7

16.5K 757 12
                                    

Devano dan Aileen sudah berada didepan rumah Arvin. Selesai makan, Aileen meminta Devano untuk segera mengantarnya pulang. Padahal sebenarnya Devano ingin mengajak Aileen jalan-jalan sebentar sebelum pulang. Ya, bagaimana pun, Devano harus menghargai keputusan Aileen.

“Lo masuk gih! Mumpung Arvin belum pulang.” Perintah Devano melihat pintu garasi masih tertutup rapat, tandanya Arvin belum pulang.

Aileen mengangguk patuh. “Sekali lagi makasih ya, kak.” Ucap Aileen.

Devano mengangkat sudut bibirnya sedikit keatas. “Iya, Aileen.” Balas Devano gemas.

“Yaudah, aku masuk dulu. Kakak hati-hati dijalan.” Pamit Aileen tidak tahan melihat senyuman Devano.

Devano membalasnya dengan anggukan serta senyuman lebar terukir dibibir tipisnya. “Kalau ada apa-apa hubungi aku.”

Aileen mengacungkan jempol. “Oke.”

“Yaudah, sana masuk.” Perintah Devano.

Aileen mengikuti intruksi Devano, ia sedikit berjalan mundur kemudian membuka kunci gerbang. “Hati-Hati kak.” Ucap Aileen melambaikan tangan, lalu membuka sedikit gerbang dan masuk kedalam.

“Iya.” Devano membalas lambaian Aileen, terkekeh geli melihat tingkah Aileen begitu menggemaskan.

Tanpa menyaksikan Aileen sampai masuk kedalam rumah, Devano memakai helm dan melesat meninggalkan pekarangan rumah Arvin.

Ceklek!

Aileen membuka pintu utama dengan senyum bahagia masih tertanam di bibirnya. Hatinya berbunga mengingat betapa manisnya Devano memperlakukan dirinya sangat lembut. Senyuman Devano juga mampu melelehkan hatinya.

Plok! Plok! Plok!

Aileen sedikit terkejut mendengar suara tepukan tangan dari dalam rumah, ia melangkahkan kaki lebih masuk kedalam dan melihat sosok laki-laki duduk diatas sofa dengan tatapan serta senyuman—sulit diartikan.

“Bagus, jam segini baru pulang!” Kata Arvin menyilangkan tangan didepan dada. “Diantar sama cowok, ya?” Arvin melangkah pelan—menghampiri Aileen yang diam mematung dipintu.

“Habis dari mana aja, hm? Habis makan ya? Owh... enak donk, Ok kalau gitu.” Arvin berbisik disamping telinga Aileen, membuat Aileen harus menunduk—menahan rasa takutnya.

Arvin mengulurkan tangannya di kepala Aileen, dielusnya dengan halus rambut Aileen yang tergerai panjang sebatas punggung. Bukannya merasa senang, justru Aileen semakin takut dengan perlakuan lembut Arvin.

“Agrhh....” Pekik Aileen, saat merasakan rambutnya ditarik oleh tangan kekar nan besar.

“Kak, Sakittttt.” Arvin semakin kuat menjambak rambut Aileen, membuat sang empu merintih kesakitan.

Arvin tak menggubris rintihan Aileen. “Habis dari mana lo sama Vano?” Bentak Arvin, menggiring Aileen menuju kamar cewek berlesung itu dengan menarik rambutnya.

Aileen menangis, baru saja dia bahagia setelah terlarut kesedihan kemarin, tapi sekarang rasa sedih itu hadir kembali ketika ia menginjakkan kaki dirumah orang yang statusnya sebagai suaminya.

“Lo punya mulut nggak? Gue ngomong sama lo bukan sama setan!” Geram Arvin tidak suka diabaikan.

Asal kalian tau, Arvin merupakan tipe cowok yang sangat tidak menyukai cewek lemah. Apalagi cengeng seperti Aileen.

“I-iya kak.” Aileen menjawab sambil menahan sakit.

Arvin benci mendengar suara tangis, ia mencengkram rambut Aileen lebih kuat dan sedikit mempercepat langkahnya hingga sampai di kamar Aileen. Tak kunjung diam, Arvin  mendorong Aileen hingga jatih terbentur sisi rajang.

ARLEEN [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora