adalah karena setiap orang memahami apa yang mereka baca berdasarkan perasaan dan pikiran pribadi mereka. Jadi kalau anda menulis "aku marah", pembaca yang impulsif bisa membayangkan si tokoh lagi banting-banting barang seperti angry german kid, namun pembaca yang lebih sabar membayangkan si tokoh hanya duduk diam tanpa mau berkomunikasi dengan siapapun. Selain itu bila kamu hanya menuliskan "aku marah", pembaca mungkin kurang bisa relateable dengan si tokoh karena tell yang anda sampaikan mungkin tidak menyampaikan alasan kenapa dia pantas marah.

Mungkin anda menulis "cowoknya selingkuh, jadi dia marah", namun saya yakin 90% pembaca akan bergumam "so? cowok gue juga pernah selingkuh tapi gue gak marah tuh, malah kebeneran jadi gue bisa menyingkirkan cowok yang gak pantas untuk gue sayangi."

Tapi bila anda ngeshow kemarahan si aku dengan cara mendeskripsikan kejadian yang mendasari kemarahan tersebut, misalnya : 
Anda menunjukkan bagaimana serunya pertemuan mereka, kemudian anda menggambarkan bagaimana mereka jadian, hal-hal so sweet dalam hubungan mereka dan janji-janji untuk setia sehidup semati, apa saja yang telah mereka lalui bersama. Tahu-tahu dia selingkuh, maka para pembaca bisa lebih mudah memahami kenapa si aku marah saat cowoknya selingkuh.

Itu dulu dari saya tentang Show dan Tell, mudah-mudahan tulisan ini membantu progres kalian dalam menulis cerita. :)

Selamat menulis!

Jadi, Kamu Pingin Jadi Penulis?Where stories live. Discover now