11

16K 681 17
                                    

Malam ini gue memutuskan tidur dikamarnya sendiri. Lagian kasian juga Aileen jika cewek berlesung itu tidur dibawah seperti kemarin. Ups, kasian? Tidak jadilah, ngapain juga Arvin harus mengkasihani Aileen. Udah untung Arvin menampung Aileen dirumahnya.

Kalau boleh jujur, Arvin keberatan dengan permintaan bunda Aileen. Tapi mau bagaimana lagi, mau tidak mau Arvin harus menerima itu untuk mempertanggung jawabkan atas kejadian yang telah ia perbuat.

Tapi tidak sampai disitu, Arvin terima permintaan itu tetapi Aileen harus menerima perlakuan kasar dari cowok bermata elang itu. Kenapa Arvin kasar? Karena ia tidak mau cewek berlesung itu yang menjadi istrinya dan Arvin juga tidak menyukai perempuan cengeng.

Diumur Arvin yang masih muda, cowok bermata elang itu masih ingin menghabiskan masa mudanya bersama temen-temen kesana kemari tanpa harus nanggung beban sedikitpun.

Arvin kepengen seperti Vano dan Delan pulang malam, nongkrong bareng, seneng-seneng sama anak-anak yang lain. Sedangkan dirinya setelah resmi nikah sama Aileen, tidak boleh keluar malam oleh papanya, pulang paling telat jam 5 sore. Kalaupun ngelanggar, uang jajan sekaligus fasilitas yang dimiliki  menjadi taruhannya.

Drrtttt....

Arvin melihat layar hp tertera nama papanya. Cowok bermata elang itu menghela nafas berat—malas mengangkat telfon dari papanya malam-malam.

Arvin menduga tujuan papanya itu hanya untuk nakut-nakutinya. Sebenarnya Arvin sedikit bingung kenapa dirinya takut dengan hantu.  Yah, yang kalian tau Arvin merupakan cowok tapi takut dengan hantu. Malu nggaksih? Kalau Arvin sendiri mah nggk malu.

Drrtttt....

Lagi-lagi handphone Arvin bunyi dan masih dari orang yang sama. Mau tidak mau cowok bermata elang itu harus mengangkat telfon dari papanya, siapa tau penting. Tetapi menurutnya, tidak ada hal penting dari papanya kecuali menyangkut dengan uang jajan.

“Hallo.” Ucap Arvin malas.

Hallo, anak kesayangan papa.

“Hemnt.. Kenapa, pa?”

Aileen gimana sayang, baik-baik aja kan?” Aileen lagi, Aileen lagi. Kenapa papanya itu tidak menanyakan kabar anaknya sendiri.

“Udah baikan.”

Alhamdulillah kalau gitu, terus kamu lagi dimana? Jangan bilang lagi keluyuran sama Delan dan Vano. Awas aja kamu ya! Kalau bener, papa tarik fasilitas kamu tanpa terkecuali.Arvin memutar bola mata, malas. Seuzon terus papanya dengan anaknya sendiri, heran.

“Arvin lagi dikamar, pa.”

Dikamar siapa?

“Kamar aku lah.”

Arvin anak papa yang paling ganteng seantero sekolah, papa cuma mau bilang kalau ortu Aileen katanya mau otw kerumah kamu, katanya mau nemenin kamu tidur.Mulai kan resenya, jujur aja jika sudah mendenger bau-bau orang meninggal begini, badan Arvin mulai merinding.

“Ck, Arvin tambah males kalo papa telfon cuma mau ngomong gitu doag, Assalamualaikum.”

Setelah mematikan telfon sepihak, Arvin langsung keluar kamar lalu mengetuk pintu kamar Aileen yang sepertinya dikunci dari dalam. “Lin, bukain pintunya.”

Dor!

Dor!

Dor!

Ceklek!

“Lama bangetsih, ngapain aja lo didalem?” Tanpa melirik Aileen, Arvin nylonong masuk lalu merebahkan tubuh dikasur berukuran cukup besar.

Arvin melihat Aileen yang duduk dikursi rias, sepertinya mata Aileen sembab seperti habis menangis. Arvin tidak pedulikan itu, sampai dia matipun cowok bermata elang itu tetap pada sikap acuhnya.

ARLEEN [END]Where stories live. Discover now