9

16K 707 15
                                    

Bi Odah selesai mengganti baju Aileen, ia sedikit terkejut melihat bekas luka dibagian punggung dan perut Aileen. Bi odah meletakkan pakaian kotor pada bak kecil dikamar mandi, ia berjalan keluar membuka pintu kamar dan dilihatnya Arvin, Devano bersandar ditembok sisi pintu.

Arvin, Devano menoleh ketika mendengar suara pintu dibuka. “Bi, gimana sama Aileen?” Devano mengkhawatirkan kondisi Aileen, sedangkan Arvin sebagai suami dan orang yang membuat Aileen seperti saat ini terlihat acuh, tak peduli.

Bi odah melirik Arvin yang tidak melihatnya lagi. “Itu den, dibagian punggung sama perut ada luka, seperti bekas cambukan.” Bi Odah menundukkan kepala dan menjawabnya pelan.

Devano menarik nafas panjang, ia siap memarahi ataupun mengatai sahabatnya yang satu ini. “Puas lo sekarang!” Ucapnya menatap tajam Arvin.

“Baru 2 hari, Aileen jadi bini lo udah kaya gini, gimana seterusnya?” Devano mencoba mengontrol emosi. Jika sampai kelewat batas, bisa keluar suara kemarahan sebenarnya.

Arvin melirik bi Odah yang ternyata sudah turun menuruni tangga. “Dia akan mati ditangan gue.” Ucapnya enteng.

“Lo manusia bukan sih. Ada ya manusia kaya lo.” Devano heran dengan jalan fikiran Arvin, ia mengusap wajah kasar.

“Lo itu nggak pantes disebut manusia, lo itu pantesnya disebut iblis!” Lanjut Devano benar-benar marah.

Arvin tak terima disebut iblis, jelas-jelas ia seorang menusia bukan iblis. Ok, memang wujudnya manusia tapi kelakuannya hampir menyerupai iblis. “Kalau gue iblis, lo apa? Malaikat, iya?”

Devano tersenyum simpul. “Itu lo tau.”

Arvin, Devano menengok ketangga, dilihatnya Mona dan Tegar berjalan menaiki tangga bersampingan. “Arvin, mama sama papa mau pamit pulang dulu, sekarang bi Odah ditanggal disini.” Mona dan Tegar harus segera pamit pulang, karena ada urusan kantor yang harus segera mereka selesaikan.

“Iya, makasih udah sempetin mampir kesini.” Arvin menyalami tangan kedua orangtua nya.

“Oiya, anak tercinta papa. Jangan lupa kamu bawa menantu kesayangan papa kerumah sakit, awas aja kalau ada apa-apa sama Aileen. Papa gantung kamu dipohon beringin.” Ancam Tegar memperingati Arvin.

“Gantung aja, om.” Timpal Devano memprofokator.

“Sebenarnya om pengen gantung ini anak dari tadi, tapi om dilarang sama penunggu tangga disini. Katanya penghuninya udah penuh, nggak ada tempat buat arwah Arvin.” Sebelum pulang rasanya belum puas, jika Tegar belum mengerjain anaknya.

Biasanya Tegar 24 jam bebas mengerjain Arvin kapanpun, tapi sekarang mereka tidak berada dalam satu rumah lagi.

Devano tertawa kecil, ia memang sudah tahu kelemahan Arvin. “Kalau penghuninya udah penuh, berarti disini juga banyak dong om?” Ucap Devano ikut menakut-nakuti

“Banyak donk, di sisi kanan, kiri, depan, belakang Arvin aja ada.” Balas Tegar terkekeh melihat Arvin mulai ketakutan lalu memeluk istrinya.

“Mah...” Arvin memeluk mona, keringat dingin mulai membasahi kening dan leher.“Mama nggak usah pulang ya, biar papa aja yang pergi.” Rengeknya.

Mona mengusap punggung Arvin. “Arvin, kamu itu udah besar masa sama hantu aja takut, malu donk nanti sama anak kamu.” Kata Mona melepaskan pelukan Arvin pelan-pelan.

Tegar menarik tangan Mona. “Udah, mama sama papa pulang, selamat bersenang-senang sama teman baru kamu. Jangan lupa diajak kenalan.” Tegar menggandeng tangan istrinya meninggalkan Arvin dan Devano.

ARLEEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang