21

16.8K 715 26
                                    

"Ngapan lo tadi ditaman?" Tanya Arvin mengalihkan pembicaraan.

"Ketemu Gesang."

Mata Arvin melotot menatap Aileen. "Gesang."

--------

"Siapa Gesang?"

"Gesang it-" Belum menyelesaikan pembicaraan-nya, ucapan Aileen dipotong oleh cowok yang terbaring diatas ranjang.

"Iya gue tau, Gesang itu cowok baru lo." Sela Arvin. "Dan lo mau balas dendam sama gue, karena gue punya cewek yang statusnya sebagai pacar gue." Tuduh Arvin menatap sengit Aileen.

Lagi-lagi Aileen membuang nafas kasar-menghadapi sifat kekanak-kanakan Arvin sedang muncul. "Dengerin dulu aku ngomong!. Gesang itu bukan cowok baru aku, tapi dia itu an-"

"Nggak usah sok-sok.an cari cowok!. Ngaca tuh, cowo mana yang mau sama lo" Kata-kata Arvin membuat Aileen diam sambil menundukkan kepala, tangan-nya yang tadi digunakan untuk mengelus lengan Arvin-kini sudah berhenti menjauhi tangan itu.

"Kalau bukan karena gue terpaksa, nggak ada cowok yang mau sama lo." Lanjut Arvin bikin hati Aileen terasa diiris-iris. "Andai kejadian malam itu nggak terjadi, pasti semuanya nggak akan seperti ini."

Aileen menegakkan kepala-menatap Arvin penasaran. "M-maksud kakak apa?"

Arvin merutuki kebodohan-nya, hampir saja mulutnya berbicara kalau dirinya lah orang yang selama ini menabrak kedua orangtua Aileen. Kemarin, Mona-mama Arvin sengaja menutupi identitas penabrak orangtua Aileen sebenarnya. Tegar-papa Arvin sudah mengurus kejadian itu dengan pihak polisi.

Arvin diam sejenak-memikirkan jawaban yang masuk akal untuk dijadikan alasan. "Nggak ada, gue nyesel tolongin orangtua lo." Bohong Arvin.

"Kalau gue nggak tolongin mereka, pasti nyokap lo nggak akan suruh gue untuk nikahin, lo." Dusta Arvin.

"Kalau kak Arvin terpaksa kenapa setujuin permintaan bunda. Lebih baik aku hidup sendiri dari pada harus hidup seperti ini." Ungkap Aileen dengan sendirinya.

Arvin terpaku menyaksikan keberanian cewek disampingnya. Tiba-tiba cowok itu tidak tega-sepertinya Aileen tersinggung karena ucapan-nya.

"Kenapa?, lo terkengkang hidup sama gue." Tanya Arvin. "Kalau bukan karena gue, lo udah jadi gelandangan sekarang." Tegas Arvin menggunakan jari telunjuk untuk menunjuk cewek disampingnya-sudah meneteskan air mata.

"Nangis! Nangis nggak bakal selesaiin masalah." Bentak Arvin. "Lo itu udah besar, bukan kaya anak kecil yang dibentak langsung nangis."

"Hati aku tidak terbuat dari batu yang kebal dari berbagai macam kata-kata pedas." Celetuk Aileen benar-benar marah. "Terus mau kakak sekarang apa?" Mata Aileen tersorot mentap mata Arvin dalam-dalam.

Arvin tersenyum kecut. "Gue nggak mau apa-apa."

"Bi-"

Perkataan Aileen terpotong saat pintu ruangan terbuka-melihatkan dua orang laki-laki yang wajahnya tidak begitu asing untuk Arvin maupun Aileen.

"ASSALAMUALAIKUM WAROHMATULLAHI WABAROKATUH." Suara cowok berkulitan putih-terdengar menggema diruangan. Untung saja ruangan itu hanya mengkhususkan untuk satu pasien.

"Waalaikumsalam." Jawab Arvin dan Aileen bersamaan.

"ARVIN, GUE KANGEN SAMA LO." Delan-cowok berbibir tipis, memiliki warna kulit terbilang putih dan rambut coklat-nya yang lebat membuat cowok itu sering diledek seperti perempuan.

Delan mendekati sahabatnya-sedang terbaring diranjang rumah sakit, diikuti Devano dibelakangnya. "GUE KANGEN SAMA LO, VIN. KANGEN BANGET." Tangan Delan memeluk tubuh Arvin erat, hingga sahabatnya itu meringis karena tangan kanannya tertindih dada bidang cowok itu.

ARLEEN [END]Where stories live. Discover now