48

23.8K 787 117
                                    

“ZANIERRRRR, MOBILLLLLLL” Arvin berlari, lalu mendorong punggung Zanier hingga cowok berambut pirang coklat muda itu tersungkur.

BRAK!

Kejadian itu berlalu begitu cepat, Arvin hanya merasakan tubuhnya melayang hingga rasa sakit terasa disekujur tubuhnya.

Arvin masih bisa mendengar teriakan histeris orang-orang, entahlah mereka meneriaki apa Arvin tak tahu.

Teman-teman Zanier, melihat kejadian itu langsung bergerak menolong Zanier dan ada salah satu dari mereka—berlari ketengah jalan guna menolong Arvin.

Regar—teman Zanier membopong tubuh Arvin yang berlumuran darah, ketepian jalan—takut mengganggu pengguna jalan lain.

“Bangun, vin! Bangun!” Regar menepuk-nepuk pipi Arvin berharap cowok kepangkuannya itu membuka mata.

Arvin tak ada tenaga untuk membuka kelopak mata, tetapi ia masih bisa mendengar suara Regar. “Nier.” Gumam Arvin memanggil nama Zanier.

Regar tahu maksud ucapan Arvin, berteriak memanggil temannya agar datang kemari. “Xav, bawa Zanier kesini! Cepetan!” Seru Regar berteriak.

Tak lama, Zanier tiba dengan bantuan Xavtar. “Arvin.” Lirih Zanier terduduk disebelah Arvin.

“Nier.” Tangan Arvin bergerak-gerak ingin menggapai tangan teman semasa SD-nya dahulu.

Mengetauhi pergerakan tangan Arvin, Zanier menggenggam kuat tangan mantan sahabatnya. “Sorry, vin. Sorry.” Tanpa mampu dibendung lagi, air mata Zanier jatuh karena rasa bersalahnya terhadap Arvin.

“Maafin gue, maaf.” Zanier menunduk, meletakkan keningnya diatas genggaman tangannya dengan tangan Arvin. “Sorry, vin.”

“Lo harus bertahan vin, sebentar lagi ambulan datang.” Imbuh Zanier.

Regar dan Xavtar melihat adegan kedua mantan sahabat itu, ikut terharu. Bahkan, Regar dan Xavtan sempat menyeka air mata mereka agar tidak menetes.

“Nier......”

“Iya? Kenapa vin? Ada yang sakit? Soal tadi gue cuma bercanda bilang  bibir lo sakit.” Ujar Zanier menerocos tanpa henti.

“G-gue min-ta t-tolong.” Arvin mengucapkan kata-katanya terputus-putus.

“Minta tolong apa? Gue bakal bantu lo semampu gue. Kalau pun gue nggak mampu gue bakal tetap lakuin itu demi elo.” Arvin tersenyum tipis, mendengar penuturan panjang Zanier.

Zanier memang tipikal cowok cerewet, banyak bicara. Dan cowok berambut pirang coklat muda itu sangat tidak nyaman dengan ketenangan, ataupun keheningan.

“Lo jangan senyam-senyum, vin! Gue serius, lo mau minta apa ke gue? Gue bakal turutin permintaan lo.” Jujur, sebenarnya Zanier sangat merindukan kenangannya dimasa SD bersama Arvin, Delan, Devano, dan Marluk. Tetapi ego melebihi apapun, Zanier tak berani mengatakan itu kepada ketiga mantan sahabatnya.

“G-gue min-ta, l-lo j-ja-gain Ai-leen b-buat gu-e.”

Zanier terdiam, bukannya tidak tau maksud perkataan Arvin. Hanya saja Zanier tak tahu siapa Aileen itu.

“J-jan-ji ke g-gue, y-yer.” Arvin merasa tambah sulit mengeluarkan suara. “G-gue mo-hon, j-jaga-in d-dia bu-at gu-e.”

Zanier mengangguk. “Iya, gue bakal jagain Aileen-Aileen itu asalkan lo balik lagi sama gue.” Tuturnya. “Gue mau kita kaya dulu lagi, vin. Gue kangen kita yang dulu.”

“N-ng-gak bi-sa, gu-e m-mau sa-ma Mar-luk.”

“Nggak! Lo nggak boleh pergi sama Marluk, cukup dia aja yang pergi tinggalin kita! Elo jangan!” Bantah Zanier tidak menyetujui ucapan ngelantur Arvin.

ARLEEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang