29

13.9K 635 49
                                    

Aileen sampai rumah tiga puluh menit yang lalu. Awalnya ia takut menginjakkan kaki dirumah itu, namun dengan kekuatan hati Aileen melangkahkan kakinya kembali kerumah suaminya. Ketika memasuki rumah, keadaan tampak sepi. Ia jalan mengendap-ngendap agar Arvin tidak mendengar suara langkah kakinya.

Ketika sampai ditangga, Aileen dikejutkan oleh kedatangan bi Odah. Dan pertemuan itu, bi Odah memberi tahu jika nenek lampir dan keponakannya sementara pindah kerumah mertuanya. Tetapi setiap pagi hingga sore, dia akan berada disini menemani cucunya.

Aileen sedikit merasa lega, setidaknya ia bisa menghindari nenek Arvin. Pagi-pagi buta—sebelum nenek Arvin datang, sebisa mungkin ia lebih dahulu pergi. Dan Aileen akan kembali ketika mereka sudah pulang kerumah mertuanya.

Setelah membersihkan diri, Aileen menggunakan pakaian santainya turun dari kamar menuju dapur. Rencananya malam ia akan membuatkan makan malam untuk Arvin. Meskipun nantinya, bukan Aileen yang membawakannya ke kamar Arvin.

Sebelum memasak, Aileen mengikat rambutnya asal—menggunakan karet gelang yang ia temukan didapur. Aileen membuka kulkas lalu mengambil beberapa sayuran dan daging. Perempuan itu akan membuat sup ayam kesukaan Arvin.

"Loh, non Aileen ngapain disini?" Bi Odah baru keluar dari kamar, sedikit terkejut melihat Aileen sedang mencuci daging.

"Mau masaklah, bi. Memang mau apa lagi."

Bi Odah menghampiri Aileen. "Nggak usah, non. Biar bibi aja yang masak buat den Arvin."

"Sekali-kali nggak apa-apa, bi."

"Yaudah kalau begitu, bibi bantu ya."

"Boleh."

Tidak membutuhkan waktu lama, Aileen dan bi Odah sudah menyelesaikan menu makan malam hari ini. Cukup sederhana, hanya sup ayam dan sambal saja.

Aileen menyiapkan makan untuk suaminya, tak lupa membuatkan susu coklat kesukaan Arvin. Kata bi Odah, sebelum tidur Arvin suka meminum susu coklat.

"Udah, siap bi." Kata Aileen setelah meletakkan gelas susu diatas nampan.

"Yaudah kalau gitu, non. Bibi ke kamar den Arvin dulu, sekalian nyuapin.”

Aileen mengagguk sambil tersenyum tipis. "Iya, bi."

Sepeninggalan bi Odah, Aileen menyiapkan nasi dan memindah sup ayam kedalam mangkuk berukuran cukup besar untuk makan malam dirinya bersama bi Odah. Tak lupa ia membawa sambal yang dibuatnya tadi.

Sambil menunggu bi Odah, Aileen duduk dikursi makan. Sedari tadi perut Aileen berdemo minta diisi, tapi ia masih sabar menunggu kedatangan bi Odah. Sebagai penunda lapar, Aileen meminum air putih untuk pengganjal.

"Den Arvin nggak mau makan, non." Bi Odah datang kembali dengan nampan ditangannya.

Aileen membalikkan badan—beranjak dari duduknya. "Kenapa, bi?"

"Nggak tau, non. Nggak itu loh non, nggak selera makan namanya apa itu. Bibi mah nggak paham bahasa gaul, anak jaman sekarang."

Aileen tertawa kecil. "Nggak mood maksutnya?"

"Ya itulah, non."

Aileen membuang nafas kasar. "Yaudah nggak apa-apa, nanti kalau lapar juga minta."

Bi Odah mengacungkan jempol ke udara. "Wah, bagus tuh non. Jadi bibi nggak perlu capek-capek bujukin aden."

"Yaudahlah bi, biarin aja! Sekarang mendingan kita makan, aku udah laper." Aileen mengelus-elus perutnya yang kosong.

"Ok, non." Balas bi Odah semangat.

******

Perut dalam keadaan kenyang, kegiatan yang paling tepat ialah tiduran. Setelah makan malam, tak lupa membereskan dapur dan mencuci piring. Saat ini Aileen merebahkan badan diatas kasurnya yang empuk. Hari ini Aileen dapat bernafas lega, karena malam ini ia beristirahat dikamarnya tidak seperti semalam yang tidur digudang.

ARLEEN [END]Where stories live. Discover now