27

14.5K 648 38
                                    

Warning!
Bukan ada adegan ++, tetapi terdapat unsur kekerasan dalam cerita.

——————

Wiwik menunjukkan senyum miringnya—tanda ketidak-sukaannya kepada Aileen. "Kamu tidak ingat dengan saya?"

Aileen mencerna pertanyaan wanita tua itu. Tidak ingat dengan saya? Apa ia pernah bertemu? Tetapi siapa? Aileen tak ingat sama sekali. "Maaf, anda siapa ya." Sebisa mungkin Aileen berucap lembut.

"Pikun sekali kamu." Wiwik tertawa remeh. "Saya ingat! Kamu itu Dila, bukan?"

Deg!

Dila.

Dila adalah nama panggilannya dahulu, sebelum kejadian yang membuatnya trauma terjadi.

Aileen memilin tangan takut, apa kejadian dahulu akan terulang kembali. Orang-orang memanggilnya pembunuh, dijauhi semua orang, bahkan mungkin ia akan dilempari telur ayam busuk lagi.

Jika memang semua itu akan terjadi. Lalu siapa orang yang akan melindunginya, membelanya bahwa yang dituduhkan mereka tidak benar, memeluk tubuhnya yang rapuh, menghapus air matanya dengan lembut. Siapa?

Tidak ada siapa-siapa.

Sekarang otangtua-nya sudah pergi, meninggalkan segala kenangan indah dalam keluarga kecilnya. Meninggalkan seorang anak, kini sedang beranjak dewasa.

Aileen tak mampu membayangkan jika itu akan terjadi. Apakah ia harus kembali keruangan itu lagi?

Tidak. Aileen tak mampu membenci tempat itu.

Wiwik mendekati Aileen, tangannya bergerak tepat didepan kening Aileen. "Kamu itu, Dila. Orang yang telah membunuh cucu saya!"

Tubuh Aileen menegang. Pelipisnya dibanjiri keringat dingin, tangannya bergemetar, detak jantungnya berdetak tidak normal. "B-bukan, s-saya bukan pembunuh!"

Wiwik menatap Aileen sinis. "Mana ada maling ngaku, bisa-bisa penjara penuh mendadak."

Aileen menggeleng kepala kuat. "Saya bukan pembunuh!" Ucapnya lantang.

"KAMU ORANG YANG BUNUH CUCU SAYA, MARLUK!"

Satu tetes air mata jatuh membasahi pipi Aileen. "Saya berani sumpah, Saya tidak membunuh Marluk!" Sebelah tangan Aileen mengepal sebagai penguat diri.

"Alah, tidak usah bohong kamu. Jika waktu itu kamu cukup umur untuk dipenjarakan, saya tidak akan segan-segan beri hukuman mati buat kamu." Mata Wiwik memerah, tak luput dengan wajahnya merah padam. "Kamu harus merasakan seperti Marluk."

Mendengar suara bising bersumber dari ruang tamu. Lerin membawa Arvin keluar kamar menggunakan kursi roda. "Kenapa teriak-teriak oma?" Tanya Arvin penasaran. "Dan kenapa ada nama Marluk disana."

Aileen menundukkan kepala, sambil meremas tangannya sendiri. Sedangkan oma Wiwik memandang Aileen dengan tatapan jijik.

"Dia." Wiwik menunjuk Aileen menggunakan jari telunjuknya. "Dia itu Dila, orang yang sudah bunuh Marluk."

ARLEEN [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt