36

18.9K 747 53
                                    

Genap satu minggu dirawat, akhirnya Aileen diperbolehkan pulang. Mona tidak mengantar Aileen pulang kerumah Arvin, tetapi Mona membawa Aileen pulang ke apartemen miliknya. Apartemen yang lama tidak dihuni, tetapi setiap minggunya tetap selalu dibersihkan.

Kemarin, Mona meminta bi Yarti—salah satu asisten rumah tangganya untuk membersihkan apartemen dan tinggal sementara disana—menemani Aileen.

“Mama udah siapkan pakaian ganti kamu di almari, besok mama bawakan sragam sekolah kamu.” Mona duduk disebelah Aileen sambil mengusap bahunya. “Untuk sementara waktu, dua hari kedepan kamu nggak usah berangkat sekolah dulu.”

Aileen mengangguk nurut. “Iya, mah.”

“Untuk sementara, kamu ditinggal disini sama bi Yarti yah?” Mona tersemyum lembut, dan memindahkan tangan—mengusap rambut Aileen.

Aileen menganggukkan kepala lagi, ia menatap lekat mama mertunya. “Makasih ya, ma. Selama ini mama selalu baik sama Aileen, sedangkan Aileen belum bisa kasih apa-apa buat mama.” Ucapnya berkaca-kaca.

Mona menarik Aileen kedalam pelukannya, ia memeluk Aileen begitu erat. “Aileen nggak perlu kasih apa-apa buat mama. Hanya dengan Aileen sekolah dan mendapat nilai yang bagus, hal itu sudah menjadi suatu kebanggan buat mama.”

Aileen mengeratkan pelukan, air matanya berlomba-lomba mengalir—membasahi pipinya. “T-tapi Aileen ta-kut, ma.” Tuturnya sedikit terbata-bata.

Mona mengernyit, tidak mengerti maksud dari ucapan Aileen. “Takut kenapa sayang? Apa yang kamu takutkan?”

Bukannya menjawab, Aileen justru menggelengkan kepala—sesegukan. “A-Aileen, Aileen nggak mau seko-lah.”

Mona meletakkan dagu diatas kepala Aileen, ia mengusap punggung menantunya—berusaha menenangkan.

Mona tidak tau masalah apa yang terjadi disekolah Aileen, hingga anak itu tidak mau sekolah lagi. Sepertinya Mona harus bertanya kepada Arvin.

Menangis sesegukan yang tak kunjung mereda, hal itu dapat mengakibatkan sesak nafas Aileen kambuh.

Mona panik karena tiba-tiba Aileen menarik nafas panjang dan sedikit tersendal. “Sayang? Kamu kenapa nak?“ Tanyanya menepuk-nepuk pipi Aileen.

Aileen memegang dadanya. “S-ssesak m-ma.”

“Kamu punya penyakit asma? Kamu ada inhaler? Dimana? Mama ambilin.”

“R-Rum-mah.”

“Rumah?” Mona bingung harus melakukan apa, ia pertama kali menemui orang sesak nafas.

Mona cuma bisa mengelus punggung Aileen. “Atur nafas pelan-pelan, sayang.” Intruksinya.

Aileen berbatuk-batuk, hal itu membuat Mona tambah panik. “Sa—”

Tok! Tok! Tok!

“Masuk! Masuk! Cepetan masuk!” Entahlah, orang yang mengetuk pintu Mona kira ialah bi Yarti. Tetapi siapa sangka, cowok berhoodie abu-abu yang tak lain adalah Arvin.

“Arvin?” Mona terkejut atas kedatangan anaknya, bagaimana bisa tau jika dirinya dan Aileen sedang berada disini. Tetapi sekarang, yang ia masalahkan bukan itu. Saat ini Mona harus meminta tolong Arvin.

“Aileen kenapa ma?” Arvin melangkah, mengambil duduk disamping kanan Aileen.

“Inhaler! Kamu bawain inhaler Aileen nggak?”

Arvin membuka tas punggung yang dibawanya, cowok itu mengobrak-abrik seisi tas dan tidak membutuhkan waktu lama Arvin mendapatkan benda yang ia cari.

ARLEEN [END]Where stories live. Discover now