45

18.3K 694 14
                                    

Acara tasyakuran dirumah Arvin, berjalan dengan lancar. Banyak tetangga serta sahabat-sahabat Arvin dan Aileen turut hadir dalam acara tersebut.

Malam ini, Arvin tampak begitu tampan dengan kemeja bewarna putih, celana jins hitam dan tak ketinggalan kopiyah hitam polos—menambah aura kegantengan Arvin.

“Lo habis kesambet apa, man?” Delan terkekeh, mendorong pelan sebelah bahu Arvin.

“Kenapa emang?” Tanya Arvin menoleh kearah Delan.

Delan memandangi Arvin sambil menggelengkan kepala takjub. “Baru nyadar gue, punya temen se-cakep elo.” Ujarnya. “Malam ini aura kegantengan lo terpancar dengan indah, tau nggak!”

Arvin tertawa menanggapi celotehan sahabatnya. “Suka-suka elo, lah lan!”

“Gue juga setuju sama Delan.” Timpal Devano ikut mengeluarkan suara. “Malam ini lo keliatan beda aja, nggak kaya biasanya.”

Kening Arvin mengerut, membentuk lekukan. “Beda gimana?” Tanya Arvin bingung.

“Ya, beda aja.”

“Adem gitu rasanya liat lo malam ini.” Sambung Delan merogoh saku celananya. “Btw, kita foto yok! Jarang-jarang kan, kita fotbar ber tiga.” Ajaknya.

“Yaudah, ayok!” Balas Arvin menyetujui.

“Tumben lo mau, diajak foto?” Tanya Devano, menarik sebelah alisnya keatas.

“Sekali-kali lah, kagak apa-apa.” Balas Arvin, membenarkan posisi kopiyah-nya. “Suruh Rey tuh, buat fotoin!”

“Rey!” Seru Delan, memanggil Rey—sedang berbincang-bincang dengan Tiara dan Aileen.

“Kenapa, bang?”

“Sini deh, fotoin kita bentar!”

Rey berdiri lalu berjalan mendekati Delan, dan mengambil hp cowok berkulitan putih itu dari tangannya.

“Berapa pencetan ini?” Tanya Rey, memegang hp Delan dengan posisi hp tertidur.

“Satu aja.” Jawab Arvin.

“Ok, tapi yang bagus yak hasilnya.” Kata Delan sibuk merapikan kemejanya.

Rey mengacungkan jempol. “Siaplah, bang.”

“Satu, dua, ti—ga.” Rey menurunkan hp, guna melihat hasil jepretan-nya. “Lumayan lah, bang.” Katanya, mengembalikan handpone yang ia pegang kepada sang pemilik.

“Bagus kagak Vin, Van?” Delan menunjukkan hasil foto kepada kedua sahabatnya bergantian.

“Bagus, lumayanlah bisa buat kenang-kenangan.” Ujar Arvin.

“Kenang-kenagan? Emang kita mau keman—” Perkataan Delan terpotong karena sosok laki-laki berpawakan tingga, gagah datang menghampiri mereka.

Alan—Kakak Aileen tersenyum tipis kepada Arvin dan kedua sahabatnya. “Arvin, bisa bicara sebentar?”

Arvin tampak kebingungan kedatangan kakak Aileen dihadapannya, dengan sikap jauh berbeda ketika dirumah sakit kemarin. “Oh, boleh. Mau bicarain soal itu?” Tanya Arvin.

“Iya.”

Arvin bangkit dari tempat duduknya. “Oh, kalau gitu gue panggil Aileen dulu. Kita bisa bicarakan semua, diatas.” Ujarnya.

“Ok, gue keluar dulu bentar.” Kata Alan.

Arvin mengangguk. “Gue tunggu diatas.” Ujarnya dengan jari telunjuk, menunjuk atap.

“Ok.” Alan menepuk sekali bahu Arvin, lalu melenggang pergi dari hadapan cowok bermata elang itu.

Arvin melirik kedua sahabatnya. “Gue cabut dulu, ada sesuatu yang harus gue urus.” Pamit Arvin pada kedua sahabatnya.

ARLEEN [END]Where stories live. Discover now