Part 18.1

10.2K 676 20
                                    

Haiii Alina datang lagi

Kali ini agak panjang, gak sependek yg kemareeen.

Semoga kalian suka yha!

Oh yha, bantu kasih bintang doong. Biar tambah semangat.
#modus #kode

Damar segera mengunci kamarnya dan menyeret Alina untuk duduk di kasurnya. Sedangkan Damar berdiri didepannya seakan sedang menyidang anak yang ketahuan mencuri uang papanya.

"Siapa yang bolehkan kamu bawa mobil?"

Alina mendongak menatap marah Damar. Kalau memang tidak boleh kenapa Damar tidak menjempunya dan malah keasikan bersama Erika di rumah.

"Terus apa bedanya kamu yang keasikan berdua di rumah sama Erika? Seneng yha udah dirawat sama Erika? Sekalian aja tuh lamar dia. Kita udahan aja deh."

"ALINAAAA!!!!" Damar dengan suara tingginya membuat Alina takut. Spontan Alina menutup kedua telinganya, menundukkan kepalanya takut memandang om duda.

Jangankan untuk melihat wajah Damar, untuk membatin atas sikap Damar pun Alina sudah tidak berani. Intinya Alina sudah mati kutu. Alina hanya bisa memainkan jari-jarinya untuk menyalurkan rasa takutnya. Bibirnya sudah tertutup rapat. Kakinya juga sedikit bergetar menahan ketakutannya.

Melihat Alina seperti itu, om Damar mengusap wajahnya kasar beberapa kali kemudian menarik napas dan membuang napas kasar seakan ingin membuang jauh semua kemarahan dan kekesalahannya pada Alina. Damar maju mendekati Alina yang masih tertunduk kemudian mencekram dan mengangkat dagu Alina agar mereka bisa saling bertatapan.
Damar bisa melihat ketakutan di mata Alina.

"Jangan pernah kamu berfikir hubungan kita bisa putus ditengah jalan, Alina. Kamu tunangan saya dan akan menjadi istri saya. Tidak ada perempuan lain dalam hidup saya, cukup ada kamu. Paham?" Damar dengan emosi yang masih tertahan didada dan mata tajam tertuju pada mata Alina. Penggunaan kata saya menunjukkan bahwa Damar sangat marah. Damar selalu menggunakan bahasa baku saat emosinya sudah di ubun-ubun.

Damar sangat marah dan kecewa setiap kali Alina berusaha menyudahi hubungan mereka berdua. Mulai dengan Erika, dekat dengan laki-laki lain atau mengundur rencana pernikahan mereka. Damar tahu Alina masih belum sepenuhnya menerimanya tapi dengan keyakinan yang bulat Damar yakin dapat menjadikan Alina sebagai ibu dari anak-anaknya.

Alina memandang Damar dengan semua sisa-sisa keberanian yang dia kumpulkan. Sebenarnya lidah Alina susah kelu untuk berbicara tapi Alina ingin memperjelas hubungan mereka. Kalaupun tidak mau putus lantas kenapa mereka harus tetap bersama?

"Sebenarnya apa sih alasan kita bertunangan? Kamu mau cari ibu buat anak-anak kamu? Cuman itu kan? Kamu egois Damar."

Alina menarik kasar tangan damar dari dagunya. Lalu berjalan meninggalkan Damar untuk keluar kamar. Untung saja kuncinya masih menempel di pintu. Jadi Alina masih bisa dengan mudah keluar kamar.

Baru saja Alina akan memutar kunci, Damar kembali menahannya. "Siapa yang izinkan kamu keluar! Kembali duduk Alina!" Suara Damar kian meninggi.

"Jangan kamu keluar sebelum saya izinkan, Alina!"

Alina memutar badannya malas. Dia tau semakin ditentang, maka amarah Damar akan semakin meninggi. Jadi lebih baik dia duduk lagi ditempatnya. Pasrah mendengar omelan dari si om duda.

Alina sudah duduk di tempat tidur itu lagi. "Aku udah duduk, sekarang mau ngomong apa lagi?" Alina pasrah.

Damar menarik kursi yang ada meja sudut kamar. Dia tarik ke depan Alina agar mereka dapat duduk berhadapan. Suasana kamar itu masih tegang bahkan suara kursi ditarik pun bisa membuat Alina takut. Takut kalau tiba-tiba Damar marah dan berakibat buruk dengan kursi itu. Sedih sekali nasip kursi itu.

Stepmother Wannabe (Miss Nyinyir)Where stories live. Discover now