6

17.4K 786 3
                                    

Bel pulang sekolah telah dibunyikan 10 menit yang lalu, seluruh siswa sudah keluar dari kelas mereka masing-masing. Tapi tidak dengan Aileen, cewek itu masih senantiasa duduk dibangku dengan menompang dagu.

Aileen bingung harus pulang bagaimana, uangnya habis dan tidak mungkin ia pulang bersama kak Arvin. Pasti cowok itu bersama pacarnya.

“Apa aku pulang jalan kaki, aja ya.” Gumam cewek berlesung, tak lain ialah Aileen.

Yah, mungkin itu salah satu jalan terbaik. Tidak terlalu buruk juga, itung-itung olahraga.

Aileen berdiri-mengambil tas lalu mengeluari kelas yang sudah sepi. Cewek berlesung itu berjalan meninggalkan area sekolah.

Kalau boleh jujur, sebenarnya kepala Aileen masih sedikut pusing ditambah perutnya bedemo minta diisi. Ah, sekarang bukan waktunya memikirkan itu, yang terpenting saat ini ia harus sampai rumah dengan selamat.

Kedua kaki Aileen terus melangkah hingga sebuah motor menyalip—sedikit mepet dengan Aileen, membuat cewek memiliki lesung itu sedikit kaget.

Saat Aileen melihat siapa pengendara itu, dan ternyata dia adalah Arvin. Aileen hafal motor hitam milik Arvin. Disana Arvin tidak sendirian, cowok itu membonceng cewek—sedang memeluknya erat dari belakang.

Melihat pemandangan itu, tanpa Aileen sadari dadanya terasa sesak. Untuk kedua kalinya Aileen melihat Arvin bermesraan dengan Clarissa.

Satu tetes butiran bening lolos dari kelopak mata indah Aileen, sakit rasanya melihat kemesraan mereka. Aku mungkin tidak mencintai Arvin tetapi hatinya menangis melihat pemandangan seperti itu.

Apa salah, Aileen menangis melihat cowok berstatus suaminya bermesraan dengan orang lain?

Aileen mengusap air matanya, ia tidak boleh menangis sekarang. Sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk menangis, apa kata orang nanti. Melihat dirinya menangis dijalan, seperti orang gila saja.

Tin.. Tin... Tin....

Suara klakson mengagetkan Aileen. “AILEEN!”

Aileen menghentikan langkahnya-melihat siapa gerangan yang memanggil namanya. Cewek berlesung itu mengerutkan kening bingung, pasalnya wajah orang itu tidak terlihat karena tertutup helm.

Cowok diatas motor merah-mamatikan mesin kemudian membuka kaca helm. “Gue Devano.”

“Oh, kak Devan.” Kata Aileen sambil manggut-manggut.

“Btw lo panggil gue Vano aja, takut samaan kaya Delan.” Pinta Devano.

Aileen tersenyum tipis lalu mengangguk mengiyakan. “Ok, kak.”

Devano melepas helm, lalu merapikan rambut. “Lo mau kemana?” Tanyanya.

Bukannya menjawab, Aileen malah menundukkan kepala malu. Saat-saat seperti itu menurutnya Devano terlihat ganteng, perasaan-nya juga tidak biasa jika berada didekat Devano.

Aneh. Aileen merasa ada jari-sedang berada dibawah dagunya, tangan itu sedikit demi sedikit mendorong dagu Aileen keatas—hingga cewek berlesung itu dapat melihat wajah Devano dengan jelas.

“Mau kemana?” Tanya Devano tersenyum tipis.

Aileen memegang dada-nya. Ada apa dengan jantung Aileen? Mengapa berdetak lebih cepat?

Devano mengernyit. “Kenapa?”

Aileen menggeleng cepat. “Nggak papa. Aku mau pulang.” Jawabnya, kemudian menunduk.

“Gue anterin pulang mau nggak?” Tawar Devano. “Kok liat bawah mulu sih, memang ada semut lagi nyebrang ya.”

Aileen tersenyum kikuk, lalu menegakkan kepala—menatap Devano yang sedang memandanginya.

ARLEEN [END]Where stories live. Discover now