46

17.8K 704 43
                                    

Hari-hari sudah tampak seperti sedia kala, masalah-malasah satu persatu mulai menghilang tergantikan  kebahagiaan. Permasalahan antara Arvin dengan Aileen sudah mereda, sedangkan permasalahan Aileen dengan Alan belum selesai seratus persen.

Setelah mendapat penjelasan dari sang kakak, pelan-pelan pintu maaf Aileen terbuka untuk Alan. Aileen memberi syarat kepada sang kakak. Aileen akan memaafkan Alan setatus persen dengan satu syarat, yaitu Alan harus meminta maaf kepada istrinya dan tidak akan lagi mengulangi perlakuan buruk kepada wanita itu.

Hari ini hari kamis, dalam artian tiga hari lagi Aileen akan berangkat sekolah, kesekolah barunya. Aileen akan memulai harinya kembali, disekolah baru bersama kedua sahabatnya. Ah, Aileen tak sabar ingin cepat-cepat sekolah.

Aileen melirik jam yang menempel pada dinding. Pukul tiga lebih tigapuluh menit, tandanya sebentar lagi Arvin akan pulang dari sekolah.

Soal pindah rumah, Arvin dan Aileen sepakat untuk tetap tinggal dirumah yang mereka tempati saat ini. Aileen tidak mempermasalahkan kejadian yang sudah berlalu, baginya itu adalah masa lalu buruk yang tak harus dikenang. Yang lalu biarlah berlalu, sekarang mari kita buka lembaran yang baru.

Aileen beranjak keluar kamar, menuju lantai bawah guna menyambut kedatangan Arvin. Belum juga sampai menuruni anak tangga, deru suara mobil Arvin terdengar dan tak lama kemudian terlihatlah sosok Arvin dengan penampilan super acak-acakan dan jangan tinggalkan luka lebam disekitar wajahnya.

Aileen melongo melihat wajah Arvin yang babak belur. “Kakak habis berantem, ya?” Tanya Aileen panik, ia mengambil alih tas Arvin lalu membantu cowok itu duduk disofa.

“Aku ambil kompresan dulu.” Aileen hendak berdiri, tetapi tangannya segera ditahan Arvin.

Dengan manja, cowok bermata elang itu menarik tangan Aileen agar cewek itu terduduk. “Disini aja.” Titahnya memeluk pinggang Aileen, lalu meletakkan kepalanya dibahu cewek itu.

Aileen menghela nafas berat. “Sebentar aja, itu nanti kalau nggak cepet-cepet diobatin lukanya tambah memar gimana?” Ujarnya.

“Biarin.” Jawab Arvin, memejamkan mata menikmati pelukan nyaman-nya.

“Aku suruh bi odah aja.” Kata Aileen tak bisa berfikir, mencari cara lagi. “Bi Odah, tolong buatin kompresan ya.” Serunya.

“Siap non.”

Aileen menunduk, mengamati Arvin yang terlihat sangat nyaman dipelukannya. “Tadi kak Arvin habis berantem sama siapa?” Tanyanya.

“Zanier.” Gumam Arvin.

Kening Aileen mengernyit, merasa asing dengan nama itu. “Zanier siapa?”

“Temen SD yang berubah jadi musuh.” Balas Arvin, menggeliat mencari posisi lebih nyaman.

“Berantem karena apa?” Tanya Aileen lagi.

“Nggak tau, dia-nya suka cari-cari masalah.” Cetus Arvin sedikit memanyunkan bibir.

Terkadang Aileen berfikir mengenai sifat laki-laki yang kini berada dipundaknya. Cowok itu memiliki banyak sifat dan sifat itu akan berubah dalam waktu sangat cepat.

“Ini, non. Air kompresan-nya, bibi permisi pamit kebelakang dulu.” Bi Odah meletakkan baskom beserta handuk kecil, lalu berpamit pergi melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda.

“Aku kompres dulu, lukanya!” Aileen sedikit memberontak untuk melepaskan pelukan Arvin—begitu erat.

Bukannya menguraikan pelukan, Arvib justru mempererat pelukannya di pinggang Aileen. “Nggak mau! Aku mau tetap gini aja, soalnya aku takut nggak bisa peluk kamu lagi.” Ungkap Arvin manja.

ARLEEN [END]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن