15

15.9K 665 21
                                    

Mendapat perintah dari sang majikan, seorang asisten dirumah besar berlantai dua itu segera melaksanakan tugas—menaiki tangga menuju kamar seorang cewek berlesung manis.

Pintu kamar dalam keadaan terbuka lebar, tanpa mengetuk pintu bi Odah langsung masuk karena panik melihat Aileen—tiduran diatas ubin.

“Non.” Bi odah menyentuh punggung Aileen, menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajahnya.

Melihat darah mengalir pada kening Aileen, bi Odah memekik kaget. “Astagfirullahalazim, non.”

Tidak usah diberi tau, bi Odah yakin jika Arvin yang telah membuat Aileen seperti ini. Memang anak itu tidak pernah berubah dari kecil.

“Bibi obatin ya non. Sini bibi bantu bangun!” Bi Odah menarik kedua bahu Aileen—membantu cewek berlesung itu naik keatas kasur.

Aileen sudah berpindah di atas ranjang, tanpa berfikir panjang bi Odah berlari keluar—mengambil kotak p3k dan membawanya kembali ke kamar Aileen.

Dengan gerakan pelan, bi Odah  membersihkan darah dijidat Aileen menggunakan kapas. Dirasa sudah bersih, bi Odah mengambil obat merah dikotak obat yang dibawanya. Cukup dua tetes, bi Odah berikan diluka kening Aileen.

Aileen meringis, perih. “Udah, udah bi.”

Bi Odah meratakan obat merah, disekitar luka Aileen. “Iya, non. Ini udah mau selesai, kok.” Ucapnya merapikan kembali kotak p3k seperti semula.

“Non Aileen sudah makan?” Tanya Bi Odah memandangi wajah Aileen terlihat sedikit pucat.

Aileen membalas pertanyaan bi Odah dengan gelengan kecil.

“Bibi ambilin makan ya, non.” Tawar bi Odah.

Aileeb menggeleng. “Nggak usah, bi.” Tolaknya.

Bi Odah terlihat mencemaskan kondisi Aileen. “Non Aileen harus makan, kan tadi pagi non belum makan. Terus tadi disekolah non Aileen istirahat tidak? Den Arvin kan lupa kasih uang jajan sama non.” Bi Odah tetap berusaha membujuk Aileen, agar perempuan berlesung itu mau mengisi perutnya.

Benar, tadi pagi Arvin tidak memberi Aileen uang saku. Tetapi sewaktu istirahat kedua, Aileen dapat menfisi perut seperti anak-anak yang lain karena Rey mentraktirnya.

“Tadi aku udah makan dibeliin sama temen, bi.” Jelas Aileen.

Bi Odah mengangguk, tersenyum hangat. “Yaudah kalo gitu bibi turun dulu ya, non. Kalo non butuh apa-apa tinggal panggil bibi saja.” Ujarnya, harus segera menyelesaikan tugasnya yang sempat tertunda.

Aileen tersenyum tipis. “Iya, bi. Makasih, ya.”

Bi Odah membalas senyuman yang diberikan Aileen. “Iya non, sama-sama. Bibi usahain, bibi akan selalu ada buat, non.”

Langsung saja, Aileen segera berlari kedalam pelukan bi Odah. Cewek berlesung itu mendekap bi Odah sangat erat, Aileen merindukan bundanya.

****

Ditaman tak berpenghuni, saat ini Arvin sedang berada. Lampu-lampu taman menerangi tempat itu ketika matahari mulai menyembunyikan sinarnya. Hanya duduk sendiri dikursi panjang bewarna putih, entah kebetulan atau gimana hal itu tidak membuat Arvin takut.

Sepi!

Hanya terdengar suara kendaraan melaju dijalan raya depan sana. Lokasi taman yang jauh dari kata ramai, berada didekat perumahan yang sepi membuat Arvin merasa betah di sana.

Benda pipih milik Arvin segaja cowok bermata elang itu letakkan disebelahnya karena berbunyi saja sejak tadi. Arvin menghela nafas kasar, wanita yang sudah ia ikat menjadi kekasihnya terus menelfoni dirinya tanpa henti. Arvin malas dengan Brisilla, ia bertekad memutuskan hubungannya dengan Brisilla besok. Ya besok!

ARLEEN [END]Where stories live. Discover now