42

19K 792 43
                                    

Satu bulan telah berlalu, Aileen masih tenang dalam tidur panjangnya. Sebulan penuh, Arvin selalu menjaga Aileen dari pagi sampai malam. Arvin tidak pernah beranjak dari kursi besi didepan ruang inap.

Satu minggu setelah kehadiran kakak kandung Aileen, Cowok berpawakan tinggi-gagah itu—tanpa meminta izin dari Arvin, ia memindahkan Aileen keruangan inap VVIP.

Satu bulan ini, Arvin tidak pernah menginjakkan kaki dirumahnya. Dari pagi hingga malam, Arvin berjaga dikursi besi—diluar ruangan. Kakak Aileen tak pernah memberikan izin untuknya—masuk kedalam, sekedar melihat Aileen saja.

Satu bulan tak melihat wajah Aileen, jujur cowok bermata elang itu memendam rasa rindu. Arvin ingin masuk, tetapi otaknya tak punya akal bagaimana dirinya bisa masuk kedalam.

Penjagaan di ruangan Aileen sangat ketat. Dua bodygourd selalu berdiri didepan pintu ruang inap Aileen. Pagi, siang, sore, malam selalu berganti-ganti, namun wajahnya masih tetap saja sama—menakutkan.

Selama sebulan, kerjaan Arvin hanya duduk dan duduk dikursi besi saja. Jika ketiduran, cowok bermata elang itu juga tertidur dikursi besi itu juga.

Satu bulan lamanya, tak ada kabar baik mengenai kondisi Aileen. Keadaannya masih sama-sama saja, tidak ada perkembangan sama sekali.

Selama sebulan, Arvin tidak pernah berangkat ke sekolah. Ia tidak mempedulikan sekolahnya lagi. Karena yang menjadi prioritasnya sekarang ini ialah Aileen. Bahkan Arvin pun rela tidak makan, karena Aileen juga tidak makan di dalam sana.

Terapi karena ancaman kakak Aileen, meskipun sedikit perut Arvin terisi makanan. Tidak hanya makan, masalah mandi pun Arvin juga harus diancam oleh kakak Aileen. Dan mau tak mau cowok itu mandi, di salah satu toilet rumah sakit. Masalah pakaian pun, mama Arvin harus mengantarkannya ke rumah sakit.

Kapan kamu bangun, sayang? Aku kangen.” Sudah menjadi kebiasaanya setiap hari, Arvin bermonolog dalam hati sambil merangkum wajahnya—agar tidak ada yang melihat jika dirinya menangis.

Kamu tau nggak? Disini aku selalu menunggu kabar baik kamu.” Punggung Arvin mulai bergetar karena menangis. “Aku selalu menunggu kamu disini, dan maaf aku nggak bisa berada disebelah kamu saat ini.”

Terlihat empat remaja, menatap nyalang kondisi Arvin. Rambut panjang yang acak-acakan, badan yang mengurus, wajah yang selalu terlihat sangat kusut.

Mereka adalah Tiara, Rey, Devano, dan juga Delan. Setelah mendapat kabar Aileen koma, Rey dan juga Tiara setiap harinya meluangkan waktu menjenguk sahabatnya.

Awalnya Rey dan Tiara marah kepada Arvin, mereka berdua kecewa karena Arvin tidak becus menjaga Aileen. Rey telah mendaratkan pukulan pada wajah Arvin sampai cowok itu pingsan. Arvin tidak melawan, cowok itu hanya pasrah menerima bogeman Rey.

Selain itu Tiara juga sempat mengancam Arvin, ingin membawa Aileen pulang kerumahnya setelah cewek itu sembuh.

Tetapi sekarang telah berubah setelah Arvin meminta maaf dan mengakui kesalahannya. Cowok bermata elang itu berjanji akan memperbaiki semua yang telah ia hancurkan.

Devano menghampiri Arvin, duduk disebelah sahabatnya. Ia merangkul bahu Arvin, untuk menguatkan cowok itu. “Perjuangan lo, belum seberapa seperti apa yang Aileen rasakan dulu.” Tutur Devano.

“Jangan patah semangat untuk mendapatkan restu sang kakak ipar.” Ujar Devano, memberi Arvin semangat. “Gue yakin, dia tampangnya aja yang garang. Tapi dia masih tetep punya perasaan.”

Arvin mengusap air matanya kasar, cowok bermata elang itu menepuk pelan paha Devano. “Thanks.”

Devano mengangguk. “Semangat berjuang, kawan.”

ARLEEN [END]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant