34

18.4K 757 195
                                    

“AILEEN, BUKA PINTUNYA!” Teriaknya, seperti orang resah.

“GUE HITUNG SAMPAI TIGA, KALO LO NGGAK BUKA. GUE DOBRAK PINTUNYA.”

“SATU.”

“DUA.”

“TI—”

“TIGA.”

Arvin mundur beberapa langkah, mengambil ancang-ancang.

“GUE DOBRAK PINTU-NYA.” Benar, setelah melontarkan kalimat terakhir—keluar dari mulutnya. Arvin mendobrak pintu kamar mandi Aileen, dalam sekali percobaan pintu itu telah terbuka.

Arvin membeku ditempat, matanya membulat—kaget. Ia bersusah payah meneguk ludah, sungguh!  Ada apa dengan semua ini? Kenapa semua terasa berantakan.

Dan apa ini?

Apa yang telah ia lakukan semalam?

“Aileen.” Arvin melangkah perlahan mendekati cewek bersandar dinding dalam keadaan tidak sadar, yang membuat Arvin lemas ialah darah yang mengalir dipergelangan tangan cewek itu.

Arvin mematikan shower, lalu cowok bermata elang itu berjongkok didepan Aileen. Ia menyingkirkan rambut yang menutupi wajah Aileen, mata-nya tak sengaja melihat bibir cewek itu bengkak sedikit kebiruan—mungkin karena kedinginan. Tak hanya itu, Arvin melihat beberapa tanda kemerahan disekitaran leher dan dada.

Dengan gerakan cepat, Arvin membopong tubuh Aileen—membawanya keluar turun ke lantai bawah. Diruang tengah, Arvin menghentikan langkah kakinya.

“Mau kemana kamu?” Oma menghalang jalan Arvin. Tatapan-nya tajam dan tak suka melihat cucu-nya membopong perempuan paling dibenci.

“Arvin mau bawa Aileen kerumah sakit, oma.” Arvin menjawab pelan, takut oma-nya tambah marah.

“Turunin perempuan itu! Dan berangkat ke sekolah, sekarang!” Wiwik memperintah tegas, tidak mau diganggu dugat.

“Tap—”

Wiwik memotong dengan cepat. “TIDAK ADA TAPI-TAPIAN!”

Arvin membuang nafas kasar, ia tidak mungkin membantah perintah sang oma. Mau tidak mau, dengan berat hati Arvin menurunkan Aileen di sofa ruang tamu.

“MANDI SEKARANG!”

“Maafin gue.” Arvin melenggang menuju kamarnya, masuk kedalam kamar mandi—melakukan rutual mandi dengan cepat kilat.

Sudah siap mengenakan seragam sekolah, Arvin menyambar tas tanpa mengganti buku pelajaran kemarin dengan mapel hari ini.

“Berangkat sekarang!”

Tanpa berpamitan, Arvin berjalan menuju garasi lalu menaiki mobil disusul oleh Lerin.

“Bye oma.” Lerin melambaikan tangan, sebelum akhirnya Arvin menjalankan mobil meninggalkan rumahnya.

Tidak seperti hari biasa, hari ini Wiwik entah pergi kemana bersama sang supir. Padahal biasa-nya wanita tua itu akan menunggu sampai pulang cucu-nya dari sekolah.

ARLEEN [END]Where stories live. Discover now