1

26.9K 1K 15
                                    

“Arvin awas!!!!”

Cittt.......

Brak!

“Mah.... ” Dia Arvin, cowok memiliki postur tubuh tinggi bermata elang-menghentikan mobil mendadak, lalu pemandangannya melihat kearah depan.

“Arvin, apa yang kamu lakukan, nak!” Wanita paruh baya-duduk disamping Arvin, membelakkan mata lebar ketika melihat dua orang tergelatak didepan mobil anaknya dengan darah yang keluar dari tubuh keduanya.

“Mah, Arvin nggak sengaja!” Arvin panik, terlihat beberapa orang mengerubungi orang itu.

“Arvin, kita turun sayang!” Mona-mama Arvin, dengan melepas sabuk pengaman lalu membuka pintu mobil dan turun menerobos kerumunan.

Merasa bersalah, Arvin memberanikan diri untuk turun-mengikuti mamanya. Yah, walaupun Arvin takut melihat korban kecelakaan seperti ini.

“Ibu harus tanggang jawab atas kejadian ini, anak ibu harus menerima hukuman setimpal dengan apa yang dia sudah perbuat!” Ucapan salah seorang warga membuat jantung Arvin berdegup kencang, tubuhnya bergemetar tak luput keringat dingin yang sudah bercucuran membasahi keningnya. Tidak mungkin Arvin menghabiskan masa mudanya dipenjara.

“Baik, saya akan bertanggung jawab! Tetapi saya mohon jangan laporkan anak saya kepolisi. Saya berjanji akan bertanggung jawab penuh atas kejadian ini.” Mona mengatupkan kedua tangan-memohon. Ia tidak bisa menyerahkan anak semata wayangnya begitu saja kepolisi, lebih baik ia kehilangan harta daripada harus kehilangan putra kesayangannya.

“Baik, kami pegang ucapan ibu!”

Dua korban tersebut dinaikan warga keatas mobil brondol milik warga.

“Ibu harus ikut dengan saya, jangan sampai anda melarikan diri dari tanggung jawab anda!” Ujar pemilik mobil.

Mona mengangguk, lalu naik kedalam mobil tepatnya dibangku samping supir. Dan dibelakang terdapat 6 orang warga-ikut membantu sampai rumah sakit.

Sedangkan Arvin, cowok itu segera menaiki mobil-melajukan mobilnya dibelakang brondol yang membawa dua orang korban.

******

Aileen Pov

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, tetapi ayah dan bunda belum pulang juga. Padahal mereka pamit sebentar untuk kepentingan mengambil uang di atm.

Sebenarnya ada apa dengan mereka tuhan? Menapa perasaanku menjadi tak enak begini. Berkali-kali aku menengok ke jendela, tetapi nihil. Tidak ada tanda akan kedatangan mereka.

Beberapa kali aku mencoba menghubungi ayah dan bunda bergantian, lagi-lagi operator yang menjawab.

Terdengar handphoneku berbunyi, kupikir ayah atau bunda yang menelfone ku. Tapi dugaanku salah, tertera nomor yang tidak ku kenal di layar hpku. Dengan malas aku menggeser tombol bewarna hijau di hpku.

“Hallo.”

Hallo, dengan keluarga bapak Ridwan Kuncoro?

“Iya benar, saya anaknya. Ada perlu ya?”

Kami dari rumah sakit patrika, ingin mengabarkan jika orangtua anda atas nama ibu rahma heslina dan bapak ridwan kuncoro mengami kecelakaan, dan saat ini berada di ruang UGD.

Deg!

Ayah dan bunda kecelakaan. Tidak! Tidak mungkin, ini pasti salah orang. Ini tidak mungkin!

Hallo.

“Iya, saya kesana sekarang.”

Tak disangka air mataku lolos jatuh begitu saja, kakiku terasa tidak bisa menompang tubuhku. Aku menjatuhkan badan diatas sofa.

Dadaku sesak, mengapa rasanya aku sulit mengambil nafas. Rasanya berat. Kupegang dadaku, sebelah tanganku mencari benda yang selama ini menjadi penompang hidupku. Ketika sesak nafas, benda itu selalu bisa menyembuhkanku.

Aku tak percaya mendengar kabar itu, semuanya seperti mimpi. Jika memang benar ini mimpi, bangunkan aku tuhan! Bangunkan aku!

Aku tidak ingin kedua orangtua ku terluk. Mereka satu-satu yang aku punya, aku tidak punya siapa-siapa lagi selain mereka.

Kakak ku memilih pergi meninggalkan kita. Dia lebih memilih orang tua yang secara ekonomi termasuk golongan orang kaya. Dia malu memiliki orang tua miskin, seperti ayah dan bunda.

*****

Ridwan-salah satu korban kecelakaan telah dinyatakan dokter-meninggal dilokasi kejadian, sedangkan istrinya masih dalam penangan dokter.

Mona dan Arvin saat ini berada di depan ruang UGD. Mengetauhi ridwan meninggal, hal itu membuat Arvin merasa bersalah, takut dan semua bercampur menjadi satu.

“Ma, gimana kalau tante itu ikut pergi suaminya?” Tidak dapat disembuyikan lagi ketakutan Arvin, keringat dingin sedari tadi tak bisa berhenti mengaliri kening dan lehernya.

Bagimana mungkin, Arvin menghilangkan dua nyawa sekaligus. Andai waktu bisa diputar ia pasti akan menuruti perintah mamanya agar sedikit berhati-hati.

Mona tau bagaimana perasaan Arvin sekarang. Padahal sebelumnya Arvin tidak pernah terlihat setakut ini, bisa dikatakan Arvin tipikal orang yang cuek dengan keadaan.

“Udah, kamu jangan takut. Kita sama-sama berdoa semoga tante itu tidak apa-apa.” Menjadi seorang ibu, saat ini Mona hanya bisa menenangkan Arvin. Ditarik tubuh Arvin kedalam pelukannya, Mona bisa merasakan tubuh anaknya bergemetar dan bajunya sedikit basah.

“Arvin nggak mau dibilang pembunuh, ma.” Lirih Arvin memeluk erat sang ibu. “Arvin merasa bersalah sama mereka! Arvin udah hilangin nyawa om tadi.”

Pintu UGD terbuka, terlihatlah seorang perempuan dengan baju ciri khasnya bewarna putih.

“Permisi, ibu dan adek silakan masuk!” Ujar suster cantik, tersenyum tipis. “Pasien ingin bertemu dengan anda.”

Mona mengangguki. “Baik, sus.”

“Kalau begitu, saya permisi masuk dulu. Permisi.” Suster itu melangkah pergi dari hadapan Arvin dan Mona.

“Iya.”

Arvin melepas pelukan mamanya, ia mengusap kasar kedua pipinya lalu menarik nafas dalam-agar lebih tenang.

“Kamu mau disini atau ikut masuk?” Mona bertanya lembut.

Arvin membuang nafas kasar. “Arvin ikut.”

Mona tersenyum lembut. “Ayo! Jangan takut, rilex aja.” Mona menepuk pelan bahu Arvin, sebagai penguat.

Mona berdiri lebih dulu, kemudian disusul Arvin. Mereka melangkah bersama memasuki ruangan.

- - - - - -

Untuk part pertama segini dulu aja ya.

Jngan lupa buat vote dan coment kalian.

Bye....

ARLEEN [END]Where stories live. Discover now