33

16.9K 803 150
                                    

Arvin menyusuri leher Aileen, sesekali menjilatnya. "Gimana kalau lo tau, jika orang berstatus suami lo ini sebenarnya orang yang udah buat orang tua lo mati."

Suatu pernyataan luar biasa, yang harus Aileen yakini atau tidak. Bagimana tidak, orang yang selama ini menampungnya ialah penyebab orangtua-nya meninggal. Bagaimana mungkin? Jadi selama ini Arvin, orang yang udah nabrak orangtua nya?

Tetesan air mata, mengalir begitu saja tanpa disengaja. Pernyataan apa ini tuhan? Suaminya pembunuh orangtua nya? Malaikat penolong-nya ternyata pelaku penabrakan itu?

"Nggak! Kakak bohong!" Aileen berteriak tak percaya.

Arvin menghirup bau wangi rambut Aileen. "Buat apa aku bohong, sayang." Ujarnya mengusap pipi halus Aileen.

Aileen menggeleng tidak percaya, ternyata selama ini ia hidup satu rumah bersama pembunuh orangtua-nya. "Nggak! Nggak mungkin."

"Apa-nya yang nggak mungkin."

"Secara tidak langsung, kak Arvin seorang pembunuh!" Tuduh Aileen, benar ada-nya.

Arvin marah mendengar ucapan Aileen. "LO NGGAK SADAR, KALO LO ITU JUGA PEMBUNUH!"

"AKU BUKAN PEMBUNUH! KAK ARVIN YANG PEMBUNUH!." Aileen berteriak tidak mau kalah. "KAK ARVIN UDAH BUNUH ORANG TUA AKU, KAK ARVIN PEMBUNUH!"

Arvin menatap cewek hadapan-nya dengan tatapan sangat tajam. "Kejahatan dibalas kejahatan. Lo udah bunuh Marluk dan sekarang nggak ada larangan buat gue balas perbuatan lo."

"Lo bunuh Marluk dan gue bunuh orangtua lo, semua impas." Sambung Arvin.

Aileen berteriak histeris, ia tidak terima itu. "Udah berapa kali aku bilang, kalo Marluk meninggal bukan karna aku." Kata-nya terdengar putus asa.

"Dan apa kakak bilang? Impas? Impas dari mana? Aku bukan orang yang udah bunuh Marluk dan kakak penyebab orangtua ku meninggal." Aileen menjambak rambutnya sendiri. "Apa salah aku? Apa salah aku? Ngomong! Kasih tau aku!"

"SALAH LO BANYAK! LO ITU CEWEK PEMBAWA SIAL, ASAL LO TAU!" Arvin mengucapkan kalimat itu begitu lantang dan tegas.

Aileen tersenyum kecut memandang wajah Arvin. "Seberapa banyak kesialan kakak, ketika aku hadir disini?"

"Banyak. Banyak, sampai kesialan itu nggak bisa gue hitung." Arvin menjawab cepat. "Yang paling penting, lo udah mampu buat gue malu."

"Malu?"

Arvin tersenyum miring. "Iya, gue malu anak-anak ztander tau gimana wajah istri gue. Jelek, lusuh, nggak modis dan--seorang pembunuh."

Aileen berusaha menahan sakit hati-nya sambil menggenggam tangan kuat. "Suatu saat nanti, tuhan akan memberi tau sebuah kebenaran dari pemfitnahan ini."

Arvin tertawa sumbang. "Fitnah? Hah! Lucu juga kata-kata lo, dapet pencerahan dari mana?"

"Habis ikut pengajian ya? Terus lo ceramahin gue, gitu?" Arvin tertawa remeh. "Udah merasa jadi orang paling pinter?"

"Asal lo tau, pernikahan ini terjadi karena keterpaksaan." Arvin mencengkram dagu Aileen. "Kalau bukan amanat nyokap lo, gue nggak akan sudi punya istri kaya lo!"

ARLEEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang